Kategori

2019/05/14

Resensi The Fault in Our Stars


The Fault in Our Stars



Judul : The Fault in Our Stars
Penulis : John Green
Kategori : Novel Remaja, Fiksi Realistis, Romansa
Penerjemah : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Penerbit : Qanita
Tebal Buku : 424 Halaman
ISBN : 978-602-1637-39-5
  

The Fault in Our Stars adalah novel keenam yang dikarang oleh penulis yang bernama John Green. Ia berasal dari Amerika Serikat. Ia merupakan seorang penulis dan YouTube video blogger, yang bertempat tinggal di Indiapolis, Amerika Serikat. Ia tinggal bersama dengan istri dan anak laki-lakinya.
John Green telah banyak memenangkan penghargaan, antara lain : Printz Medal, Printz Honor, Edgar Award dan telah menjadi finalis LA Times Book Prize. Novel ini merupakan novel fiksi terlaris yang telah terjual jutaan copy di seluruh dunia.
Novel The Fault In Our Star  mengisahkan tentang seorang gadis berusia enam belas tahun bernama Hazel Grace Lancaster, yang menderita kanker tiroid yang sudah menyebar hingga ke paru-paru sehingga ia butuh alat pernapasan dan tangki oksigen kemana pun ia pergi. Meski keajaiban medis mampu mengecilkan tumornya dan membuat Hazel bertahan hidup beberapa tahun lagi, Hazel Grace tetap putus asa. Hazel merasa tak ada gunanya lagi hidup di dunia.
Hazel hanya ingin menikmati sisa hidupnya dengan biasa-biasa saja, di antaranya dengan membaca dan menonton realityshow. Dia dipaksa oleh ibunya untuk menghadiri Grup Pendukung Anak-anak Penderita Kanker untuk menghilangkan depresi yang dialami oleh Hazel.
Pada mulanya, Hazel bermalas-malasan menghadiri kelompok ini, yang anggotanya tidak tetap; sebagian besarnya akan menghilang setiap pertemuannya karena keadaan mereka semakin parah, atau meninggal. Di sini, mereka saling mengenalkan diri dan juga menceritakan tentang penderitaan mereka mengenai penyakit yang dialami oleh masing-masing anggotanya. Dan setelah bergabung dengan Grup Pendukung Anak-Anak Penderita Kanker tersebut, apa yang Hazel lihat dan rasakan ternyata jauh seperti apa yang Hazel bayangkan sebelumnya. Singkat cerita, di kelompok ini dia bertemu dengan seorang pria bernama Augustus Waters yang juga tengah mengisi sisa-sisa hidupnya, sebagaimana Hazel.
Pribadi Hazel yang cendurung sinis dan pesimis berubah menjadi ceria dan berpikir positif, sejak berkenalan dengan Augustus Waters. Augustus Waters merupakan seorang cowok keren yang berusia tujuh belas tahun. Ia seorang mantan pemain basket yang menderita penyakit  osteosarkoma dan mengakibatkan satu kakinya harus diamputasi. Augustus datang di grup pendukung anak-anak penderita kanker atas permintaan temannya yang bernama Issac. Ia merupakan teman Augustus dan anggota grup pendukung anak-anak penderita kanker, Issac menderita penyakit tumor di salah satu matanya yang harus dioperasi beberapa minggu lagi sehingga akan membuat Issac kehilangan penglihatan.
 Sejak pertemuan di grup pendukung anak-anak penderita kanker, tumbuhlah perasaan suka di antara Augustus dan Hazel. Augustus melakukan pendekatan dengan Hazel dan mengatakan bahwa dia tampak seperti Natalie Portman di film V for Vandetta. Hazel dan Agustus setuju untuk saling membaca novel favorit satu sama lain. Augustus meminjamkan Hazel novel berjudul The Price of Dawn (Ganjaran Fajar), dan Hazel merekomendasikan novel berjudul An Imperial Affliction (Kemalangan Luar Biasa).
Augustus tertarik dengan buku yang dipinjamkan Hazel, ia tahu Hazel sangat penasaran dengan akhir cerita novel Kemalangan Luar Biasa yang menurutnya ambigu. Membuat Hazel ingin bertemu dengan sang penulis novel. Seminggu setelah itu, Augustus berhasil melacak keberadaan asisten Van Houten, Lidewij. Dari Lidewij, Augustus berhasil mengirim email. Dia memberitahu isi email Van Houten kepada Hazel dan Hazel membuat suatu daftar pertanyaan untuk dikirimkan kepada Van Houten, berharap dapat menjernihkan akhir cerita yang ambigu dalam novel Kemalangan Luar Biasa. Van Houten akhirnya menjawab email, tetapi dia mengatakan tidak bisa menjawab pertanyaan Hazel secara pribadi di email. Jika Hazel pergi ke Amsterdam, dia mengundangnya untuk mampir di rumah Van Houten, tetapi dia tidak bisa karena ibunya tidak punya cukup banyak uang untuk pergi ke Amsterdam.
Hazel menceritakan tentang isi balasan email itu pada Augustus. Agustus pun membantu Hazel dengan menggunakan permintaan miliknya untuk mewujudkan keinginan Hazel melalui organisasi bernama Yayasan Peri yang kerjanya mewujudkan satu keinginan anak sakit. Di tengah perjuangannya atas apa yang harus dilakukannya tentang Augustus, Hazel tiba-tiba mendapat kasus serius di mana paru-parunya dipenuhi cairan dan dia terpaksa dibawa ke ICU. Semenjak itu beberapa dokter Hazel tidak menyarankan dia untuk pergi ke Amsterdam, bagaimanapun juga Hazel tidak terlalu sehat untuk melakukan perjalanan itu. Tapi disisi lain Dr. Maria mengijikan Hazel untuk pergi ke Amsterdam karena menurutnya Hazel perlu bersenang-senang.
Perjalanan mereka cukup lancar untuk pergi ke Amsterdam. Tapi ketika Hazel dan Augustus bertemu Van Houten mereka baru mengetahui bahwa, Van Houten bukan seorang penulis produktif yang jenius, melainkan seorang pemabuk yang kejam dan mengaku tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan Hazel. Keduanya sangat kecewa, terutama Hazel yang sudah memakai permintaan Augustus. Tapi perjalanan mereka cukup menakjubkan. Setelah keluar dari rumah Van Houten, Lidewij mengajak mereka untuk berkunjung ke rumah Anne Frank. Awalnya Hazel tidak mau, karena dia ingin pergi bersama Van Houten, tapi ternyata Van Houten tidak diundang, dan mereka pergi ke rumah Anne Frank. Sayang sekali di sana sama sekali tidak ada lift, hanya ada tangga. Tapi Hazel bersikeras akan melanjutkannya sampai ke atas. Dan mereka berhasil, meskipun Hazel sedikit lelah.
Sebulan setelah perjalanan ke Amsterdam, Hazel dibangunkan oleh ponselnya dengan lagunya The Hectic Glow. Artinya Augustus meneleponnya atau seseorang menelpon dari ponselnya. Dan ternyata Augustus yang menelponnya. Dia menyuruh Hazel untuk ke jalur cepat di Eighty-sixth and Ditch, dan memintanya untuk membetulkan selang-G-nya yang keliru. Hazel akhirnya menelpon 911 untuk membawanya ke rumah sakit.
Augustus pulang dari rumah sakit beberapa hari kemudian. Augustus menyuruh Hazel untuk segera ke Jantung Harifiah Yesus. Untuk mendatangi pra-pemakanan dan membacakan pidato untuk Augustus. Augustus Waters meninggal delapan hari setelah pra-pemakanannya, ketika kankernya yang merupakan bagian dari dirinya, akhirnya menghentikan jantungnya.
Penilian dari Saya sebagai seorang pembaca novel ini adalah :
Kelebihan dari novel The Fault in Our Stars adalah alur cerita mudah dipahami meski alur maju mundur, dan alur tersebutlah yang membuat kita menjadi semakin penasaran. Perwatakan tokoh yang mudah dipahami. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari novel ini; ketegaran, pantang menyerah, kasih sayang orang tua, pengorbanan dan cinta sejati. Novel ini membawa pembaca ke dunia para karakternya, yang sanggup menghadapi kesulitan dengan humor-humor dan kecerdasan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar