Rating Film dan Masa
Perkembangan
www.pixabay.com |
Rating film bisa dibilang merupakan suatu hal
yang masih dianggap tidak penting oleh para calon penonton sebuah film.
Padahal, rating film merupakan aspek
terpenting dalam mempertimbangkan apakah film tersebut dapat ditonton oleh
seseorang atau tidak. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian calon penonton terhadap
rating film inilah yang dapat
memberikan dampak cukup
berbahaya bagi diri
mereka sendiri dan orang lain.
Di Indonesia, film digolongkan menjadi 5 golongan
berdasarkan usia, yaitu Anak/Semua Umur, Bimbingan Orangtua/Anak (usia 4-7
tahun), Bimbingan Orangtua (usia 5-12 tahun), Bimbingan Orangtua – Remaja (usia
13-16 tahun), dan Dewasa (usia 17 tahun ke atas). Penggolongan film oleh
Lembaga Sensor Film ini bertujuan agar masyarakat Indonesia dapat menonton film
sesuai dengan usianya. Apabila masyarakat, khususnya anak-anak, menonton film
yang tidak sesuai dengan rating-nya,
maka hal tersebut dapat berdampak sangat besar bagi perkembangan anak.
Sebenarnya, anak merupakan seorang peniru yang
sangat baik. Ketika ia melihat ataupun mendengar sesuatu, mereka akan langsung
meniru hal tersebut. Otak mereka belum mampu memproses apa yang mereka lihat
ataupun dengar. Mereka tidak memikirkan apakah hal yang mereka tiru merupakan
hal yang baik atau buruk.
Apabila mereka menonton suatu film, bukan tidak
mungkin bahwa mereka akan meniru apapun yang ada di dalam film tersebut.
Bahkan, unsur-unsur kekerasan pun bisa mereka tiru. Dan, bukan tidak mungkin
juga, bahwa hal yang mereka tiru tersebut dapat menjadi sifat mereka dan
terbawa hingga masa dewasa nanti.
Menurut suatu studi yang dilakukan oleh Guntarto
pada tahun 2000, apabila seorang anak terlalu banyak menonton film yang
mengandung unsur kekerasan, maka besar kemungkinan bahwa anak tersebut dapat
tumbuh menjadi sosok yang kurang memperhatikan lingkungan sekitarnya. Studi
lain yang dilakukan oleh Anderson pada tahun 2012 juga menunjukkan bahwa anak yang
terlalu banyak menonton film kekerasan akan memandang
dunia sebagai suatu tempat yang menakutkan, sehingga tumbuhlah sifat psikopat dalam diri mereka. Sifat psikopat sendiri berarti
sifat dimana seseorang tidak dapat merasakan empati terhadap lingkungan sekitar
mereka.
Sebagai contoh kasus, pada tahun 2012 di Nottingham,
Inggris, seorang anak berusia 14 tahun bernama Daniel Bartlam membunuh ibunya
sendiri menggunakan sebuah palu. Bahkan, ia melaporkan sendiri kejadian itu
kepada polisi dan bertindak seolah ibunya telah dibunuh oleh perampok. Polisi
berhasil mengungkap pembunuhan yang dilakukan oleh Daniel
setelah investigator menemukan riwayat pencarian di komputer Daniel mengenai bagaimana
cara melarikan
diri dengan pembunuhan. Setelah
ditangkap, Daniel tidak dapat memberikan motif yang jelas kepada polisi. Sebelumnya, Daniel diketahui oleh tetangga sekitarnya
bahwa ia sering menonton film
kekerasan dan bermain game yang
mengandung kekerasan.
Selain anak, orang tua juga memegang peranan paling penting
dalam masa perkembangan anak. Orang tua berperan untuk mengawasi apa yang anak
mereka lakukan. Apabila orang tua kurang mengawasi anak mereka dalam memilih
film yang akan mereka tonton, tentu saja anak tersebut dapat terjerumus ke
dalam hal-hal yang jahat seperti yang dialami oleh
Daniel Bartlam.
Orang tua seharusnya lebih up to date terhadap perkembangan film-film masa sekarang daripada
anak mereka, bukan malah sebaliknya. Misalnya, orang tua harus tahu bahwa
meskipun film Deadpool adalah film superhero (atau antihero), bukan berarti anak mereka dapat menonton film Deadpool. Orang tua harus tahu bahwa
film Deadpool telah diberi rating sebagai film Dewasa, yang berarti
anak mereka harus berusia 17 tahun ke atas agar bisa menonton film tersebut.
www.pixabay.com |
Namun, realitanya cukup menyedihkan. Masih banyak
orang tua yang kudet atau kurang update dalam hal ini. Misalnya,
teman dari orang tua saya yang juga memiliki anak mengajak anaknya untuk
menonton film Deadpool di bioskop.
Setelah selesai menonton film tersebut, ia mengungkapkan kekecewaannya di media
sosialnya karena film tersebut mengandung banyak adegan kekerasan di dalamnya
dan tidak layak ditonton oleh anaknya. Padahal, seperti yang kita ketahui, film
Deadpool telah diberi rating Dewasa oleh LSF. Seharusnya,
orang tua bisa lebih peka lagi dalam hal ini.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan mengenai hal ini?
Bagi para remaja, tentu saja otak kalian sudah lebih matang dibandingkan dengan
anak-anak. Remaja sudah bisa membedakan mana yang baik dan tidak, mana yang
boleh dan yang tidak, dan lain-lain. Tentu saja, sudah seharusnya para remaja
lebih sadar mengenai perihal rating
film ini. Bagi remaja yang belum menginjak usia 17 tahun, sebaiknya bersabar
terlebih dahulu bila ingin menonton film-film dewasa. Para orang tua juga harus
meningkatkan pengawasan mereka terhadap anak-anaknya. Pihak bioskop juga
seharusnya lebih tegas mengenai perihal rating
film ini. Bioskop tidak boleh hanya mencari keuntungan semata, karena masa
depan anak-anak Indonesia juga berada di tangan kalian.
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar