A. Sudut Pandang Pengarang
Sesuai
sebutannya, sudut pandang dalam cerita pendek adalah posisi pengarang dalam cerita. Dalam cerpen
sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga (dia-an, nama
tokoh) atau orang pertama (aku-an). Dengan sudut pandang orang pertama,
pengarang akan menyebut dirinya sebagai “aku”. Sementara itu, dengan sudut
pandang orang ketiga, pengarang akan berada di luar tokoh-tokoh dengan
menggunakan kata ganti “dia”.
Perhatikan perbandingan berikut ini!
·
Sudut pandang orang pertama pelaku utama:
Aku menghela
napas panjang, bersandar di bawah pohon, menatap dedaunan di senja yang
sepiitu. Tiba-tiba, aku teringat kenangan saat menjadi siswa SMP dulu. Rasanya
begitu menyenangkan. Aku tersenyum kecil dan memejamkan mata. Meresapi
kenangan itu lebih dalam, diiringi sepoi angin yang menenangkan.
·
Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan:
Di dunia ini ada beberapa orang yang sangat aku
kasihi, salah satunya adalah teman baikku yaitu Nita. Nita sosok
yang biasa saja. Dia tidak terlalu menonjol di antara yang lain baik
fisik maupun kecerdasan tapi entah mengapa aku begitu cocok apabila
bermain dan berbicara semua isi hatiku. Dia selalu sabar
mendengarkanku dan tak jarang ia selalu memberikan solusi apabila
aku merasa pusing menghadapi masalahku.
·
Sudut pandang orang ketiga:
“Kalau hasil kita banyak terus, enak,
ya?” tegur Salim kepada Kardi.
“Ya, hidup kita bisa sedikit senang. Tapi sekarang panen ikan baru
seminggu saja sudah habis, dan hasil kita tidak selalu banyak. Dulu, sebelum
ada pukat harimau panen ikan dapat kita nikmati sampai kira-kira tiga bulan.
Waktu itu hasil tangkapan kita dapat untuk membeli apa-apa, sedangkan sekarang
dapat kau lihat sendiri. Kita semakin melarat saja. Untuk membeli perlengkapan
perahu saja sangat sulit,” keluh Kardi.
Mereka terus mengobrol sampai senja
berganti petang.
·
Sudut pandang orang ketiga serba tahu:
Satrio tidak
percaya ia dapat dikalahkan oleh anak SMP! Mana mungkin dirinya
yang hebat itu bisa tunduk oleh anak kecil semacam itu? Siapa anak itu
sebenarnya? Satrio benar-benar tidak habis pikir. Kacau hatinya
gara-gara peristiwa ini. Semua terasa salah di matanya. Ia berkeinginan
meluapkan marahnya kepada siapa saja.
B. Latihan menentukan sudut pandang cerita.
Tentukan sudut
pandang dari cuplikan-cuplikan cerpen berikut!
1. Udara seperti membeku di Edelweiss
Room, sebuah kamar rawat inap, di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat
tidur yang serba putih, Novia terbaring beku dalam waktu yang juga membeku. Ia
tidak berani menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati
angka dua belas, makin mendekati ajal yang bakal menjemputnya.
2. Kalau benar begitu, apalagi yang
sekarang mereka sakitkan hati? Aku telah lama mengubah sikapku. Tiap ada derma,
aku sumbang. Tiap kesusahan, aku tolong. Tidak seorang pun dari mereka yang
tidak kuundang dalam pesta tadi malam. Kau lihat, kan? Tiga teratak itu penuh
mereka banjiri. Aku yakin mereka telah menerimaku, memaafkanku.
3. Kalau tidak, tentu telah berkurang
satu lowongan kerja untuk tukang kebun keliling seperti dia. Dua hari yang lalu
itu kukemas pakaian-pakaian bekas anak-anak yang sudah tidak muat lagi mereka
kenakan. Aku yang menyisihkan pakaian-pakaian tua milikku, begitu juga milik
istriku. Pakaian-pakaian bekas itu kebrikan kepadanya, di samping upah yang dia
terima. Kami sebenarnya bukanlah orang yang mampu. Tapi kebiasaan seperti itu
telah ditanamkan orang tuaku sejak aku kecil.
4. “Pak, pohon pepaya di pekaranganku
telah dirobohkan dengan tak semena-mena, tidaklah sepatutnya hal itu
kulaporkan?”
“Itu
benar, tapi jangan melebih-lebihkan. Ingat, yang harus diutamakan adalah
kerukunan kampong. Soal kecil yang dibesar-besarkan bias mengakibatkan
kericuhan dalam kampong. Setiap soal mesti diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Tidak boleh main seruduk. Masih ingatkah kau pada peristiwa Dullah dan Bidin
tempo hari? Hanya karena soal dua kilo beras, seorang kehilangan nyawa dan yang
lain meringkuk di penjara.