Kategori

2019/03/15

Amanat Cerpen

A.  Amanat Cerpen

 Dalam cerpen, nilaiyang berharga sering berupa amanat atau pesan-pesan. amant suatu cerita pendek atau cerpen selalu berkaitan dengan temanya. cerpen yang bertema percintaan, amanatnya tidak akan jauh dari pentingnya kita saling menyayangi dan mengasihi sesame ciptaan Tuhan. Cerpen yang bertema ketuhanan, amanatnya berkisar tentang pentingnya bertakwa kepada Tuhan. Dengan pesan-pesannya itu, cerpen sungguh bernilai. Kita memperoleh hiburan sekaligus pesan-pesan berharga untuk bisa menjadi lebih baik dalam kehidupan.

Perhatikan cuplikan berikut!

Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.
Tetapi Haji Saleh ingin juga kepastian, apakah yang dikerjakannya di dunia ini salah atau benar. Tetapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan, ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka itu.
“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?” Tanya Haji Saleh.
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga mereka itu kocar-kacir selamanya. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memedulikan mereka sedikit pun.”

Dari dialog para tokohnya, dapat diketahui bahwa cuplikan tersebut bertema tentang tata cara menyembah Tuhan yang benar. Berkaitan dengan tema tersebut dapat diketahui bahwa amanat cuplikan tersebut adalah “hendaknya menyembah Tuhan secara benar, yakni tidak mementingkan keselamatan diri sendiri agar selamat dari neraka; harus pula ia memedulikan sesame.”


B.   Latihan menentukan amanat cerita.

Tentukan amanat dari cuplikan-cuplikan cerpen berikut!

1.      “Ya, mau bayar berapa saja, Mas,” ucapnya di tikungan terakhir menuju kampungku. “Lebih enak jalan kaki,” jawabku terengah-engah. Aku merasa menang.
Aneh, dia seperti tak hendak menghentikan becaknya. Mungkin dia sedang menguji mentalku, atau malah menyesali perbuatannya? Peduli amat, apakah dia terus membuntuti aku atau tidak, sejauh dia masih mengayuh becak di jalan yang layak dilewatinya.
Begitu emmasuki gapura kampong, tangan kiriku kutarik dari saku celana. Dua keping logam ratusan rupiah terloncat  dan menggelinding masuk selokan. Ah, biarin.
Aku menoleh ke tukang becak yang berhenti tepat di depan gapura kampong. Ia turun dan berdiri di sana sambil tetap memegangi kemudi becak. Sambil berjalan aku menoleh kembali, dia tetap diam bagaikan sebuah monumen. Sesampai di rumah aku ceritakan pengalamanku pada ibu. Lama ibuku terdiam dan menatapku dan baru kemudian berkata, “Rasanya kamu perlu mencoba jadi tukang becak.”

2.      Kalau tidak, tentu telah berkurang satu lowongan kerja untuk tukang kebun keliling seperti dia. Dua hari yang lalu itu kukemas pakaian-pakaian bekas anak-anak yang sudah tidak muat lagi mereka kenakan. Aku yang menyisihkan pakaian-pakaian tua milikku, begitu juga milik istriku. Pakaian-pakaian bekas itu kebrikan kepadanya, di samping upah yang dia terima. Kami sebenarnya bukanlah orang yang mampu. Tapi kebiasaan seperti itu telah ditanamkan orang tuaku sejak aku kecil.

3.       “Kalau hasil kita banyak terus, enak, ya?” tegur Salim kepada Kardi.
“Ya, hidup kita bias sedikit senang. Tapi sekarang panen ikan baru seminggu saja sudah habis, dan hasil kita tidak selalu banyak. Dulu, sebelum ada pukat harimau panen ikan dapat kita nikmati sampai kira-kira tiga bulan. Waktu itu hasil tangkapan kita dapat untuk membeli apa-apa, sedangkan sekarang dapat kau lihat sendiri. Kita semakin melarat saja. Untuk membeli perlengkapan perahu saja sangat sulit,” keluh Kardi.
“Kau sudah mendengar tentang perkelahian antara nelayan kecil melawan nelayan pukat harimau di pantai Jepara yang berakhir dengan tragedy pembunuhan?”
“Itu persoalannya juga seperti yang kita alami. Siapa orang yang tidak jengkel kalau sumber pangannya dirampok oleh orang lain? Kalau kita tidak sabar-sabar mungkin sejak dulu-dulu kita sudah bentrok dengan para perampok itu.”

 

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar