Kategori

2019/02/28

Hikayat Lebai Malang


Hikayat (berdasarkan KBBI) adalah  karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta.

Tidak hanya berisi cerita tetapi juga di dalam cerita tersebut mengandung banyak nilai kehidupan, misalnya nilai moral, sosial, agama, dan lain-lain.
Berikut merupakan salah satu contoh hikayat yang cukup terkenal.

Contoh Hikayat:

Lebai Malang

www.pixabay.com

Maka inilah suatu bidal Melayu. Barang siapa rugi, atau tiada sampai hajatnya, padahal bukan dengan sebab perbuatan orang lain, hanyalah semata-mata kelengahannya sendiri, maka orang lain dapat, maka dikata oleh orang Melayu: Lebai Malang. Maka demikian bunyi ceritanya konon:

Ada sorang lebai duduk pada antara dua kampong besar, yang ramai orangnya, di tepi sungai. Maka pada suatu ketika, kedua buah kampong itu berkenduri besar, memanggil orang besar-besar dan orang kaya-kaya, apa lagi fakir miskin, hingga bahagia orang di dalam negeri itu.

Maka tatkala hari orang berkumpul akan makan dan mnum, maka Lebai Malang itu pun pergilah. Maka halnya lebai itu, kedua kampong itu memanggil dia. Maka tengah hendak pergi, dating pikiran yang tamak, berkata di dalam hatinya.

“Aku ini dipanggil orang. Maka yang di pihak hulu itu dekat sedikit, tetapi menyembelih seekor kerbau. Maka yang di pihak hilir ada menyembelih dua ekor kerbau. Kalau aku minta di sebelah hilir, dapat dua tanduk, jika minta di hulu, aku  dapat satu tanduk, tetapi masaknya sedap. Yang sebelah hilir masaknya kurang sedap, karena aku biasa makan pada dua tempat itu.

Maka di dalam berpikir begitu, turunlah Lebai Malng berkayuh dengan sampan jalur. Maka ada satu tanjung berkayuh ke hilir, terkenangkan tanduk boleh dapat dua, pihak hulu dapat satu, tetapi masak-masaknya sedap. Maka dipaling pula sampannya ke hulu, maka berkayuh dua tanjung, teringat pula, bahwa pihak hilir kurang sedap masakannya.

Maka di dalam begitu, pulang balik dua tiga kali, kemudian dikayuh terus ke pihak hulu. Maka serta sampai sudah berdiri amin, tuan imam membaca doa, jadi terlepaslah yang sebelah hulu.

Maka berkayuh pula dengan sungguh-sungguh ke hilir. Maka serta sampai, berdiri pula doa tuan imam di situ, jadi terlepaslah pula. Jadi kata hatinya.

“Baik aku balik mengambil tali, supaya dapat ikan. Lebih-lebih dijual, boleh dibuat lauk. Serta aku bawa anjing perburuan, kalau tak dapat ikan, aku berburu pelanduk.

Maka di dalam berpikir begitu, berkayuhlah balik, mengambil tali kail dengan mengambil nasi sejuk. Maka nasi sejuk itu dibungkus dengan upih pinang, dengan sambal balacan di dalam tabung. Maka anjing itu pun ditaruh di belakang sampan.

Serta sampai ke tempat mengail, maka berpancanglah di situ, kaail pun dicampakkan dengan umpannya siput. Maka tatkala kail sudah di dalam air, maka perut pun lapar, lalu membuka upih, tempat nasi itu.

Maka mengambil tabung itu, diketuk-ketukkan pada tepi sampan, dituntung-tuntung. Tiba-tiba terpacul sambal itu, jatuh ke dalam air.

Maka Lebai itu pun menyelup ke dalam air hendak mengambil sambal, yang jatuh itu. Serta tanduk kepala, tangan pun menyelup ke air, anjing pun lompat makan nasi.

Maka jadi terlepas hajatnya semuanya. Jadi, dikata orang, “Lebai Malang.” Hingga masa ini  dijadikan bahasa Melayu, kepada siapa, yang begitu halnya, dikatalah “jadi Lebai Malang.” Demikian ceritanya.

Sumber: Garis Besar Sejarah Sastra Indonesia, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar