Kategori

2019/03/15

Penokohan Cerpen

A.     Penokohan

Penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh-tokoh. Ada berbagai cara untuk mengambarkan karakter tokoh. Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah cuplikan berikut.

Deg! Jantung Leya bagai berhenti berdetak beberapa saat dan berdebur keras, menyesakkan napasnya. Tubuhnya tegak kaku di bangkunya. Cuma matanya berputar cepat, memandang katiga orang yang duduk di sekitarnya dengan perasaan campur aduk: cemas, gelisah, juga penasaran.
Sejenak muncul keraguan di hatinya, tak percaya pada apa yang ditulis gadis itu. Tapi sikap gadis itu, ketakutan yang terpancar jelas di wajah dan matanya, menghapus keraguan Leya. Ia yakin, sangat yakin, gadis itu benar-benar dalam bahaya. Tapi bahaya apa? Dan, apa dia mau menolong?
Leya menundukkan kepalanya, berpura-pura membaca, lalu berusaha menenangkan perasaannya dengan menarik napas dalam-dalam dan mencoba memikirkan bagaimana ia harus bersikap. Seluruh kegembiraannya dalam perjalanan liburan ini, lenyap sudah. Ketenangannya betul-betul terganggu.

Dalam cuplikan cerita tersebut, pengarang begitu cermat menggambarkan watak tokoh Leya sehingga pembaca mendapatkan gambaran yang sejelas-jelasnya tentang suasana hati tkokoh tersebut memalui gerak-geriknya. Dari penggambaran itu, dapat diketahui sikap tokoh yang cemas, gelisah, penasaran, dan ragu-ragu.

Cara Penggambaran Tokoh
Contoh
Watak
1. Disebutkan langsung oleh pengarang
Tono memang penyabar, walaupun dihina temannya hamper setiap hari, ia tidak pernah sakit hati. Ia tetap bergaul, seolah-olah tanpa ada masalah di antara mereka.
Tono: penyabar
2.   Tanggapan, penceritaan oleh tokoh lain
Debby selalu memuji-muji adiknya, Lina, yang menurutnya paling pintar sedunia. “Adikku, saying. Kamu memang pintar dan rajin. Kakak salut, kakak bangga. Tentu mama pun yang ada di dunia sana bahagia melihat prestasimu itu.”
Lina: pintar, rajin
3.   Dilukiskan melalui perkataan, pikirannya
Aku ingin membeli pakaian yang seperti kamu beli kemarin. Gak apa-apa walaupun harus pinjam sama kakakku. Yang penting pakaian itu bias kumiliki.
Aku: berlebihan, boros, ambisius
4.   Dilukiskan melalui perilakunya
Radi duduk dengan santai walaupun di hadapannya ada mertua dan adik-adiknya. Kakinya diangkat sebelah ke tangan kursi di sebelahnya.
Radi: tidak tahu etika, sombong
5.   Digambarkan melalui keadaan lingkungannya
Sampah bungkus makanan dibiarkan berserakan di bawah ranjangnya. Piring kotor berserakan di samping meja. Sepertinya bagi Dika kondisi kamarnya yang seperti itu sudah biasa.
Dika: jorok, masa bodo


B.      Latihan menentukan penokohan cerita.

Tentukan penokohan dari cuplikan-cuplikan cerpen berikut!

1.  “Ya, mau bayar berapa saja, Mas,” ucapnya di tikungan terakhir menuju kampungku. “Lebih enak jalan kaki,” jawabku terengah-engah. Aku merasa menang.
Aneh, dia seperti tak hendak menghentikan becaknya. Mungkin dia sedang menguji mentalku, atau malah menyesali perbuatannya? Peduli amat, apakah dia terus membuntuti aku atau tidak, sejauh dia masih mengayuh becak di jalan yang layak dilewatinya.
Begitu emmasuki gapura kampong, tangan kiriku kutarik dari saku celana. Dua keping logam ratusan rupiah terloncat  dan menggelinding masuk selokan. Ah, biarin.
Aku menoleh ke tukang becak yang berhenti tepat di depan gapura kampong. Ia turun dan berdiri di sana sambil tetap memegangi kemudi becak. Sambil berjalan aku menoleh kembali, dia tetap diam bagaikan sebuah monumen. Sesampai di rumah aku ceritakan pengalamanku pada ibu. Lama ibuku terdiam dan menatapku dan baru kemudian berkata, “Rasanya kamu perlu mencoba jadi tukang becak.”

2.      Udara seperti membeku di Edelweiss Room, sebuah kamar rawat inap, di RS         Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring   beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung lagi berapa   kali  jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, makin mendekati    ajalyang  bakal menjemputnya.
Dokter telah memprediksi usianya tinggal sekitar sebulan karena leukemia yang akut, dan satu-satunya yang ia tunggu dari kekasihnya adalah sekuntum mawar biru. A, mawar biru. Bukan mawar merah atau putih. Dan, hanya sekuntum, bukan seikat atau sekeranjang.
Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda, sebenarnya tidak yakin. Yang pernah ia lihat adalah mawar merah, putih, atau kuning. Ketiganya tumbuh dan berbunga lebat di halaman rumahnya. Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin. Bunga berwarna biru yang pernah ia lihat hanya anggrek bulan dan anyelir. Itu pun bukan persis biru, tapi keunguan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar