Kategori

2019/02/01

Cerita Rakyat Banten




CISADANE

“Cinta Saka Pada Nela”





www.pixabay.com















 Di suatu kerajaan yang terletak di daerah Banten, tinggalah dua orang anak bangsawan. Mereka bernama Saka dan Nela. Sejak kecil mereka selalu melakukan banyak hal bersamaan seperti bermain, berbagi cerita, dan pengalaman. Hari demi hari berlalu, dan tahun pun berganti. Persahabatan mereka tetaplah kuat hingga mereka dewasa. Setelah mereka dewasa, mereka pun akhirnya menyadari bahwa mereka saling jatuh cinta dan menyayangi. “Nela... Maukah kamu menjadi kekasihku?”, tanya Saka. Mendengar hal itu, terkejutlah Nela dan ia hanya terdiam. “Nela... mengapa kamu hanya diam? Apa kamu tidak mencintai aku juga?” tanya Saka lagi. “Bukannya aku tidak mau menerima kamu, tapi aku hanya terkejut akan pengakuanmu itu.”, jawab Nela. Saka pun kembali bertanya dan mendesak Nela, “Mana jawabanmu, aku tidak bisa menunggu lagi”, desak Saka. “Maaf aku tidak bisa menerima pernyataan cintamu, karena aku takut jika kamu mengetahui rahasia aku, kamu akan berhenti mencintaiku seperti dulu.”, jawab Nela. Saka kembali bertanya, “Rahasia apa yang kamu simpan sampai kamu berkata seperti itu?”

Mendengar hal itu, Nela pun bingung harus berbuat apa. Ia akhirnya menjelaskan semuanya ke Saka dan Saka pun mengerti bahkan mau menerima Nela apa adanya. Berkat kebaikan dan ketulusan Saka, mereka menikah dan hidup bahagia dengan dikaruniai seorang putri yang sangat cantik. Tapi apalah hidup jika tanpa cobaan. Suatu hari Nela mengalami muntah-muntah yang berkelanjutan, hampir setiap hari ia muntah-muntah dan berakhir tak sadarkan diri. Melihat hal itu, Saka memanggil seorang tabib. “Sayang sekali , istri anda mengalami sakit yang sangat sulit disembuhkan dan jika saya tidak salah, ini merupakan kutukan.” “Apa? Tapi apa penyebabnya?” tanya Saka. Kemudian Tabib menjelaskan,” saya tidak tau pasti dari mana asal kutukan itu namun yang jelas masih ada cara untuk menyembuhkan istri anda tapi hanya ada 2 cara dan tuanku harus pilih salah satu cara saja. Cara pertama adalah istri anda akan sembuh total namun usianya tidak lama dan cara kedua adalah istri anda dapat sembuh total dan hidup selamanya namun istri anda harus menjadi seekor ikan”.

            Saka pun bimbang karena bingung harus memilih cara yang mana tapi di dalam hatinya, ia hanya yakin 1 hal bahwa ia ingin terus bersama Nela. Hal itulah yang membuat akhirnya Saka memutuskan memilih jalan yang kedua. Hari demi hari dengan sabar Saka menemani Nela menjalani pengobatannya. Melihat Nela yang kesakitan, Saka merasa tidak tega melihat Nela yang kesakitan setiap kali menjalani pengobatan. Hari demi hari Nela mengalami perubahan pada tubuhnya. Pertama- tama kulitnya mengalami gatal- gatal dan terasa panas yang luar biasa kemudian kulitnya mulai berubah menjadi kasar dan sedikit demi sedikit muncul sisik pada kulitnya,  layaknya seperti ikan pada umumnya. “oh, Nela ku… sungguh kasihan sekali dirimu,” kata Saka sambil menahan tangis dimatanya. Nela yang tidak bisa melihat suaminya itu bersedih akhirnya berkata kepada Saka “jangan bersedih, suamiku… “
“Nela ku, andai saja kutukan itu menimpaku, kau tidak akan merasakan sakit seperti ini”
“shhhhhh… jangan berbicara seperti itu, suamiku. Ini memang sudah menjadi takdirku. Akulah yang seharusnya merasa bersalah padamu. Aku telah menjadi istri yang tidak bisa berbuat apa-apa bagimu. Terlebih dengan rupaku yang sudah buruk seperti ini.”
“tidak, tidak. Aku sama sekali tidak pernah memusingkan rupamu. Aku mencintai kau bukan dari rupamu tetapi dari hatimu. Aku akan menjaga dan merawatmu sampai sembuh. Percayalah aku tidak akan pernah meninggalkanmu sedetik pun.” Sembari berkata seperti itu, ia mencium kening istrinya dan memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang.
Pada suatu hari, Saka sedang berjalan menghantarkan makanan untuk Nela yang sedang terbaring di tempat tidur. Dari kejauhan, ia melihat ada sesuatu yang aneh. Tiba-tiba, Saka melihat Nela berubah menjadi ikan sepenuhnya, baik dari fisik luar maupun dalam. Saka pun terkejut  melihat istrinya menjadi ikan yang sedang melompat-lompat mencari oksigen di atas kasurnya. Saka panik dan membawa istrinya ke dalam sebuah kendi yang berisi air. Kemudian ia segera membawanya ke tabib dan bertanya apa yang harus dilakukannya. “apa yang harus kulakukan? Istri ku sudah berubah menjadi ikan sepenuhnya. Dan, kalau ia terus berlama-lama di dalam kendi ini, ia akan mati…” tanya Saka kepada Tabib dengan raut muka gelisah.
“Tenang. Istri anda tidak akan mati kalau anda cepat-cepat melakukan hal yang akan saya katakan ini.”
“apa itu?”
“Jadi, anda harus meletakkan istri anda kedalam genangan air yang ada dikawasan timur. Tempat itu memang merupakan tempat yang angker. Tetapi, apabila anda meletakkan istri anda pada genangan air disana, kelak istri anda akan membawa ketenangan dan kedamaian ditengah-tengah daerah itu.”
            Tanpa banyak berpikir dan berbicara, Saka langsung pergi bergegas ke tempat yang ditujukan oleh tabib tersebut. Sesampainya disana ia menemukan sebuah genangan air. Dengan hati-hati dan berlahan-lahan ia meletakkan istrinya disana. “Nela ku… maafkan aku… karena hanya ini yang bisa aku lakukan agar kau bisa tetap hidup…sungguh…maafkan aku” kata Saka dengan air mata yang mengucur di pipinya.
“suamiku... kau sudah berbuat banyak untukku… tidak ada lagi yang bisa kukatakan selain terima kasih kepadamu. Kau telah menerimaku apa adanya. Baik disaat aku normal ataupun sampai sekarang aku telah berubah menjadi ikan. Beribu terima kasih pun tidak akan pernah bisa menutupi segala hal yang telah kau lakukan untukku.” Sahut Nela. Mendengar hal itu, tangisan Saka semakin keras, dengan terisak-isak ia berkata “Kau tidak perlu berterima kasih kepadaku. Semua kulakukan karena cintaku kepadamu yang begitu dalam. Aku lakukan ini supaya aku tetap bisa bersama denganmu. Hidup terus bersama mu… tidak lebih…”
“Kalau begitu, sekarang relakanlah aku pergi dan tinggalkan aku disini. Aku tahu dengan keberadaan diriku disini, aku bisa membawa damai bagi daerah ini.” Kata Nela.
“ini sulit bagiku... untuk meninggalkan kau disini sendirian…” isak Saka
“ini takdirku. Aku bahagia bahwa ternyata setidaknya dengan perubahan ku ini, mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Oleh karena itu, untuk kebahagiaanku relakanlah aku disini.”
“ tapi… satu hal yang harus kau ingat, Nela. Cintaku pada mu tidak akan pernah berubah. Kau akan selalu tetap menjadi bunga hatiku. Dan, aku berjanji akan selalu menemuimu disini. Aku sungguh mencintaimu, Nela.”
            Sesaat setelah Saka berbicara seperti itu kepada Nela, tiba-tiba muncul siluet sinar yang sangat terang dan hal berikutnya yang terjadi adalah… tiba-tiba genangan air itu berubah menjadi sebuah sungai yang sangat panjang. Melihat hal itu, Saka cepat-cepat mencari Nela “Nela… Nela… dimana kau?” Kemudian muncul sebuah sinar yang begitu menyilaukan mata dan kemudian diantara cahaya itu muncullah sosok Nela dengan rupa normal. Ia layaknya seperti Nela yang dulu, Nela yang cantik jelita. “aku sini, suamiku…” sahut Nela. “Nela… istriku… kau sudah kembali seperti dulu…”
“ya, suamiku… cintamu lah yang membuatku berubah kembali menjadi seperti diriku yang sebelumnya.” Kata Nela.
“Kalau begitu, kau masih bisa bersamaku.”
“Betul, suamiku. Tetapi, kau hanya bisa menemuiku disini. Aku tidak bisa bersamamu lagi seperti dahulu kala. Kita hanya bisa bersama ketika disungai ini saja. Sekarang, aku juga harus melindungi sungai ini agar bisa tentram dan damai.”
            Setelah kejadian itu, Nela dan Saka tetap menjalani hubungan mereka seperti dulu. Hampir setiap hari, Saka pergi ke sungai itu untuk bertemu dengan Nela. Hal itu Saka terus lakukan sampai ia tua bahkan sampai ia meninggal. Masyarakat yang ada disekitar sungai itu pun terpukau dengan cinta Saka yang begitu besar terhadap Nela. Serta, masyarakat juga sangat merasa bahagia sejak daerah itu dilindungi oleh Nela. Daerah itu menjadi daerah yang tentram dan damai. Maka, untuk mengenang itu semua akhirnya masyarakat memberikan nama sungai itu sebagai “CISADANE” yaitu Cinta Saka Pada Nela.

www.pixabay.com

sumber: pixabay.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar