Kategori

Tampilkan postingan dengan label Novel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Novel. Tampilkan semua postingan

2019/05/14

Resensi Friendzone, Lempar Kode Sembunyi Hati



Persahabatan Atau Cinta



Judul Buku   : Friendzone, Lempar Kode Sembunyi Hati
Penulis         : Alnira
Kategori     : Romance
Penerbit    : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Tahun Terbit        : April 2018, Cetakan kedua
ISBN                   : 9786024528423
Tebal Buku          : 300 halaman
Harga                   : Rp 69.000


Buku ini ditulis oleh Alnira. Alnira lahir dan tinggal di Palembang. Ia mulai menulis buku sejak Ia berusia 6 tahun. Ia menyalurkan hobi menulisnya itu di aplikasi yang bernama Wattpad. Buku Friendzone ini merupakan buku kedelapan yang sudah ditulis oleh Alnira dan sudah diterbitkan. 

Dira, Ransi, Maya, Angga, Wisnu sudah bersahabat sejak lama dan mereka berjanji untuk tidak jatuh cinta satu sama lain. Akhirnya, Dira memendam rasa kepada Ransi karena Ia lebih mementingkan persahabatannya, Saat mereka sudah bekerja, Dira berusaha untuk melupakan Ransi dengan mencoba berpacaran dengan Amed, teman kantornya. Tetapi Ia tidak berhasil dan tetap menyukai Ransi. Setelah beberapa tahun, akhirnya Dira dan Ransi dekat kembali dan Ransi memberi kode- kode kepada Dira. Pada awalnya, Dira sangat senang. Tetapi lama kelamaan Ia sangat bingung karena Ransi suka menghilang dan tidak menyatakan cinta kepadanya. Tanpa Dira tahu, Ransi malu karena Ia merasa bahwa Ia masih belum mampu membiayai Dira. Akhirnya, Dira mengetahui dan dengan senang hati menerima Ransi apa adanya.

Cover buku ini cukup menarik dengan warna pink muda dan abu-abu dan gambar dua orang laki laki dan perempuan yang berada di depan jembatan dengan tulisan friendzone diatasnya yang diberi efek timbul. Judul dari novel ini sesuai dengan isi novelnya karena dalam novel ini banyak kode – kode yang diberikan oleh tokoh.

Tema dari novel ini adalah percintaan dan persahabatan. Karena dari awal novel ini bercerita tentang persahabatan dan percintaan. Tetapi ada sedikit bagian yang menceritakan tentang kehidupan tokoh. Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju mundur. Dan menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu Dira. Sehingga, pembaca dapat ikut merasakan menjadi tokoh tersebut. Latar tempat yang digunakan dalam novel ini adalah kota asal dari penulis, yaitu Palembang. Konflik dalam novel ini seru. Tetapi terkadang alurnya membuat bingung karena memakai alur maju mundur. Bahasa yang digunakan dalam novel ini adalah bahasa yang digunakan dalam kehiudpan sehari-hari sehingga pembaca dapat mengerti dengan mudah.

Tokoh dalam novel ini ada Dira, Ransi, Maya, Angga, Wisnu, dan tokoh-tokoh pembantu lainnya. Tokoh utama dalam novel ini adalah Dira. Dira merupakan seseorang yang pekerja keras karena Ia hanya tinggal bersama Ibunya. Dan Ia selalu berusaha agar tidak mengecewakan Ibunya. Sementara Ransi adalah seseorang yang sangat mempunyai target yang tinggi dan sangat menghargai perempuan. Maya, Angga, Wisnu merupakan sahabat dari Dira dan Ransi.  

Amanat yang saya dapatkan dari novel ini adalah jangan berpikir negatif kepada orang lain agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.  Selain itu, saya juga mendapat amanat bahwa kita harus jujur kepada semua orang termasuk kepada diri kita sendiri.

Novel ini cocok dibaca oleh kalangan remaja karena sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan masalah yang ditimbulkan sesuai dengan masalah yang dialami oleh anak remaja.

Alasan saya memilih novel ini karena penasaran dengan judulnya yaitu “Lempar Kode Sembunyi Hati” dan cover dari novel ini menarik.


Resensi The Fault in Our Stars


The Fault in Our Stars



Judul : The Fault in Our Stars
Penulis : John Green
Kategori : Novel Remaja, Fiksi Realistis, Romansa
Penerjemah : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Penerbit : Qanita
Tebal Buku : 424 Halaman
ISBN : 978-602-1637-39-5
  

The Fault in Our Stars adalah novel keenam yang dikarang oleh penulis yang bernama John Green. Ia berasal dari Amerika Serikat. Ia merupakan seorang penulis dan YouTube video blogger, yang bertempat tinggal di Indiapolis, Amerika Serikat. Ia tinggal bersama dengan istri dan anak laki-lakinya.
John Green telah banyak memenangkan penghargaan, antara lain : Printz Medal, Printz Honor, Edgar Award dan telah menjadi finalis LA Times Book Prize. Novel ini merupakan novel fiksi terlaris yang telah terjual jutaan copy di seluruh dunia.
Novel The Fault In Our Star  mengisahkan tentang seorang gadis berusia enam belas tahun bernama Hazel Grace Lancaster, yang menderita kanker tiroid yang sudah menyebar hingga ke paru-paru sehingga ia butuh alat pernapasan dan tangki oksigen kemana pun ia pergi. Meski keajaiban medis mampu mengecilkan tumornya dan membuat Hazel bertahan hidup beberapa tahun lagi, Hazel Grace tetap putus asa. Hazel merasa tak ada gunanya lagi hidup di dunia.
Hazel hanya ingin menikmati sisa hidupnya dengan biasa-biasa saja, di antaranya dengan membaca dan menonton realityshow. Dia dipaksa oleh ibunya untuk menghadiri Grup Pendukung Anak-anak Penderita Kanker untuk menghilangkan depresi yang dialami oleh Hazel.
Pada mulanya, Hazel bermalas-malasan menghadiri kelompok ini, yang anggotanya tidak tetap; sebagian besarnya akan menghilang setiap pertemuannya karena keadaan mereka semakin parah, atau meninggal. Di sini, mereka saling mengenalkan diri dan juga menceritakan tentang penderitaan mereka mengenai penyakit yang dialami oleh masing-masing anggotanya. Dan setelah bergabung dengan Grup Pendukung Anak-Anak Penderita Kanker tersebut, apa yang Hazel lihat dan rasakan ternyata jauh seperti apa yang Hazel bayangkan sebelumnya. Singkat cerita, di kelompok ini dia bertemu dengan seorang pria bernama Augustus Waters yang juga tengah mengisi sisa-sisa hidupnya, sebagaimana Hazel.
Pribadi Hazel yang cendurung sinis dan pesimis berubah menjadi ceria dan berpikir positif, sejak berkenalan dengan Augustus Waters. Augustus Waters merupakan seorang cowok keren yang berusia tujuh belas tahun. Ia seorang mantan pemain basket yang menderita penyakit  osteosarkoma dan mengakibatkan satu kakinya harus diamputasi. Augustus datang di grup pendukung anak-anak penderita kanker atas permintaan temannya yang bernama Issac. Ia merupakan teman Augustus dan anggota grup pendukung anak-anak penderita kanker, Issac menderita penyakit tumor di salah satu matanya yang harus dioperasi beberapa minggu lagi sehingga akan membuat Issac kehilangan penglihatan.
 Sejak pertemuan di grup pendukung anak-anak penderita kanker, tumbuhlah perasaan suka di antara Augustus dan Hazel. Augustus melakukan pendekatan dengan Hazel dan mengatakan bahwa dia tampak seperti Natalie Portman di film V for Vandetta. Hazel dan Agustus setuju untuk saling membaca novel favorit satu sama lain. Augustus meminjamkan Hazel novel berjudul The Price of Dawn (Ganjaran Fajar), dan Hazel merekomendasikan novel berjudul An Imperial Affliction (Kemalangan Luar Biasa).
Augustus tertarik dengan buku yang dipinjamkan Hazel, ia tahu Hazel sangat penasaran dengan akhir cerita novel Kemalangan Luar Biasa yang menurutnya ambigu. Membuat Hazel ingin bertemu dengan sang penulis novel. Seminggu setelah itu, Augustus berhasil melacak keberadaan asisten Van Houten, Lidewij. Dari Lidewij, Augustus berhasil mengirim email. Dia memberitahu isi email Van Houten kepada Hazel dan Hazel membuat suatu daftar pertanyaan untuk dikirimkan kepada Van Houten, berharap dapat menjernihkan akhir cerita yang ambigu dalam novel Kemalangan Luar Biasa. Van Houten akhirnya menjawab email, tetapi dia mengatakan tidak bisa menjawab pertanyaan Hazel secara pribadi di email. Jika Hazel pergi ke Amsterdam, dia mengundangnya untuk mampir di rumah Van Houten, tetapi dia tidak bisa karena ibunya tidak punya cukup banyak uang untuk pergi ke Amsterdam.
Hazel menceritakan tentang isi balasan email itu pada Augustus. Agustus pun membantu Hazel dengan menggunakan permintaan miliknya untuk mewujudkan keinginan Hazel melalui organisasi bernama Yayasan Peri yang kerjanya mewujudkan satu keinginan anak sakit. Di tengah perjuangannya atas apa yang harus dilakukannya tentang Augustus, Hazel tiba-tiba mendapat kasus serius di mana paru-parunya dipenuhi cairan dan dia terpaksa dibawa ke ICU. Semenjak itu beberapa dokter Hazel tidak menyarankan dia untuk pergi ke Amsterdam, bagaimanapun juga Hazel tidak terlalu sehat untuk melakukan perjalanan itu. Tapi disisi lain Dr. Maria mengijikan Hazel untuk pergi ke Amsterdam karena menurutnya Hazel perlu bersenang-senang.
Perjalanan mereka cukup lancar untuk pergi ke Amsterdam. Tapi ketika Hazel dan Augustus bertemu Van Houten mereka baru mengetahui bahwa, Van Houten bukan seorang penulis produktif yang jenius, melainkan seorang pemabuk yang kejam dan mengaku tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan Hazel. Keduanya sangat kecewa, terutama Hazel yang sudah memakai permintaan Augustus. Tapi perjalanan mereka cukup menakjubkan. Setelah keluar dari rumah Van Houten, Lidewij mengajak mereka untuk berkunjung ke rumah Anne Frank. Awalnya Hazel tidak mau, karena dia ingin pergi bersama Van Houten, tapi ternyata Van Houten tidak diundang, dan mereka pergi ke rumah Anne Frank. Sayang sekali di sana sama sekali tidak ada lift, hanya ada tangga. Tapi Hazel bersikeras akan melanjutkannya sampai ke atas. Dan mereka berhasil, meskipun Hazel sedikit lelah.
Sebulan setelah perjalanan ke Amsterdam, Hazel dibangunkan oleh ponselnya dengan lagunya The Hectic Glow. Artinya Augustus meneleponnya atau seseorang menelpon dari ponselnya. Dan ternyata Augustus yang menelponnya. Dia menyuruh Hazel untuk ke jalur cepat di Eighty-sixth and Ditch, dan memintanya untuk membetulkan selang-G-nya yang keliru. Hazel akhirnya menelpon 911 untuk membawanya ke rumah sakit.
Augustus pulang dari rumah sakit beberapa hari kemudian. Augustus menyuruh Hazel untuk segera ke Jantung Harifiah Yesus. Untuk mendatangi pra-pemakanan dan membacakan pidato untuk Augustus. Augustus Waters meninggal delapan hari setelah pra-pemakanannya, ketika kankernya yang merupakan bagian dari dirinya, akhirnya menghentikan jantungnya.
Penilian dari Saya sebagai seorang pembaca novel ini adalah :
Kelebihan dari novel The Fault in Our Stars adalah alur cerita mudah dipahami meski alur maju mundur, dan alur tersebutlah yang membuat kita menjadi semakin penasaran. Perwatakan tokoh yang mudah dipahami. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari novel ini; ketegaran, pantang menyerah, kasih sayang orang tua, pengorbanan dan cinta sejati. Novel ini membawa pembaca ke dunia para karakternya, yang sanggup menghadapi kesulitan dengan humor-humor dan kecerdasan.


2019/04/12

Resensi 3600 Detik (Charon)


Menggali Makna Hidup melalui Cerita Novel  “3600 Detik” (Charon)

1.      Identitas novel

Judul                    : 3600 Detik
Penulis                 : Charon
Kategori               : Romance
Penerbit               : PT Gramedia Pustaka Utama
Alamat Penerbit : Kompas Gramedia Building Blok 1 lantai 5
                                 Jl. Palmerah Barat 29-37, Jakarta 10270
Tahun Terbit        :  cetakan kelima     : Januari 2011
                                 cetakan keenam    : Juli 2011
                                 cetakan ketujuh     : November 2011
                                 cetakan kedelapan : Maret 2012
Desain & ilustrasi Sampul : Yustisea Satyalim
Tebal Buku           : 208 halaman
Ukuran                  : 13,5 cm x 20 cm
Harga                    : Rp 30.000,00
ISBN                       : 978-979-22-3728-3

2.       Latar Belakang Pengarang
        Charon, pernah menempuh pendidikan di Jurusan Sistem informasi di Universitas Bina Nusantara, angkatan 2002. Charon lahir di sukabumi pada bulan Juni. Sekarang ia tinggal di Sukabumi bersama orang tuanya.Selain novel 3600 detik ini, Charon juga menulis novel lain yaitu 7 hari menembus waktu. Masih banyak lagi novel yang pernah ditulis Charon, seperti 10 kencan romantis Stella, 1000 musim mengejar bintang, 11 jejak cinta, dan lain lain. Tapi sekarang belum berniat untuk menulis novel lagi karena kesibukan bekerjanya yang sangat menyita waktu. Bagi Charon, menulis merupakan sebuah hobi yang menyenangkan karena bisa untuk relaksasi dan menambah kreativitas.

3.      Sinopsis
          Sandra adalah seseorang yang hidupnya sangat berantakan akibat perceraian kedua orang tuanya. Sandra menjadi dendam kepada ibunya yang seakan akan ingin menjauhkan Sandra dari ayahnya. Hal itu membuat Sandra melampiaskan kemarahannya dengan bersikap bandel di sekolahnya. Berulang kali ia harus pindah sekolah. Hingga Sandra bertemu Leon yang dapat mengubah hidup Sandra menjadi lebih baik. Sandra mencintai Leon, begitu sebaliknya. Namun Leon mengidap penyakit yang membuat umurnya tak lama lagi. Leon berkeinginan menjadi manusia normal dengan pergi ke taman. Sandra mengabulkannya lalu mereka pergi ke taman selama 3600 detik. Setelah itu, kondisi Leon makin kritis dan akhirnya meninggal. Kepergian Leon membuat Sandra sedih namun ia tetap dapat bangkit dari kesedihannya, melanjutkan hidupnya dan meraih cita citanya sebagai dokter.

4.      Tentang buku
          Novel 3600 detik ini memiliki cover yang terang dipadu gambar yang menarik sehingga menarik untuk dibaca dan sudah menggambarkan cerita secara keseluruhan dalam gambar cover tersebut yaitu dua orang yang berhadapan dan saling tersenyum yakni Sandra dan Leon. Sandra sedang mengajak Leon mengisi saat saat terakhir dalam hidup Leon dengan mengajaknya ke taman bermain. Hanya 3600 detik Sandra dan Leon berada di taman itu sebelum akhirnya Leon meninggal dunia. Novel ini telah dibentuk dalam film. Perbedaannya terletak pada konflik dan tokoh. Pada novel, konflik lengkap dijelaskan sebab, akibat yang dipadu dengan  watak dari tokoh yang diulas diberi keterangan pula penyebab seorang tokoh memiliki karakteristik/sifat sedemikian rupa. Misalnya Sandra bersifat bandel pada kutipan “hatinya semakin sakit ketika ayahnya memutuskan ia harus tinggal bersama ibunya. Kemarahan yang menggelora menjadikan Sandra remaja yang bandel.” Bahasa yang digunakan di novel pun lebih formal dan penuh gaya bahasa. Misalnya pada kutipan “Leon mengambil bola voli tersebut dan menatap si rambut merah.” Pada film 3600 detik kurang mengulas penyebab mengapa suatu tokoh bisa memiliki watak bandel, egois, atau bahkan lemah lembut, penyabar, dan sebagainya. Adegan  konflik yang dimainkan dalam film pun hanya sekilas, tidak mendalam dan detail. Secara keseluruhan, bahasa yang digunakan pemain dalam filmnya juga spontan dan gaya bahasa yang tidak sedalam seperti di novel. Dibandingkan dengan buku lainnya, novel 3600 detik ini sungguh menyentuh hati pembaca dengan cara yang modern di kalangan remaja serta dapat digambarkan dengan berbagai tema seperti tema percintaan dibuktikan dengan cinta Leon terhadap Sandra yang membuatnya berubah menjadi lebih baik. Tema kasih sayang dan kekeluargaan juga dibawakan di novel ini seperti kutipan “Mama menyayangimu, Sandra.” “Papa menyentuh pundak Sandra. Sandra menatap papa nya dan memeluk nya.”

5.      Unsur intrinsik
          Tokoh dalam novel 3600 detik ini adalah Sandra, Leon, Widya(ibu dari Sandra), ayah sandra, dan tokoh pembantu lainnya. Hanya beberapa tokoh yang ditonjolkan wataknya. Misalnya watak Sandra yang keras hati, bandel, suka membolos, dan lain lain seperti kutipan “Oh! Perkataan yang manis!” ejek Sandra. “Tapi sayang sekali, aku tidak mau jadi temanmu.” Serta kutipan “Sandra tersenyum. “Sebetul nya ada yang tidak
akurat! Aku tidak membolos lima kali, aku membolos setiap hari!” Leon digambarkan sebagai seseorang yang sabar dan mau berteman dengan siapa saja seperti kutipan “Leon tiba-tiba berkata. “Aku mau berteman denganmu!” Tokoh pendukung lain seperti Pak Donny, ibu widia, ayah dari sandra, dan lainnya kurang ditonjolkan wataknya dan hanya berperan di bagian tertentu saja seperti Pak Donny hanya berperan di awal cerita, dan semacamnya.  Alur cerita maju dan penyusunannya sudah teratur sehingga dapat dipahami pembaca secara masuk akal. Latar tempat dan waktu juga telah tergambar dengan jelas. Latar suasana masih membingungkan antara kesedihan dan kegembiraan. Bahkan, terdapat beberapa adegan yang memiliki suasana sedih, menegangkan dan gembira secara hampir bersamaan waktunya seperti pada kutipan “Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, mereka tertawa riang.Leon tertawa mendengar lelucon Sandra. Lalu tiba-tiba dia merasa sesak napas.” Secara keseluruhan, Cerita ini menggunakan sudut pandang orang ketiga yakni penulis bercerita tentang semua tokoh yang memajukan cerita. Seolah olah narator berada di langit menyaksikan semua kejadian yang mengikuti para tokoh. seperti pada kutipan “Baru pertama kali ada orang yang iri pada nya hanya karena ia bermain voli. Sesaat Sandra merasa kasihan pada pemuda ini.”  Novel ini mengandung banyak nilai moral. Pertama, menjadi diri sendiri akan lebih baik dan tidak menjadikan kita menjadi orang yang berkelakuan buruk. Kehidupan Sandra menjadi lebih baik saat dia bisa menjadi dirinya sendiri, Sandra bisa melupakan Leon dan meraih cita citanya. Padahal sebelumnya Sandra pernah menjadi anak berandalan. Kedua, Semua teman itu sama, jangan menjauhi teman karena dia nakal, yang harus di lakukan adalah membuatnya baik. Sandra dijauhkan oleh teman temannya karena dianggap asing dan berandalan, hingga akhirnya Leon menjadi teman pertama di sekolah baru Sandra yang tulus mau berteman dengan Sandra tanpa memandang semua riwayat sikap buruk Sandra. Ketiga, Ampunilah kesalahan orang lain sebesar apapun kesalahannya pada diri kita, karena menaruh dendam pada orang lain hanyalah menambah penderitaan pada diri kita. Pada novel, setelah Sandra dan ibunya saling berdamai, mereka menjadi lebih bahagia

6.      Manfaat
          Buku ini dikhususkan penulis untuk menyentuh hati seseorang yang membaca. Dalam buku ini bermanfaat sebab mengandung banyak pesan moral, amanat yang dituangkan penulis untuk pembacanya. Buku ini membahas tentang lika-liku kehidupan seorang remaja yang harus dihadapi dengan tantangan yang berat. Isi buku ini sangat menarik untuk dibaca karena ceritanya yang bagus dan sangat fleksibel dipadu dengan bahasa yang mudah dipahami menjadikan cerita ini sangat cocok dibaca oleh setiap kalangan.  Charon mampu membuat pembaca mengalami perasaan senang, kecewa, marah setelah membacanya. Misalnya penggambaran suasana kegembiraan pada kutipan “Leon gembira saat Sandra mengajaknya kemari.” Suasana hening dan sedih pada kutipan “Leon tidak sanggup berkata apa apa. Melihat reaksi Leon yang diam seribu bahasa, Sandra mengulurkan tangannya lagi.”

7.      Alasan memilih novel berjudul 3600 detik
          Sekilas saat dibaca judulnya saja, Novel 3600 detik memancing keingintahuan pembaca untuk mengetahui ada apa dibalik 3600 detik. Ternyata penulis sangat pandai mengatur susunan cerita dengan menaruh misteri 3600 detik justru di akhir cerita membuat pembaca bertambah penasaran dan membacanya hingga akhir barulah mendapatkan jawaban atas misteri 3600 detik. Covernya yang menarik dan memberi gambaran sekilas atas peristiwa yang terjadi selama 3600 detik yakni detik detik terakhir tokoh Leon hidup di dunia.

*** Selamat Membaca ***


www.pixabay.com

Baca juga:






2019/03/14

Resensi William (Risa Saraswati)

KEHIDUPAN HANTU YANG MENYEDIHKAN



Judul : William
Penulis : Risa Saraswati
Penerbit : Bukune
Cetakan : 2017
Tebal : 216 halaman 

SINOPSIS
  William Van Kemmen, ia adalah teman tak kasat mata Risa. Ia adalah seorang anak kecil yang berasal dari negri Belanda dan pindah ke Hindia Belanda karena mengikuti jejak keluarganya untuk berbisnis. Hidupnya selalu dipenuhi oleh rasa sepi karena ketidakpedulian orangtuanya. Hingga kematiannya datang, barulah ia merasakan kebahagiaan dan memulai hidup yang sebenarnya.

KOMENTAR
            Judul buku ini diambil dari nama asli anakya. Pertama kali dilihat, buku berjudul William ini memiliki sampul yang terlihat misterius dan horror karena diisi dengan gambar William yang memenuhi hampir setengah buku dan dipadukan dengan satu jenis warna yaitu hitam. Karena minimnya warna pada cover inilah yang membuat bayangan-bayangan tentang buku ini pun bertebaran. Tetapi ternyata tidak, buku ini menceritakan perjalanan pilu seorang William. Jenis kertas yang digunakan untuk sampul pun tidak kaku dan sangat lembut sehingga pembaca semakin semangat untuk membaca buku tersebut. Dalam sampul depan juga terdapat sebuah quotes dengan tinta warna putih yang menambah rasa elegan dan misterius.  Kertas yang digunakan pun merupakan kertas yang ramah lingkungan. Sehingga pembaca tidak merasa tertalu tebal dan merasa bosan.

            Masuk ke isi buku, penulis berhasil menuliskan kisah hidup William yang sangat rinci dan lengkap membuat para pembaca penasaran akan bab-bab selanjutnya dan sulit untuk berhenti membaca. Penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga. Dalam setiap bab terdapat kutipan yang membangkitkan semangat ataupun yang menyayat hati. Alurnya yang mengalir dan gaya bahasa yang sederhana membuat pembaca mudah menyerap inti sari yang ingin penulis sampaikan.

            Buku ini tidak hanya menceritakan tentang Willam saja tetapi juga menceritakan keluarganya yang bahkan tidak pernah menganggapnya ada. Dalam buku ini sosok Ibu William yang bernama Maria van Kemmen lebih sering diangkat karena ialah sumber terbesar dari segala cerita kehidupan William yang pilu. Ibu Maria memiliki watak yang sangat bertolak belakang dengan William. Hal inilah yang terus dimunculkan oleh penulis sehingga para pembaca benar-benar merasakan perasaan benci, marah, bimbang yang William rasakan kala itu. Tidak hanya itu, penulis juga sesekali mengingatkan sosok seorang kakek William yang memiliki sifat rendah hati yang sama seperti William. Kedua hal ini yang mendorong rasa penasaran pembaca terhadap kisah-kisah selanjutnya. Sedangkan sosok ayah William digambarkan dengan jelas dan lengkap yang menunjukan bahwa ia adalah seorang ayah yang terlalu mencintai istrinya sehingga apapun yang diinginkan William akan selalu kalah dengan keinginan istrinya. Ia akan merasa sangat bersalah dan sedih jika istrinya harus mengalah demi ia ataupun William. Hal ini juga membuat para pembaca merasa iba sekaligus marah terhadap sosok ayah yang seharusnya lebih tegas dan menjadi tiang dalam keluarga.

            Penulis juga sering mengungkit kegemaran William yaitu bermain biola. Hal ini menjadi penghibur bagi pembaca ketika dilanda kesedihan akan jalan cerita yang pilu. Bentuk biola usang milik William pun dideskripsikan dengan lengkap oleh penulis.

            Keadaan akan kota Batavia dan Bandoeng yang penuh sesak juga dideskripsikan sangat baik oleh penulis. Sehingga pembaca tidak hanya merasakan perasaan yang William rasakan tetapi pembaca seolah-olah dibawa ke masa lampau dimana masa penjajahan Belanda terhadap Indonesia berlangsung. Mulai dari kata jongos, inlander, Hindia Belanda diperkenalkan kembali kepada para pembaca.
            Saat membaca buku ini, saya benar-benar nyaman dengan pembawaan penulis sulit rasanya berhenti bahkan untuk semenit saja. Halaman demi halaman tidak ada rasanya bahkan setengah hari pun tidak sampai untuk menyelesaikan buku ini. Kisah hidup yang dipenuhi kesepian, sakit hati, marah,kecewa, putus asa benar-benar dapat saya rasakan dan tersampaikan dengan jelas. Saya merasa bahwa penulis benar-benar menyampaikan semua curhatan yang William lontarkan dengan maksimal dengan dukungan latar yang dideskripsikan selengkap  mungkin seakan-akan para pembaca benar-benar menjadi William kedua yang sedang ikut merasakan penderitaan William.

            Tetapi terkadang kutipan-kutipan yang disampaikan penulis kurang sinkron dengan jalan cerita yang sedang berlangsung. Sehingga maksud dari kutipan tersebut kurang tersampaikan dengan sempurna. Hal ini yang membuat pembaca mulai kehilangan penghayatannya.

            Buku ini sangat cocok untuk kalangan remaja umur 14 tahun hingga dewasa karena makna cerita yang sangat dalam dan juga mengangkat sisi kekeluargaan dan persahabatan. Buku ini tidak cocok dibaca oleh anak-anak meskipun gaya bahasanya yang sederhana, tetapi beberapa bagian belum pantas untuk dicerna anak-anak, seperti kepala yang dipenggal, pertengkaran orangtua, kekerasan, cacian, kata-kata kasar. Takutnya anak tidak mengerti maksud sebenarnya dari novel William ini.

Resensi An Abundance of Katherines (John Green)


Cerita Katherine



Judul                                                   : An Abundance of Katherines
Penulis                                                 : John Green
Penerbit                                               : Speak
Tahun terbit                                         : 2006
Hak cipta terjemahan Indonesia         : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit terjemahan Indonesia     : 2014
Tebal halaman                                     : 320 halaman
Ukuran                                                 : 13, 5 x 20 cm                                                                                                                                   
John Green merupakan seorang pengarang novel fiksi dengan genre romantis yang cukup popular di dunia. Ia juga merupakan seorang youtuber, yang mengupload banyak video yang mencakup pendidikan untuk hampir semua kalangan. John Michael Green adalah anak dari Mike dan Sydney Green, yang lahir pada 24 Agustus 1977 di Indianapolis. Sama seperti anak-anak culun pada umumnya, Ia menjadi bahan bully semasa sekolahnya. Tapi itu tidak menghalanginya, Ia tumbuh dan menjadi seorang pengarang novel ternama yang sangat hebat.

Looking for Alaska merupakan novel pertamanya. Novel tersebut memenangkan Printz Award pada tahun 2006 dan berhasil membuat rekor untuk tetap berada di daftar The New York Times Best Seller selama 7 tahun. Pada tahun yang sama, Ia juga menerbitkan buku yang berjudul An Abundance of Katherines. Dua tahun setelah itu, Ia menerbitkan dua buku pada bulan yang sama, yaitu pada tanggal 2 Oktober, Ia menerbitkan buku bersama Maureen Johnson dan Lauren Myracle, yang berjudul Let It Snow: Three Holiday Romances, lalu selang 6 hari setelah itu Ia menerbitkan buku yang berjudul Paper Towns. Paper Towns termasuk salah satu buku John Green yang diadaptasi menjadi sebuah film, dirilis oleh 20th Century Fox pada 5 Juni 2015 di Amerika Serikat. Pada tahun 2010, buku yang berjudul Will Grayson, Will Grayson diterbitkan. Buku tersebut ditulis bersama dengan David Levithan. The Fault in Our Stars adalah buku terakhir yang Ia tulis, namu buku ini merupakan buku pertama John Green yang diadaptasi menjadi sebuah film. Buku ini masuk dalam posisi pertama di daftar The New York Times Best Seller  dan adaptasi filmnya langsung menempati posisi pertama box office sesaat setelah dirilis.

An Abundance of Katherines merupakan buku kedua John Green. Novel ini merupakan publikasi lain yang sukses yang mampu mengumpulkan posisi runner-up untuk Printz Award dan finalis Los Angeles Times Book Prize. Buku ini ditulis dengan narasi dari sudut pandang orang ketiga. Sesuai dengan judul dari bukunya sendiri, buku ini sangat unik dan bisa dibilang satu dari antara jutaan buku. Berbeda dengan novel-novel pada umumnya, buku ini menceritakan kisah percintaan dengan melibatkan ilmu ataupun rumus matematika.

Awal cerita novel ini dibuka dengan persamaan matematika yang membuat pembukaan novel tersebut cukup berat, ditambah lagi dengan alurnya yang bisa dibilang lambat. Tetapi semakin dalam pembaca membaca novel ini, semakin banyak jokes ringan ataupun sarkastis khas John Green yang terdapat pada cerita, dan itu menambah keseruan dan kekonyolan pada novel ini.

Novel ini bercerita tentang seorang anak SMA bernama Colin yang selama hidupnya telah memacari sembilan belas perempuan yang, aneh tapi nyata, semuanya bernama Katherine. Sayangnya, kesembilan belas mantannya tersebut mmencampakkannya, hal tersebut membuatnya merasa begitu sakit hati dan depresi. Hassan, sahabat Collin, pun berinisiatif untuk mengajak Colin pergi selama beberapa hari, mengendarai mobil tanpa tujuan pasti. Hingga ketika mereka tiba di Gutshot, Tennessee, Colin dan Hassan memutuskan untuk tinggal karena hal menarik yang ditawarkan kepada mereka. Bersama cewek bernama Lindsey yang mereka kenal di sana, Hassan dan Colin pun menjalani petualangan yang bisa dibilang cukup dadakan. Di sisi lain, Colin yang masih merasa sakit hati akan putusnya hubungannya dengan Katherine XIX, sedang berusaha untuk membuktikan The Theorem of Underlying Katherine Predictability, dimna ia harap dapat digunakan untuk memprediksi masa depan suatu hubungan.

Alur cerita buku ini maju-mundur. Ceritanya dikemas dengan sangat menarik dimana kita dapat mengetahui masa lalu dari Colin dan juga sifat dari masing-masing Katherine. Kita diajak flashback ke masa-masa tentang bagaimana awalnya Colin dikenal sebagai child prodigy, bagaimana ia bertemu dengan Katherine pertamanya, mengapa ia sangat menyukai anagram, dan masih banyak hal lainnya

Gaya bahasa dari buku terjemahannya sudah cukup bagus. Bahasanya tidak terlalu baku, sehingga mudah dimengerti oleh pembaca.

Sebenarnya buku ini dapat dibaca untuk hampir semua kalangan, hanya saja menurut saya, cerita ini akan lebih pas bila dibaca oleh kalangan remaja, terutama pencinta matematika karena buku ini memuat banyak grafik, anagram dan juga rumus matematika didalamnya. Saat Colin membuktikan The Theorem of Underlying Katherine Predictability, Ia menggunakan berbagai macam formula matematika.

Penulisan karakter untuk buku An Abundance of Katherines ini terasa sangat hidup. Karakter Lindsey yang menurut saya sangat mencerminkan anak muda zaman sekarang, yang kebanyakan setelah mereka tumbuh menjadi remaja, mereka malah berubah, tidak menjadi diri sendiri, namun menjadi seperti yang orang lain harapkan. Ketika menjadi pacar Colin, laki-laki yang menyebalkan dengan badan yang kekar dan tidak begitu cerdas, Lindsey bersikap manis dan manja, dan ketika Ia  berhadapan dengan ibunya, dia bersikap seperti apa yang diinginkan ibunya, begitu juga sikapnya kepada orang-orang lain. Namun pada akhirnya dihadapan Colin, Lindsey dapat menunjukkan sifat aslinya dan menceritakan bahwa sikapnya selama ini itu palsu dan hanya semata-mata untuk mendapatkan apa yang dia inginkan seperti popularitas dan lain-lain.

Latar tempat yang diambil untuk cerita dari novel ini adalah Gutshot, Tennesse, dimana mereka akhirnya berhenti atau sampai dimakam Archduke Ferdinanx, karena menemukan sebuah tanda. Novel ini juga mengambil latar di sebuah rumah, pabrik, hutan, dan beberapa tempat lainnya yang menurut saya membuat cerita tersebut lebih fresh karena jujur saja, saya sedikit bosan dengan cerita remaja yang berlatarkan sekolah. Aku juga dapat belajar dan tahu seperti apa Tennessee itu.

Buku ini mempunyai banyak sekali footnote jadi untuk para pembacanya harus sabar. Kelemahan dari buku An Abundance of Katherines adalah buku ini melibatkan cukup banyak grafik kartesius dan juga rumus matematika yang membuat pusing pembacanya. Tapi justru, kelemahan inilah yang menjadi kelebihan dari novel itu sendiri. Hal tersebut membuat novel ini menjadi spesial dan unik, seperti mempunyai ciri khas sendiri. Ditambah dengan beberapa kepribadian dan juga pemikiran John Green yang dituangkan melalui karakternya. Mungkin satu kata yang dapat menggambarkan buku ini adalah Jenius. yang ngebuat buku ini spesial.