Kategori

2019/03/19

Materi Karya Ilmiah


Materi Karya Ilmiah

1.       Karya ilmiah adalah tulisan yang disusun dengan metode ilmiah, yakni metode yang berdasarkan cara berpikir yang sistematis dan logis. Karya ilmiah menyajikan masalah-masalah yang objektif dan factual.

2.       Karya ilmiah mengutamakan aspek rasionalitas dalam pembahasannya. Objektivitas dan kelengkapan data merupakan sesuatu yang sangat penting. Guna membuktikan bahwa pembahasan itu merupakan sesuatu yang rasional, maka penulis perlu data yang lengkap dengan tingkat kebenaran yang tidak terbantahkan.


3.       Ragam bahasa yang digunakan karya ilmiah haruslah lugas. Makna yang terkadung dalam kata-katanya harus diungkapkan secara eksplisit guna mencegah timbulnya pemberian makna yang lain.

4.       Struktur Karya ilmiah secara umum terdiri atas pendahuluan, bagian isi, dan penutup.
a.       Pernyataan umum berupa pengenalan masalah ataupun gagasan pokok (tesis) yang dianggap penting untuk dibahas atau dicarikan penyelesaiannya. Di dalam karya ilmiah yang lebih formal, seperti laporan penelitian dan sejenisnya, bagian pendahuluannya tersaji secara lebih rinci. Penyajiannya meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitianatau kegunaan penelitian. Selain itu, dapat pula dilengkapi dengan definisi operasional dan sistematika penulisannya.
b.      Rangkaian argumentasi berupa pembahasan terkait dengan rumusan masalah atau sebagai penjelasan terperinci atas gagasan pokok yang dikemukakan sebelumnya. Bagian ini ditunjang dengan sejumlah teori dan data. Adapun data yang dimaksud diperoleh melalui hasil pengamatan, wawancara, dan sebagainya itu dibahas dengan berbagai sudut pandang; diperkuat oleh teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya. Dalam karya ilmiah yang berupa laporan penelitian, bagian ini diawali dengan pemaparan landasan teori dan metodologi penelitian.
c.       Penegasan kembali atas pembahasan sebelumnya. Penutup dalam karya ilmiah sering kali disebut sebagai simpulan, yakni pemaknaan kembali atau sebagai sintesis dari keseluruhan unsur penulisan karya ilmiah, yang meliputi masalah (pendahuluan), kerangka teori, metodologi penelitian, dan pembahasan atau penemuan-penemuan penelitian. Pada bagian ini sering pula dilengkapi dengan rekomendasi atau saran-saran.

Selain bagian-bagian pokok tersebut, karya ilmiah sering dilengkapi pula dengan kata pengantar dan abstrak sebelum bagian pendahuluan. Adapun pada bagian akhir, setelah penutup, dilengkapi dengan daftar pustaka.

5.       Kaidah bahasa dalam penulisan Karya ilmiah haruslah menggunakan pemilihan kata yang tepat, seperti kata baku, kata bermakna lugas, dan menggunakan istilah yang tepat. Pemilihan kata merupakan syarat lain yang harus diperhatikan dalam menulis karya ilmiah. Struktur dan makna kata yang digunakan dalam karya ilmiah berbeda dengan yang digunakan dalam karya -karya sastra. Begitu pula dengan penggunaan kata yang berbeda dengan yang biasa digunakan dalam karya sastra atau pun kata-kata sehari-hari.

6.       Bagian pendahuluan Karya ilmiah mencakup latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan penelitian, dan sering pula disertakan pencantuman definisi operasional dan sitematika penulisannya.


7.       Kerangka teoretis disebut juga kajian pustaka atau teori landasan yang mencakup kerangka pemikiran dan hipotesis.

8.       Metodologi adalah pengetahuan tentang metode-metode ataupun uraian tentang suatu metode.


9.       Simpulan penelitian meliputi masalah, kerangka teoretis yang tercakup di dalamnya adalah hipotesis, metodologi penelitian, dan penemuan penelitian. Simpulan merupakan kajian terpadu dengan meletakkan berbagai unsur penelitian dalam perspektif yang menyeluruh.

10.   Langkah-langkah menulis karya ilmiah: (a) menentukan topic / masalah, (b) menyusun kerangka, (c) pengumpulan teori dan data, (d) pengembangan kerangka berdasarkan teori / data yang telah diperoleh dengan memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan sebagaimana yang berlaku di dalam Karya ilmiah.


2019/03/18

Sudut Pandang Pengarang


A.   Sudut Pandang Pengarang
Sesuai sebutannya, sudut pandang dalam cerita pendek adalah  posisi pengarang dalam cerita. Dalam cerpen sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga (dia-an, nama tokoh) atau orang pertama (aku-an). Dengan sudut pandang orang pertama, pengarang akan menyebut dirinya sebagai “aku”. Sementara itu, dengan sudut pandang orang ketiga, pengarang akan berada di luar tokoh-tokoh dengan menggunakan kata ganti “dia”.

Perhatikan perbandingan berikut ini!

·        Sudut pandang orang pertama pelaku utama:

Aku menghela napas panjang, bersandar di bawah pohon, menatap dedaunan di senja yang sepiitu. Tiba-tiba, aku teringat kenangan saat menjadi siswa SMP dulu. Rasanya begitu menyenangkan. Aku tersenyum kecil dan memejamkan mata. Meresapi kenangan itu lebih dalam, diiringi sepoi angin yang menenangkan.

·        Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan:
Di dunia ini ada beberapa orang yang sangat aku kasihi, salah satunya adalah teman baikku yaitu Nita. Nita sosok yang biasa saja. Dia tidak terlalu menonjol di antara yang lain baik fisik maupun kecerdasan tapi entah mengapa aku begitu cocok apabila bermain dan berbicara semua isi hatiku. Dia selalu sabar mendengarkanku dan tak jarang ia selalu memberikan solusi apabila aku merasa pusing menghadapi masalahku.

·        Sudut pandang orang ketiga:

“Kalau hasil kita banyak terus, enak, ya?” tegur Salim kepada Kardi.
“Ya, hidup kita bisa sedikit senang. Tapi sekarang panen ikan baru seminggu saja sudah habis, dan hasil kita tidak selalu banyak. Dulu, sebelum ada pukat harimau panen ikan dapat kita nikmati sampai kira-kira tiga bulan. Waktu itu hasil tangkapan kita dapat untuk membeli apa-apa, sedangkan sekarang dapat kau lihat sendiri. Kita semakin melarat saja. Untuk membeli perlengkapan perahu saja sangat sulit,” keluh Kardi.
Mereka terus mengobrol sampai senja berganti petang.

·        Sudut pandang orang ketiga serba tahu:

Satrio tidak percaya ia dapat dikalahkan oleh anak SMP! Mana mungkin dirinya yang hebat itu bisa tunduk oleh anak kecil semacam itu? Siapa anak itu sebenarnya? Satrio benar-benar tidak habis pikir. Kacau hatinya gara-gara peristiwa ini. Semua terasa salah di matanya. Ia berkeinginan meluapkan marahnya kepada siapa saja.


B.   Latihan menentukan sudut pandang cerita.

Tentukan sudut pandang dari cuplikan-cuplikan cerpen berikut!

1.      Udara seperti membeku di Edelweiss Room, sebuah kamar rawat inap, di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, makin mendekati ajal yang bakal menjemputnya.

2.      Kalau benar begitu, apalagi yang sekarang mereka sakitkan hati? Aku telah lama mengubah sikapku. Tiap ada derma, aku sumbang. Tiap kesusahan, aku tolong. Tidak seorang pun dari mereka yang tidak kuundang dalam pesta tadi malam. Kau lihat, kan? Tiga teratak itu penuh mereka banjiri. Aku yakin mereka telah menerimaku, memaafkanku.

3.      Kalau tidak, tentu telah berkurang satu lowongan kerja untuk tukang kebun keliling seperti dia. Dua hari yang lalu itu kukemas pakaian-pakaian bekas anak-anak yang sudah tidak muat lagi mereka kenakan. Aku yang menyisihkan pakaian-pakaian tua milikku, begitu juga milik istriku. Pakaian-pakaian bekas itu kebrikan kepadanya, di samping upah yang dia terima. Kami sebenarnya bukanlah orang yang mampu. Tapi kebiasaan seperti itu telah ditanamkan orang tuaku sejak aku kecil.

4.      “Pak, pohon pepaya di pekaranganku telah dirobohkan dengan tak semena-mena, tidaklah sepatutnya hal itu kulaporkan?”
“Itu benar, tapi jangan melebih-lebihkan. Ingat, yang harus diutamakan adalah kerukunan kampong. Soal kecil yang dibesar-besarkan bias mengakibatkan kericuhan dalam kampong. Setiap soal mesti diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh main seruduk. Masih ingatkah kau pada peristiwa Dullah dan Bidin tempo hari? Hanya karena soal dua kilo beras, seorang kehilangan nyawa dan yang lain meringkuk di penjara.




Gaya Bahasa Pengarang


A.   Gaya Bahasa Pengarang

Gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan ceritanya. Sebagai contoh, ada pengarang yang menggunakan bahasa puitis, ada pula yang menggunakan bahasa lugas. Gaya bahasa pengarang akan menjadikan ciri khas karyanya.

Perhatikan cuplikan cerpen berikut!

“Pak Amat, kan, tahu sendiri, saya ini orang yang sangat memikirkan kebersamaan. Di hunian kita ini, rasanya makin lama sudah semakin sumpek. Karena membangun hanya diartikan membuat bangunan. Akibatnya sawah, apalagi taman, tergerus, tidak ada ruang bebas untuk bernapas lagi. Hari Minggu, hari besar, hari raya, waktu kita duduk di rumah untuk beristirahat, rasanya sumpek. Di mana-mana gedung. Burung hidup dalam sangkar, kita dalam tembok! Tidak ada pemandangan, tempat pandangan kita lepas. Betul, tidak? Karena itu, perlu ada paru-paru buatan supaya hidup kita tetap berkualitas! Kan saya yang memelopori pendirian taman, alun-alun, sekolah, dan tempat rekreasi di lingkungan kita ini. Sebab tidak cukup hanya raga yang sehat, jiwa juga harus segar. Begitu strategi saya dalam bermasyarakat, tidak boleh hanya enak sendiri, kita juga harus, wajib, membuat orang lain bahagia. Dengan begitu kebahagiaan kita tidak akan berkurang oleh keirian orang lain, karena ketidakbahagiaan orang lain. Demokrasi ekonomi itu, kan, begitu. Itulah yang selalu saya pikirkan dan realisasikan dalam hidup bermasyarakat. Tapi kok sekarang, kok saya dianggap tak punya tepo sliro dengan lingkungan. Ck-ck-ck! Coba renungkan, pembangunan yang sedang saya laksanakan ini, kan, bukan semata-mata membangun! Di baliknya ada visi dan misi! Apa itu? Tak lain dan tak bukan untuk mendorong kita semua, sekali lagi mendorong, kita semua, masyarakat semua, bukan hanya si Baron ini. Kita semua! Supaya kita semua bersama-sama serentak, take off, berkembang, maju, sejahtera, dan nyaman! Masak sudah 69 tahun merdeka kita masih makan tempe terus! Lihat Korea dong, tebar mata ke sekitar, simak Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, Central Park. Mana ada lagi rumah-rumah BTN yang sangat, sangat sederhana. Kandang tikus itu bukan hunian orang merdeka! Ah?! Semua sudah direnovasi habis jadi masa lalu yang haram kembali lagi. Rata-rata sekarang rumah satu miliar ke atas! Itu baru layak buat rakyat merdeka! Ah?!

Penggalan cerpen berjudul “Protes” karya Putu Wijaya tersebut merupakan cerpen yang dimuat dalam Koran Kompas, 23 November 2013.  Dalam penggalan tersebut dapat kita lihat bahwa pengarang menggunakan gaya bahasa  yang lugas dan mudah dipahami. pemilihan diksi yang beragam sehingga menambah pengetahuan dan kosakata pembaca. terdapat juga beberapa ungkapan di dalamnya. Ungkapan berupa kandang tikus, tebar mata, tepo sliro, take off, dan masih banyak yang lain.

B.   Latihan menentukan sudut pandang cerita.

Tentukan penokohan dari cuplikan-cuplikan cerpen berikut!
1.      Aku menjawab malu.
“Tidak ke mana-mana, mau makan angin saja, menghilangkan perasaan sumpek.”
“Kalau sumpek jangan makan angin, nanti tambah pusing.”
Aku ketawa.
“Saya cuma tak habis pikir, Pak Manuel, kok tidak ada yang berubah. Tiap tahun kita ingin ada perbaikan, tapi akhirnya selalu kecewa. Ternyata tidak ada masa depan. Kita seperti naik mobil yang bannya kejeblos. Tambah digas, roda muter makin kencang tapi tetap di situ-situ juga. Sama sekali tak bergerak. Hidup ini seperti macet. Ya kan, Pak Manuel?”
Manuel manggut-manggut.

2.     Waktu itulah sebuah tangan menepuk pundakku. Setan datang dengan wajah yang gemilang. Lebih cantik dari semua bintang layar kaca atau bidadari di kelir wayang yang pernah aku tonton. Senyumnya menghancurkan seluruh duka yang bersembunyi di balik tulang dan urat-uratku yang sudah patah dan rengat. Dan baunya bukan main harum. Semerbak sehingga medan pertempuran yang anyir oleh bau darah itu berubah jadi kamar hotel berbintang sembilan yang sensual.
“Bang,” suaranya mendesah membasahi telinga.
Aku tak berani menoleh. Imanku sudah runtuh mendengar sapa yang menyengatkan listrik ribuan voltase itu.


3.     “Bapak paling hebat, Bapak satu-satunya yang memihak anak-anak muda. Mereka yang lain cuma bisa maki-maki mengumpat kami bandit, karena kami main bola di jalanan. Padahal kami kan main di pinggir jalan, nggak ada yang main di tengah jalan. Ya kalau mau supaya kami main di lapangan, bikinkan lapangan dong!”
Aku kecewa. Bukan itu yang aku harapkan. Ternyata petuahku tidak terlalu diperhatikan. Anak-anak itu lebih suka hadiahnya.
Sampai di rumah aku sambat.
“Sebagus apa pun pelajarannya, tapi kalau yang menerima otaknya batu, tidak akan ada gunanya. Mubazir semua! Payah!”
Istriku heran.
“Maksudnya?”
“Ya begitulah mereka itu. Diajak rembugannggak ada yang ngarti! Bagaimana bisa hebat kalau tidak pakai otak? Main bola itu kan bukan sekadar menyepak bola, tapi pakai taktik, strategi, pakai perhitungan. Memerlukan kecerdasan! Nggak cuma kekuatan. Ngawur! Lihat Spanyol!”


2019/03/15

Penokohan Cerpen

A.     Penokohan

Penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh-tokoh. Ada berbagai cara untuk mengambarkan karakter tokoh. Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah cuplikan berikut.

Deg! Jantung Leya bagai berhenti berdetak beberapa saat dan berdebur keras, menyesakkan napasnya. Tubuhnya tegak kaku di bangkunya. Cuma matanya berputar cepat, memandang katiga orang yang duduk di sekitarnya dengan perasaan campur aduk: cemas, gelisah, juga penasaran.
Sejenak muncul keraguan di hatinya, tak percaya pada apa yang ditulis gadis itu. Tapi sikap gadis itu, ketakutan yang terpancar jelas di wajah dan matanya, menghapus keraguan Leya. Ia yakin, sangat yakin, gadis itu benar-benar dalam bahaya. Tapi bahaya apa? Dan, apa dia mau menolong?
Leya menundukkan kepalanya, berpura-pura membaca, lalu berusaha menenangkan perasaannya dengan menarik napas dalam-dalam dan mencoba memikirkan bagaimana ia harus bersikap. Seluruh kegembiraannya dalam perjalanan liburan ini, lenyap sudah. Ketenangannya betul-betul terganggu.

Dalam cuplikan cerita tersebut, pengarang begitu cermat menggambarkan watak tokoh Leya sehingga pembaca mendapatkan gambaran yang sejelas-jelasnya tentang suasana hati tkokoh tersebut memalui gerak-geriknya. Dari penggambaran itu, dapat diketahui sikap tokoh yang cemas, gelisah, penasaran, dan ragu-ragu.

Cara Penggambaran Tokoh
Contoh
Watak
1. Disebutkan langsung oleh pengarang
Tono memang penyabar, walaupun dihina temannya hamper setiap hari, ia tidak pernah sakit hati. Ia tetap bergaul, seolah-olah tanpa ada masalah di antara mereka.
Tono: penyabar
2.   Tanggapan, penceritaan oleh tokoh lain
Debby selalu memuji-muji adiknya, Lina, yang menurutnya paling pintar sedunia. “Adikku, saying. Kamu memang pintar dan rajin. Kakak salut, kakak bangga. Tentu mama pun yang ada di dunia sana bahagia melihat prestasimu itu.”
Lina: pintar, rajin
3.   Dilukiskan melalui perkataan, pikirannya
Aku ingin membeli pakaian yang seperti kamu beli kemarin. Gak apa-apa walaupun harus pinjam sama kakakku. Yang penting pakaian itu bias kumiliki.
Aku: berlebihan, boros, ambisius
4.   Dilukiskan melalui perilakunya
Radi duduk dengan santai walaupun di hadapannya ada mertua dan adik-adiknya. Kakinya diangkat sebelah ke tangan kursi di sebelahnya.
Radi: tidak tahu etika, sombong
5.   Digambarkan melalui keadaan lingkungannya
Sampah bungkus makanan dibiarkan berserakan di bawah ranjangnya. Piring kotor berserakan di samping meja. Sepertinya bagi Dika kondisi kamarnya yang seperti itu sudah biasa.
Dika: jorok, masa bodo


B.      Latihan menentukan penokohan cerita.

Tentukan penokohan dari cuplikan-cuplikan cerpen berikut!

1.  “Ya, mau bayar berapa saja, Mas,” ucapnya di tikungan terakhir menuju kampungku. “Lebih enak jalan kaki,” jawabku terengah-engah. Aku merasa menang.
Aneh, dia seperti tak hendak menghentikan becaknya. Mungkin dia sedang menguji mentalku, atau malah menyesali perbuatannya? Peduli amat, apakah dia terus membuntuti aku atau tidak, sejauh dia masih mengayuh becak di jalan yang layak dilewatinya.
Begitu emmasuki gapura kampong, tangan kiriku kutarik dari saku celana. Dua keping logam ratusan rupiah terloncat  dan menggelinding masuk selokan. Ah, biarin.
Aku menoleh ke tukang becak yang berhenti tepat di depan gapura kampong. Ia turun dan berdiri di sana sambil tetap memegangi kemudi becak. Sambil berjalan aku menoleh kembali, dia tetap diam bagaikan sebuah monumen. Sesampai di rumah aku ceritakan pengalamanku pada ibu. Lama ibuku terdiam dan menatapku dan baru kemudian berkata, “Rasanya kamu perlu mencoba jadi tukang becak.”

2.      Udara seperti membeku di Edelweiss Room, sebuah kamar rawat inap, di RS         Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring   beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung lagi berapa   kali  jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, makin mendekati    ajalyang  bakal menjemputnya.
Dokter telah memprediksi usianya tinggal sekitar sebulan karena leukemia yang akut, dan satu-satunya yang ia tunggu dari kekasihnya adalah sekuntum mawar biru. A, mawar biru. Bukan mawar merah atau putih. Dan, hanya sekuntum, bukan seikat atau sekeranjang.
Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda, sebenarnya tidak yakin. Yang pernah ia lihat adalah mawar merah, putih, atau kuning. Ketiganya tumbuh dan berbunga lebat di halaman rumahnya. Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin. Bunga berwarna biru yang pernah ia lihat hanya anggrek bulan dan anyelir. Itu pun bukan persis biru, tapi keunguan.


Amanat Cerpen

A.  Amanat Cerpen

 Dalam cerpen, nilaiyang berharga sering berupa amanat atau pesan-pesan. amant suatu cerita pendek atau cerpen selalu berkaitan dengan temanya. cerpen yang bertema percintaan, amanatnya tidak akan jauh dari pentingnya kita saling menyayangi dan mengasihi sesame ciptaan Tuhan. Cerpen yang bertema ketuhanan, amanatnya berkisar tentang pentingnya bertakwa kepada Tuhan. Dengan pesan-pesannya itu, cerpen sungguh bernilai. Kita memperoleh hiburan sekaligus pesan-pesan berharga untuk bisa menjadi lebih baik dalam kehidupan.

Perhatikan cuplikan berikut!

Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.
Tetapi Haji Saleh ingin juga kepastian, apakah yang dikerjakannya di dunia ini salah atau benar. Tetapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan, ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka itu.
“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?” Tanya Haji Saleh.
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga mereka itu kocar-kacir selamanya. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memedulikan mereka sedikit pun.”

Dari dialog para tokohnya, dapat diketahui bahwa cuplikan tersebut bertema tentang tata cara menyembah Tuhan yang benar. Berkaitan dengan tema tersebut dapat diketahui bahwa amanat cuplikan tersebut adalah “hendaknya menyembah Tuhan secara benar, yakni tidak mementingkan keselamatan diri sendiri agar selamat dari neraka; harus pula ia memedulikan sesame.”


B.   Latihan menentukan amanat cerita.

Tentukan amanat dari cuplikan-cuplikan cerpen berikut!

1.      “Ya, mau bayar berapa saja, Mas,” ucapnya di tikungan terakhir menuju kampungku. “Lebih enak jalan kaki,” jawabku terengah-engah. Aku merasa menang.
Aneh, dia seperti tak hendak menghentikan becaknya. Mungkin dia sedang menguji mentalku, atau malah menyesali perbuatannya? Peduli amat, apakah dia terus membuntuti aku atau tidak, sejauh dia masih mengayuh becak di jalan yang layak dilewatinya.
Begitu emmasuki gapura kampong, tangan kiriku kutarik dari saku celana. Dua keping logam ratusan rupiah terloncat  dan menggelinding masuk selokan. Ah, biarin.
Aku menoleh ke tukang becak yang berhenti tepat di depan gapura kampong. Ia turun dan berdiri di sana sambil tetap memegangi kemudi becak. Sambil berjalan aku menoleh kembali, dia tetap diam bagaikan sebuah monumen. Sesampai di rumah aku ceritakan pengalamanku pada ibu. Lama ibuku terdiam dan menatapku dan baru kemudian berkata, “Rasanya kamu perlu mencoba jadi tukang becak.”

2.      Kalau tidak, tentu telah berkurang satu lowongan kerja untuk tukang kebun keliling seperti dia. Dua hari yang lalu itu kukemas pakaian-pakaian bekas anak-anak yang sudah tidak muat lagi mereka kenakan. Aku yang menyisihkan pakaian-pakaian tua milikku, begitu juga milik istriku. Pakaian-pakaian bekas itu kebrikan kepadanya, di samping upah yang dia terima. Kami sebenarnya bukanlah orang yang mampu. Tapi kebiasaan seperti itu telah ditanamkan orang tuaku sejak aku kecil.

3.       “Kalau hasil kita banyak terus, enak, ya?” tegur Salim kepada Kardi.
“Ya, hidup kita bias sedikit senang. Tapi sekarang panen ikan baru seminggu saja sudah habis, dan hasil kita tidak selalu banyak. Dulu, sebelum ada pukat harimau panen ikan dapat kita nikmati sampai kira-kira tiga bulan. Waktu itu hasil tangkapan kita dapat untuk membeli apa-apa, sedangkan sekarang dapat kau lihat sendiri. Kita semakin melarat saja. Untuk membeli perlengkapan perahu saja sangat sulit,” keluh Kardi.
“Kau sudah mendengar tentang perkelahian antara nelayan kecil melawan nelayan pukat harimau di pantai Jepara yang berakhir dengan tragedy pembunuhan?”
“Itu persoalannya juga seperti yang kita alami. Siapa orang yang tidak jengkel kalau sumber pangannya dirampok oleh orang lain? Kalau kita tidak sabar-sabar mungkin sejak dulu-dulu kita sudah bentrok dengan para perampok itu.”

 

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   

Tema Cerpen

A.     Tema Cerpen

Tema suatu cerpen dapat diketahui melalui hal-hal yang dirasakan, dipikirkan, diinginkan, dibicarakan, atau dipertentangkan para tokohnya. keberadaan tema kemudian diperkuat pula oleh keberadaan latar dan peran-peran para tokohnya.
Tema antara satu cerpen dengan cerpen lainnya mungkin saja sama.  Tema tentang percintaan, misalnya. Mungkin Anda telah membaca puluhan atau bahkan ratusan cerpen yang bertema ini. namun cerpen-cerpen tersebut selalu menarik dan membuat penasaran pembaca karena tema digarap dari sudut pandang yang berlainan.


Cuplikan cerpen:
Udara seperti membeku di Edelweiss Room, sebuah kamar rawat inap, di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, makin mendekati ajalyang bakal menjemputnya.
Dokter telah memprediksi usianya tinggal sekitar sebulan karena leukemia yang akut, dan satu-satunya yang ia tunggu dari kekasihnya adalah sekuntum mawar biru. A, mawar biru. Bukan mawar merah atau putih. Dan, hanya sekuntum, bukan seikat atau sekeranjang.
Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda, sebenarnya tidak yakin. Yang pernah ia lihat adalah mawar merah, putih, atau kuning. Ketiganya tumbuh dan berbunga lebat di halaman rumahnya. Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin. Bunga berwarna biru yang pernah ia lihat hanya anggrek bulan dan anyelir. Itu pun bukan persis biru, tapi keunguan.

Tema cuplikan cerpen tersebut adalah keinginan tokoh seorang wanita yang terkena leukemia akut untuk mendapatkan mawar biru. Tema tersebut diketahui melalui pemikiran tokoh Novia sendiri yang diceritakan secara naratif oleh pengarangnya secara langusng. Tentang keadaan pasien itu sendiri yang tengah menderita sakit diperkuat oleh penggunaan latar rumah sakit.

B.      Latihan menentukan tema cerita.
Tentukan tema dari cuplikan-cuplikan cerpen berikut!
1.      Pak Ruslan dengan sigap melemparkan ban-ban dan pelampung. Kardi terbanting ke geladak dengan keras ketika sedang berusaha mengambil sebuah ban yang tergantung di ujung buritan. Rukmini dengan wajah pucat berpegang erat pada tiang pintu gbuk. Ia menjerit keras ketika tiang layar di depannya patah diterjang angin dan terempas ke buritan. Dan, “BRUAKKK! Gubuk reyot di atas perahu itu pun diempaskan angina dan roboh menghantam dinding perahu.

2.      Kalau benar begitu, apalagi yang sekarang mereka sakitkan hati? Aku telah lama mengubah sikapku. Tiap ada derma, aku sumbang. Tiap kesusahan, aku tolong. Tidak seorang pun dari mereka yang tidak kuundang dalam pesta tadi malam. Kau lihat, kan? Tiga teratak itu penuh mereka banjiri. Aku yakin mereka telah menerimaku, memaafkanku.

3.      “Terus solusinya bagaimana?”

“Kita berempat sudah berunding. Karena Maya takut gelap, dia harus selalu tidur lebih dulu dari kami tidur minimal setengah jam sesudahnya supaya ketika kami mematikan lampu, dia sudah tidur. Kalau dia terlambat berarti risiko dia. Tapi karena kami baik, he … he …” Siwi tertawa sejenak. “Jika ternyata kami sudah tidur dan dia belum, dia boleh menyalakan lampu minyak. Nah … biar yang lain tidak terganggu sinarnya lampu minyak itu, dia pindah ke tempat tidur yang paling ujung. Bergantian dengan Dinda. Beitu, Bu.”

4.      “Pak, pohon papaya di pekaranganku telah dirobohkan dengan tak semena-mena, tidaklah sepatutnya hal itu kulaporkan?”
“Itu benar, tapi jangan melebih-lebihkan. Ingat, yang harus diutamakan adalah kerukunan kampong. Soal kecil yang dibesar-besarkan bias mengakibatkan kericuhan dalam kampong. Setiap soal mesti diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh main seruduk. Masih ingatkah kau pada peristiwa Dullah dan Bidin tempo hari? Hanya karena soal dua kilo beras, seorang kehilangan nyawa dan yang lain meringkuk di penjara.




Unsur Cerpen

Unsur-unsur Pembangun Cerpen

Unsur pembangun cerpen dibedakan menjadi dua yaitu, unsur intrinsik adalah unsur yang membangun cerpen dari dalam, unsur ekstrinsik adalah unsur yang memebangun cerpen dari luar karya itu sendiri. Mari kita bahas unsur intrinsik cerpen.

1.    Tema
Tema suatu cerpen dapat diketahui melalui hal-hal yang dirasakan, dipikirkan, diinginkan, dibicarakan, atau dipertentangkan para tokohnya. keberadaan tema kemudian diperkuat pula oleh keberadaan latar dan peran-peran para tokohnya.
Tema antara satu cerpen dengan cerpen lainnya mungkin saja sama.  Tema tentang percintaan, misalnya. Mungkin Anda telah membaca puluhan atau bahkan ratusan cerpen yang bertema ini. namun cerpen-cerpen tersebut selalu menarik dan membuat penasaran pembaca karena tema digarap dari sudut pandang yang berlainan.

2.    Amanat
Dalam cerpen, nilaiyang berharga sering berupa amanat atau pesan-pesan. amant suatu cerita pendek atau cerpen selalu berkaitan dengan temanya. cerpen yang bertema percintaan, amanatnya tidak akan jauh dari pentingnya kita saling menyayangi dan mengasihi sesame ciptaan Tuhan. Cerpen yang bertema ketuhanan, amanatnya berkisar tentang pentingnya bertakwa kepada Tuhan. Dengan pesan-pesannya itu, cerpen sungguh bernilai. Kita memperoleh hiburan sekaligus pesan-pesan berharga untuk bisa menjadi lebih baik dalam kehidupan.

3.    Alur dan Plot
Alur adalah rangkaian cerita yang bersifat kronologis, dibangun oleh urutan waktu. Mungkin juga dibentuk oleh urutan keruangan atau spasial. Berdasarkan hal itu, kemudian dikenal adanya alur progresif atau alur maju. Dalam hal ini, cerita bergerak runtut dari awal hingga akhir cerita. Ada juga cerita yang bergerak dari akhir cerita menuju awal atau flashback.
Plot adalah rangkaian cerita yang mengandung unsur sebab akibat (kausalitas). Plot inilah yang di dalamnya terkadung konflik-konflik. Konflik yang satu mengakibatkan timbulnya konflik yang lain. Kehadiran konflik itulah menjadi penyebab bergeraknya suatu cerita. Tanpa ada konflik, suatu cerita akan menjadi hambar. Sebaliknya, adanya konflik membuat cerita menjadi menarik dan menimbulkan rasa penasaran pembacanya.
Macam-macam konflik:
1.      Konflik batin, bentuk pertentangan dalam diri seseorang karena dihadapkan pada dua pilihan atau lebih. Misalnya, konflik dalam menentukan suatu keputusan dalam memilih perguruan tinggi setelah lulus sekolah. Apakah perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta.
2.      Konflik social, bentuk pertentangan di antara dua tokoh atau lebih di dalam memperebutkan sesuatu. Misalnya, perseteruan dua sahabat karena salah paham tentang suatu informasi yang diterima.

4.    Penokohan
Penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh-tokoh. Ada berbagai cara untuk mengambarkan karakter tokoh:
·    Pengarang menggambarkan watak tokoh melalui gerak-geriknya atau tingkah laku si tokoh.
·        Pengarang menyebutkan secara langsung karakter tokoh dalam cerita.
·  Pengarang menggambarkan karakter tokoh melalui perkataan atau dialog antartokoh.
·  Pengarang menggambarkan karakter tokoh melalui perkataan atau dialog antartokoh dan tindakan atau tindak tutur tokoh.
·        Pengarang menggambarkan karakter tokoh melalui pola piker si tokoh.
·        Pengarang menggambarkan karakter tokoh melalui tanggapan tokoh lain.
·  Pengarang menggambarkan karakter tokoh melalui gambaran lingkungan sekitarnya.

5.    Latar
Latar adalah tempat, waktu, dan suasana yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa dalam cerita pendek. Latar diperlukan untuk memperkuat terjadinya suatu peristiwa atau alur. Tanpa kehadiran latar, peristiwa dalam cerita itu menjadi tidak jelas. Pembaca pun menjadi terganggu, bahkan tidak bias menikmatinya karena cerita tidak jelas keberadaannya.

6.    Sudut Pandang dan Gaya Bahasa
Sesuai sebutannya, sudut pandang dalam cerita pendek adalah  posisi pengarang dalam cerita. Dalam cerpen sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga (dia-an, nama tokoh) atau orang pertama (aku-an). Dengan sudut pandang orang pertama, pengarang akan menyebut dirinya sebagai “aku”. Sementara itu, dengan sudut pandang orang ketiga, pengarang akan berada di luar tokoh-tokoh dengan menggunakan kata ganti “dia”.

Gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan ceritanya. Sebagai contoh, ada pengarang yang menggunakan bahasa puitis, ada pula yang menggunakan bahasa lugas. Gaya bahasa pengarang akan menjadikan ciri khas karyanya.