Hikayat (berdasarkan KBBI) adalah karya
sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan
silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan
sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau
sekadar untuk meramaikan pesta.
Tidak
hanya berisi cerita tetapi juga di dalam cerita tersebut mengandung banyak
nilai kehidupan, misalnya nilai moral, sosial, agama, dan lain-lain.
Berikut
merupakan salah satu contoh hikayat yang cukup terkenal.
Contoh
Hikayat:
Lebai Malang
Maka inilah suatu bidal Melayu. Barang siapa rugi, atau tiada
sampai hajatnya, padahal bukan dengan sebab perbuatan orang lain, hanyalah
semata-mata kelengahannya sendiri, maka orang lain dapat, maka dikata oleh
orang Melayu: Lebai Malang. Maka demikian bunyi ceritanya konon:
Ada sorang lebai duduk pada antara dua kampong besar, yang
ramai orangnya, di tepi sungai. Maka pada suatu ketika, kedua buah kampong itu
berkenduri besar, memanggil orang besar-besar dan orang kaya-kaya, apa lagi fakir
miskin, hingga bahagia orang di dalam negeri itu.
Maka tatkala hari orang berkumpul akan makan dan mnum, maka
Lebai Malang itu pun pergilah. Maka halnya lebai itu, kedua kampong itu
memanggil dia. Maka tengah hendak pergi, dating pikiran yang tamak, berkata di
dalam hatinya.
“Aku ini dipanggil orang. Maka yang di pihak hulu itu dekat
sedikit, tetapi menyembelih seekor kerbau. Maka yang di pihak hilir ada
menyembelih dua ekor kerbau. Kalau aku minta di sebelah hilir, dapat dua
tanduk, jika minta di hulu, aku dapat
satu tanduk, tetapi masaknya sedap. Yang sebelah hilir masaknya kurang sedap,
karena aku biasa makan pada dua tempat itu.
Maka di dalam berpikir begitu, turunlah Lebai Malng berkayuh
dengan sampan jalur. Maka ada satu tanjung berkayuh ke hilir, terkenangkan
tanduk boleh dapat dua, pihak hulu dapat satu, tetapi masak-masaknya sedap. Maka
dipaling pula sampannya ke hulu, maka berkayuh dua tanjung, teringat pula,
bahwa pihak hilir kurang sedap masakannya.
Maka di dalam begitu, pulang balik dua tiga kali, kemudian
dikayuh terus ke pihak hulu. Maka serta sampai sudah berdiri amin, tuan imam
membaca doa, jadi terlepaslah yang sebelah hulu.
Maka berkayuh pula dengan sungguh-sungguh ke hilir. Maka serta
sampai, berdiri pula doa tuan imam di situ, jadi terlepaslah pula. Jadi kata
hatinya.
“Baik aku balik mengambil tali, supaya dapat ikan. Lebih-lebih
dijual, boleh dibuat lauk. Serta aku bawa anjing perburuan, kalau tak dapat
ikan, aku berburu pelanduk.
Maka di dalam berpikir begitu, berkayuhlah balik, mengambil
tali kail dengan mengambil nasi sejuk. Maka nasi sejuk itu dibungkus dengan
upih pinang, dengan sambal balacan di dalam tabung. Maka anjing itu pun ditaruh
di belakang sampan.
Serta sampai ke tempat mengail, maka berpancanglah di situ,
kaail pun dicampakkan dengan umpannya siput. Maka tatkala kail sudah di dalam
air, maka perut pun lapar, lalu membuka upih, tempat nasi itu.
Maka mengambil tabung itu, diketuk-ketukkan pada tepi sampan,
dituntung-tuntung. Tiba-tiba terpacul sambal itu, jatuh ke dalam air.
Maka Lebai itu pun menyelup ke dalam air hendak mengambil
sambal, yang jatuh itu. Serta tanduk kepala, tangan pun menyelup ke air, anjing
pun lompat makan nasi.
Maka jadi terlepas hajatnya semuanya. Jadi, dikata orang, “Lebai
Malang.” Hingga masa ini dijadikan
bahasa Melayu, kepada siapa, yang begitu halnya, dikatalah “jadi Lebai Malang.”
Demikian ceritanya.
Sumber: Garis Besar Sejarah Sastra Indonesia, 2002