Kategori

2019/02/08

Rating Film dan Masa Perkembangan


Rating Film dan Masa Perkembangan

www.pixabay.com

Rating film bisa dibilang merupakan suatu hal yang masih dianggap tidak penting oleh para calon penonton sebuah film. Padahal, rating film merupakan aspek terpenting dalam mempertimbangkan apakah film tersebut dapat ditonton oleh seseorang atau tidak. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian calon penonton terhadap rating film inilah yang dapat memberikan dampak cukup berbahaya bagi diri mereka sendiri dan orang lain.
Di Indonesia, film digolongkan menjadi 5 golongan berdasarkan usia, yaitu Anak/Semua Umur, Bimbingan Orangtua/Anak (usia 4-7 tahun), Bimbingan Orangtua (usia 5-12 tahun), Bimbingan Orangtua – Remaja (usia 13-16 tahun), dan Dewasa (usia 17 tahun ke atas). Penggolongan film oleh Lembaga Sensor Film ini bertujuan agar masyarakat Indonesia dapat menonton film sesuai dengan usianya. Apabila masyarakat, khususnya anak-anak, menonton film yang tidak sesuai dengan rating-nya, maka hal tersebut dapat berdampak sangat besar bagi perkembangan anak.
Sebenarnya, anak merupakan seorang peniru yang sangat baik. Ketika ia melihat ataupun mendengar sesuatu, mereka akan langsung meniru hal tersebut. Otak mereka belum mampu memproses apa yang mereka lihat ataupun dengar. Mereka tidak memikirkan apakah hal yang mereka tiru merupakan hal yang baik atau buruk.
Apabila mereka menonton suatu film, bukan tidak mungkin bahwa mereka akan meniru apapun yang ada di dalam film tersebut. Bahkan, unsur-unsur kekerasan pun bisa mereka tiru. Dan, bukan tidak mungkin juga, bahwa hal yang mereka tiru tersebut dapat menjadi sifat mereka dan terbawa hingga masa dewasa nanti.
Menurut suatu studi yang dilakukan oleh Guntarto pada tahun 2000, apabila seorang anak terlalu banyak menonton film yang mengandung unsur kekerasan, maka besar kemungkinan bahwa anak tersebut dapat tumbuh menjadi sosok yang kurang memperhatikan lingkungan sekitarnya. Studi lain yang dilakukan oleh Anderson pada tahun 2012 juga menunjukkan bahwa anak yang terlalu banyak menonton film kekerasan akan memandang dunia sebagai suatu tempat yang menakutkan, sehingga tumbuhlah sifat psikopat dalam diri mereka. Sifat psikopat sendiri berarti sifat dimana seseorang tidak dapat merasakan empati terhadap lingkungan sekitar mereka.
Sebagai contoh kasus, pada tahun 2012 di Nottingham, Inggris, seorang anak berusia 14 tahun bernama Daniel Bartlam membunuh ibunya sendiri menggunakan sebuah palu. Bahkan, ia melaporkan sendiri kejadian itu kepada polisi dan bertindak seolah ibunya telah dibunuh oleh perampok. Polisi berhasil mengungkap pembunuhan yang dilakukan oleh Daniel setelah investigator menemukan riwayat pencarian di komputer Daniel mengenai bagaimana cara melarikan diri dengan pembunuhan. Setelah ditangkap, Daniel tidak dapat memberikan motif yang jelas kepada polisi. Sebelumnya, Daniel diketahui oleh tetangga sekitarnya bahwa ia sering menonton film kekerasan dan bermain game yang mengandung kekerasan.
Selain anak, orang tua juga memegang peranan paling penting dalam masa perkembangan anak. Orang tua berperan untuk mengawasi apa yang anak mereka lakukan. Apabila orang tua kurang mengawasi anak mereka dalam memilih film yang akan mereka tonton, tentu saja anak tersebut dapat terjerumus ke dalam hal-hal yang jahat seperti yang dialami oleh Daniel Bartlam.
Orang tua seharusnya lebih up to date terhadap perkembangan film-film masa sekarang daripada anak mereka, bukan malah sebaliknya. Misalnya, orang tua harus tahu bahwa meskipun film Deadpool adalah film superhero (atau antihero), bukan berarti anak mereka dapat menonton film Deadpool. Orang tua harus tahu bahwa film Deadpool telah diberi rating sebagai film Dewasa, yang berarti anak mereka harus berusia 17 tahun ke atas agar bisa menonton film tersebut.

www.pixabay.com

Namun, realitanya cukup menyedihkan. Masih banyak orang tua yang kudet atau kurang update dalam hal ini. Misalnya, teman dari orang tua saya yang juga memiliki anak mengajak anaknya untuk menonton film Deadpool di bioskop. Setelah selesai menonton film tersebut, ia mengungkapkan kekecewaannya di media sosialnya karena film tersebut mengandung banyak adegan kekerasan di dalamnya dan tidak layak ditonton oleh anaknya. Padahal, seperti yang kita ketahui, film Deadpool telah diberi rating Dewasa oleh LSF. Seharusnya, orang tua bisa lebih peka lagi dalam hal ini.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan mengenai hal ini? Bagi para remaja, tentu saja otak kalian sudah lebih matang dibandingkan dengan anak-anak. Remaja sudah bisa membedakan mana yang baik dan tidak, mana yang boleh dan yang tidak, dan lain-lain. Tentu saja, sudah seharusnya para remaja lebih sadar mengenai perihal rating film ini. Bagi remaja yang belum menginjak usia 17 tahun, sebaiknya bersabar terlebih dahulu bila ingin menonton film-film dewasa. Para orang tua juga harus meningkatkan pengawasan mereka terhadap anak-anaknya. Pihak bioskop juga seharusnya lebih tegas mengenai perihal rating film ini. Bioskop tidak boleh hanya mencari keuntungan semata, karena masa depan anak-anak Indonesia juga berada di tangan kalian.


Baca juga:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar