Kategori

2019/02/01

Resensi Novel The Architecture of Love

Cinta yang Tak Terduga

www.google.com

·         Judul buku             :           The Architecture of Love
·         Pengarang             :           Ika Natassa
·         Penerbit                 :           PT Gramedia, Jakarta
·         Editor                     :           Rosi L. Simamora
·         Desain sampul       :           Ika Natassa
·         Ilustrasi isi              :           Ika Natassa
·         Jumlah halaman    :           304 halaman
·         Berat buku             :           250 gr
·         Ukuran buku          :           13,5 cm x 20 cm
·         Tahun penerbitan   :           2016


Ika Natassa adalah seorang banker dengan hobi menulis dan fotografi. The Architecture of Love adalah novel kedelapannya setelah A Very Yuppy Wedding ( Gramedia Pustaka Utama, 2007 ), Divortiare ( Gramedia Pustaka Utama, 2008 ), Antologi Rasa           ( Gramedia Pustaka Utama, 2011 ), Twivortiare ( Gramedia Pustaka Utama, 2012 ), Twivortiare 2 ( Gramedia Pustaka Utama, 2014 ), Critical Eleven ( Gramedia Pustaka Utama, 2015 ), dan Underground ( Gramedia Pustaka Utama, 2016 ). AVYW menjadi Edior’s Choice Majalah Cosmopolitan Indonesia tahun 2008, Ika Natassa dinominasikan sebagai Talented Young Writer dalam penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2008. Tahun 2015 dia menjadi salah satu anggota delegasi penulis Indonesia yang menghadiri Frankfurt Book Fair. Antologi Rasa dan Twivortiare sedang diadaptasi menjadi film layar lebar, sementara Critical Eleven  sudah diadaptasi menjadi film layar lebar pada tahun 2017. Antologi Rasa juga sedang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Tahun 2004 Ika Natassa menjadi salah satu finalis Fun Fearless Female Majalah Cosmopolitan Indonesia, dan tahun 2010 memperoleh penghargaan Women Icon dari The Marketeers. Tahun 2013 dia mendirikan LitBox, layanan berlangganan surprise box berisi buku-buku fiksi terpilih yang pertama di Indonesia.
Novel The Architecture of Love dilapisi dengan soft cover dengan gaya klasik yang berwarna dasar cokelat keabu-abuan dengan latar belakang kota New York. Namun, cover buku ini kurang menarik perhatian karena warnanya yang gelap sehingga kurang mencolok dan menarik perhatian. Meski demikian, gambar pada cover buku ini simple tetapi unik.  Cerita The Architecture of Love  ini berakhir dengan happy ending dengan akhir yang tidak tertebak, membekas di hati, dan juga membuat pembacanya ikut terbawa suasana. Banyak kabar bahwa cerita The Architecture of Love ini akan difilmkan, namun masih belum dipastikan kapan. Ukuran buku ini pas karena tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil sehingga mudah dibawa-bawa. Ukuran tulisannya pun juga pas, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil sehingga pembaca tidak mengalami kesulitan dalam membaca. Di buku ini terdapat beberapa sketsa bangunan kota New York yang sederhana tapi mengagumkan. Meski hanya berupa sketsa yang diprint, tapi hal itu bisa membuat pembaca membayangkan seperti apakah tempat aslinya dan bahkan mengaguminya walaupun baru melihat sketsa tersebut untuk pertama kalinya.
Cerita di buku ini ditulis dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti karena menggunakan bahasa sehari-hari (bukti kutipan : “ Gue traktir terima aja,kali, Ibu Erin, rezeki nggak boleh ditolak”) . Ada beberapa kata yang menggunakan bahasa Inggris sehingga bisa melatih pengetahuan bahasa Inggris para pembacanya ( bukti kutipan : “Writing is one of loneliest profession in the world. Ketika sedang menulis, hanya ada sang penulis dengan kertas atau mesin tik atau laptop di depannya, hubungan yang tidak pernah menerima orang ketiga” ) Tokoh yang ada dalam cerita jumlahnya juga pas dan tidak terlalu banyak sehingga tidak membuat pembaca pusing ( Raia,River,Erin, Aga, mama River, mamaw, Mimi ). Nama-nama tokohnya pun menggunakan nama yang unik ( Raia dan River ). Cerita ini beralur campuran karena ada beberapa kilas balik masa lalu tokoh ( “Tiga tahun yang lalu, kami sedang di mobil, dalam perjalanan ke Bandung, aku batuk-batuk karena kerongkonganku kering, lalu dia membuka sabuk pengamannya untuk mengambilkan botol minum di kursi belakang.”). Latar cerita ini juga menarik yaitu New York (“Raia menjadikan setiap sudut New York ‘kantornya’.”) Penulis banyak menceritakan gedung-gedung terkenal yang membuat pembacanya menjadi ikut tahu dan mengenalnya (“Pertama kali kita tiba di New York, yang pertama kita lihat adalah Grand Central Terminal kalau kita naik kereta, atau Queensboro Bridge yang menyambut kita masuk Manhattan”) . Ceritanya pun juga sangat menguras emosi. Pembaca ikut terbawa perasaan, ikut merasa sedih, senang, dan juga kesal karena penulis menggunakan pilihan kata yang tepat dan tidak bertele-tele (“Gampang, yang penting kamu hangat dulu”). Tema dari cerita ini adalah percintaan / romance antara dua orang yang sudah dewasa, yang sama-sama sudah pernah menikah, namun kini hidup sendiri.  Meskipun tentang percintaan orang dewasa, tetapi cerita ini masih berada dalam batas yang wajar yang cocok dibaca oleh remaja.
Setelah membaca buku ini, banyak nilai-nilai hidup yang bisa diambil yaitu kita harus bisa berdamai dengan masa lalu, melupakan apa yang pernah dialami agar bisa melanjutkan hidup dengan bahagia ; kita harus berani membuka diri dengan orang baru ; jangan malu untuk mengungkapkan apa yang kita rasakan sehingga nantinya kita tidak menyesal ; jangan meninggalkan orang lain tanpa kabar dan alasan karena hal itu akan menyakiti perasaan orang lain; kita harus jujur terhadap diri kita sendiri, kita tidak bisa membohongi perasaan kita atas apa yang kita rasakan.
Buku ini cocok untuk remaja karena bercerita tentang kisah cinta yang sering dialami oleh remaja. Cocok juga dibaca untuk orang dewasa karena tokoh dalam cerita ini merupakan dua orang dewasa yang pernah menikah namun kini hidup sendiri, karena pasangannya meninggal; dan bercerai. Selain itu juga dibahas tentang dilema dalam menjalani pekerjaan yang biasa dialami oleh orang dewasa.

Saya memilih buku ini karena saya dengar dari teman-teman saya yang sudah membaca buku ini bahwa buku ini bagus, menarik, dan menguras emosi yang memang ternyata benar. Saya juga sering melihat buku ini ada di rak best seller. Saat membaca sinopsisnya pun saya mulai tertarik hingga akhirnya saya memilih buku ini. Dan ternyata benar. Buku ini memang menguras emosi dan sangat membekas di hati.



                                         *** Selamat Membaca ***

www.pixabay.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar