Cinta
yang Tak Terduga
www.google.com |
·
Judul
buku : The Architecture of Love
·
Pengarang : Ika
Natassa
·
Penerbit : PT Gramedia, Jakarta
·
Editor : Rosi L. Simamora
·
Desain
sampul : Ika Natassa
·
Ilustrasi
isi : Ika Natassa
·
Jumlah
halaman : 304 halaman
·
Berat
buku : 250 gr
·
Ukuran
buku : 13,5 cm x 20 cm
·
Tahun
penerbitan : 2016
Ika Natassa adalah seorang banker dengan hobi
menulis dan fotografi. The Architecture of Love adalah novel kedelapannya
setelah A Very Yuppy Wedding (
Gramedia Pustaka Utama, 2007 ),
Divortiare ( Gramedia Pustaka Utama, 2008 ), Antologi Rasa (
Gramedia Pustaka Utama, 2011 ),
Twivortiare ( Gramedia Pustaka Utama, 2012 ), Twivortiare 2 ( Gramedia Pustaka Utama, 2014 ), Critical Eleven ( Gramedia Pustaka
Utama, 2015 ), dan Underground ( Gramedia Pustaka Utama,
2016 ). AVYW menjadi Edior’s Choice
Majalah Cosmopolitan Indonesia tahun 2008, Ika Natassa dinominasikan sebagai
Talented Young Writer dalam penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2008.
Tahun 2015 dia menjadi salah satu anggota delegasi penulis Indonesia yang
menghadiri Frankfurt Book Fair. Antologi
Rasa dan Twivortiare sedang
diadaptasi menjadi film layar lebar, sementara Critical Eleven sudah
diadaptasi menjadi film layar lebar pada tahun 2017. Antologi Rasa juga sedang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Tahun 2004 Ika Natassa menjadi salah satu finalis Fun Fearless Female Majalah
Cosmopolitan Indonesia, dan tahun 2010 memperoleh penghargaan Women Icon dari
The Marketeers. Tahun 2013 dia mendirikan LitBox, layanan berlangganan surprise
box berisi buku-buku fiksi terpilih yang pertama di Indonesia.
Novel The Architecture of Love dilapisi dengan soft cover
dengan gaya klasik yang berwarna dasar cokelat keabu-abuan dengan latar
belakang kota New York. Namun, cover buku ini kurang menarik perhatian karena
warnanya yang gelap sehingga kurang mencolok dan menarik perhatian. Meski
demikian, gambar pada cover buku ini simple tetapi unik. Cerita The Architecture of Love ini berakhir dengan happy ending dengan akhir
yang tidak tertebak, membekas di hati, dan juga membuat pembacanya ikut terbawa
suasana. Banyak kabar bahwa cerita The Architecture of Love ini akan difilmkan,
namun masih belum dipastikan kapan. Ukuran buku ini pas karena tidak terlalu
besar dan tidak terlalu kecil sehingga mudah dibawa-bawa. Ukuran tulisannya pun
juga pas, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil sehingga pembaca tidak mengalami
kesulitan dalam membaca. Di buku ini terdapat beberapa sketsa bangunan kota New
York yang sederhana tapi mengagumkan. Meski hanya berupa sketsa yang diprint,
tapi hal itu bisa membuat pembaca membayangkan seperti apakah tempat aslinya
dan bahkan mengaguminya walaupun baru melihat sketsa tersebut untuk pertama
kalinya.
Cerita di buku ini ditulis dengan bahasa sederhana yang
mudah dimengerti karena menggunakan bahasa sehari-hari (bukti kutipan : “ Gue
traktir terima aja,kali, Ibu Erin, rezeki nggak boleh ditolak”) . Ada beberapa
kata yang menggunakan bahasa Inggris sehingga bisa melatih pengetahuan bahasa
Inggris para pembacanya ( bukti kutipan : “Writing is one of
loneliest profession in the world. Ketika sedang menulis, hanya ada sang
penulis dengan kertas atau mesin tik atau laptop di depannya, hubungan yang
tidak pernah menerima orang ketiga” )
Tokoh yang ada dalam cerita jumlahnya juga pas dan tidak terlalu banyak
sehingga tidak membuat pembaca pusing ( Raia,River,Erin, Aga, mama River,
mamaw, Mimi ). Nama-nama tokohnya pun menggunakan nama yang unik ( Raia dan
River ). Cerita ini beralur campuran karena ada beberapa kilas balik masa lalu
tokoh ( “Tiga tahun yang lalu, kami sedang di mobil, dalam perjalanan ke
Bandung, aku batuk-batuk karena kerongkonganku kering, lalu dia membuka sabuk
pengamannya untuk mengambilkan botol minum di kursi belakang.”). Latar cerita
ini juga menarik yaitu New York (“Raia menjadikan setiap sudut New York
‘kantornya’.”) Penulis banyak menceritakan gedung-gedung terkenal yang membuat
pembacanya menjadi ikut tahu dan mengenalnya (“Pertama kali kita tiba di New
York, yang pertama kita lihat adalah Grand Central Terminal kalau kita naik
kereta, atau Queensboro Bridge yang menyambut kita masuk Manhattan”) . Ceritanya
pun juga sangat menguras emosi. Pembaca ikut terbawa perasaan, ikut merasa
sedih, senang, dan juga kesal karena penulis menggunakan pilihan kata yang
tepat dan tidak bertele-tele (“Gampang, yang penting kamu hangat dulu”). Tema
dari cerita ini adalah percintaan / romance antara dua orang yang sudah dewasa,
yang sama-sama sudah pernah menikah, namun kini hidup sendiri. Meskipun tentang percintaan orang dewasa,
tetapi cerita ini masih berada dalam batas yang wajar yang cocok dibaca oleh
remaja.
Setelah membaca buku ini, banyak nilai-nilai hidup yang
bisa diambil yaitu kita harus bisa berdamai dengan masa lalu, melupakan apa
yang pernah dialami agar bisa melanjutkan hidup dengan bahagia ; kita harus
berani membuka diri dengan orang baru ; jangan malu untuk mengungkapkan apa
yang kita rasakan sehingga nantinya kita tidak menyesal ; jangan meninggalkan
orang lain tanpa kabar dan alasan karena hal itu akan menyakiti perasaan orang
lain; kita harus jujur terhadap diri kita sendiri, kita tidak bisa membohongi
perasaan kita atas apa yang kita rasakan.
Buku ini cocok untuk remaja karena bercerita tentang
kisah cinta yang sering dialami oleh remaja. Cocok juga dibaca untuk orang
dewasa karena tokoh dalam cerita ini merupakan dua orang dewasa yang pernah
menikah namun kini hidup sendiri, karena pasangannya meninggal; dan bercerai.
Selain itu juga dibahas tentang dilema dalam menjalani pekerjaan yang biasa
dialami oleh orang dewasa.
Saya memilih buku ini karena saya dengar dari teman-teman
saya yang sudah membaca buku ini bahwa buku ini bagus, menarik, dan menguras
emosi yang memang ternyata benar. Saya juga sering melihat buku ini ada di rak
best seller. Saat membaca sinopsisnya pun saya mulai tertarik hingga akhirnya saya
memilih buku ini. Dan ternyata benar. Buku ini memang menguras emosi dan sangat
membekas di hati.
*** Selamat Membaca ***
www.pixabay.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar