Kategori

Tampilkan postingan dengan label Cerita Rakyat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Rakyat. Tampilkan semua postingan

2018/04/12

Legenda Kota Cilegon

Legenda Kota Cilegon

sumber: pixabay.com

Alkisah di sebuah kampung kecil, hiduplah dua orang kakak beradik yang amat akrab namun suka membuat onar, sehingga mereka kurang disukai oleh warga kampungnya. Sang kakak bernama Cai dan sang adik yang bernama Laguna. Mereka hidup sederhana dan saling menyayangi satu sama lain. Tetapi, mereka belum mempunyai keluarga masing-masing karena mereka berdua belum memiliki pasangan hidup yang tepat bagi mereka.
Konon, di kerajaaan dekat kampung mereka hiduplah seorang raja yang memiliki seorang putri yang amat menawan dan baik hati. Ajeng namanya, ia adalah putri yang disukai oleh semua pemuda desa karena kecantikannya dan kelembutan hatinya. Pernah dikatakan bahwa putrid Ajeng sering memberi sedekah bagi rakyatnya yang miskin dan tidak memiliki pekerjaan. Kabar tersebut pun sampai kepada dua saudara tersebut dan membuat kedua kakak-beradik itu tertarik kepada sosok putri Ajeng.
Keesokan harinya, Caidan Laguna yang malamnya sudah berencana untuk pergi ke istana raja akhirnya berangkat. Mereka berniat untuk dating dan melamar putri Ajeng. Meskipun mereka akrab, tetapi kakak-beradik ini tidak segan-segan jika sedang bersaing. Perjalanan ke kerajaan tempat sang putri yang sangat ayu dan murah hati tersebut bertempat tinggal bukanlah perjalanan biasa yang mudah dan sebentar . Begitu banyak rintangan dan hutan – hutan lebat dengan pohon – pohon besar dan langka mereka lalui termasuk beberapa orang yang mencoba merampok dan membunuh mereka .
Kemudian, setelah satu hari yang begitu melelahkan dan penuh perjuangan , mereka memutuskan untuk bermalam dibawah sebuah pohon rindang ditakuti oleh masyarakat setempat . Karena mereka bukan berasal dari daerah tersebut , maka berita ini tidaklah mereka ketahui dan mereka menggunakan pohon ini sebagai tempat persembunyian dan istirahat . Setelah tertidur lelap , ternyata sekelompok warga dari kampung dekat hutan tempat pohon gaib tersebut hidup , mendatangi mereka lalu diam – diam merampas semua barang mereka lalu membawa mereka ke kampung untuk diikat dan dicari tentang identitas nya karena warga heran dengan kedua orang yang begitu berani beristirahat dibawah pohon gaib yang berkekuatan mistis serta menganggu ketenangan warga yang takut akan diberi kutukan oleh pohon tersebut .
Sesampainya di kampung kecil di dekat hutan tersebut , sang kepala suku yang begitu dihormati bernama Mbah Garo. Mbah Garo yang begitu bijaksana pun membangun kan mereka lalu memberi tahu mereka tentang pohon itu. Dengan suara yang begitu kecil dan serak, “ Nak , kalian harus tau bahwa pohon ini begitu kuat dan gaib. Tidak sembarang orang dengan sembarang niat boleh memanfaatkan kekuatannya . Hanya yang terpilih diperbolehkan menggunakannya. ” Pagi hari pun tiba , seluruh barang mereka dikembalikan lalu mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan dua kuda yang begitu kuat dan setia .
Sesampainya di istana raja mereka pun langsung mencari putrid Ajeng dan akhirnya mereka menemukan putrid Ajeng. Mereka pun langsung mencoba melamar putrid Ajeng. Kecantikannya membuat mereka tidak peduli lagi satu sama lain. Namun tanpa disangka, putrid Ajeng pun menolak lamaran mereka. Laguna pun berkata “Wahai putri, tidak bisakah kau beri kami satu kesempatan saja?” putrid Ajeng pun berkata dengan tegas “Baiklah kalau itu maumu! Aku akan berikan satu syarat, bagi siapa di antara kalian yang dapat membawa pohon baja ke istana raja, akan kuterima lamaran itu!” Cai pun berkata “Baiklah putri daku tidak akan mengecewakanmu.” Mereka pun langsung berangkat dari istana raja mencari pohon baja tersebut.
Saat di perjalanan mereka pun bingung bagaimana mencari pohon baja tersebut. Namun tiba – tiba mereka teringat tentang pohon gaib yang dibicarakan Mbah Garo. Mereka pun akhirnya menuju ke tempat pohon gaib itu. Sesampainya di sana, mereka melihat pohon gaib tersebut, Caidan Laguna pun saling bersaing untuk mengambil pohon gaib itu. Lalu, mereka memberanikan diri untuk menebang pohon tersebut, mereka lupa akibat yang akan di timbulkan jika mereka menebang pohon tersebut. Karena mereka menebang pohon gaib,pohon bajamaka mereka salah satu dari mereka terkena imbasnya.
Ternyata, Lagunalah yang sial terkena imbasnya. Cai tidak terima atas kematian laguna, karena baginya, ini adalah kesalahan mereka berdua. Setelah kematian Laguna Cai menjadi sosok yang murung dan setiap saat selalu menangis. Dari air mata yang ia keluarkan setiap hari akhirnya terbentuk rawa. Karena inilah dulu sebagian dari daerah Cilegon terdiri atas rawa dan sedikit perkampungan/pemukiman.
Nama kampun gkecil yang dikelilingi rawa itu diambil dari nama mereka yaitu Cai dan Laguna yang digabungkan menjadi CILEGON. Cai yang berarti air dan Laguna yang berarti lengkungan.

sumber: pixabay.com

Legenda Graha Raya

Legenda Graha Raya

sumber: pixabay.com

                “Jauh sebelum bangunan – bangunan yang penuh sesak dan tertata rapi, kendaraan yang terus masuk dan keluar membuat jalanan penuh sesak dan udara yang dapat membuat seseorang yang tidak mempunyai penyakit asma pun sesak nafas seakan tidak ada oksigen disekitarnya. Sekarang adalah tahun 2016, jaman sudah semakin berkembang saat ini sampai semua orang melupakan nama Graha Raya yang merupakan kerajaan terbesar yang terlupakan, tidak ada yang mengingat nama Graha Raya kecuali sebuah perumahan yang terbilang ‘cukup’ bagus untuk ditempati.
            “Mari sedikit kita putar waktu dimana Graha Raya masih dalam masa kejayaannya.

Sekitar tahun 1540
            Terdapat sebuah kerajaan yang sangat besar dan tertutup. Tidak ada yang mengetahui seperti apa yang ada didalam kerajaan tersebut. Kerajaan yang disebut oleh banyak orang merupakan Graha yang berarti buaya dalam bahasa kawi.
            Buaya sendiri merupakan lambang dari kerajaan besar tersebut, tidak ada yang tahu kenapa tetapi patung buaya emas biru yang besar berada pada gerbang pintu masuk kerajaan. Pintu tersebut tidak pernah terbuka, orang asli Indonesia pun tidak pernah melihat kedalam Graha, mereka hanya melihat gerabng megah dengan banyak para pria yang membawa tombak di punggungnya dan panah ditangan mereka.
            Ketika Indonesia akan dilanda dengan masalah besar karena kedatangan negara asing yang ingin menaklukkan Indonesia yang kaya akan berbagai sumber daya alam, semua orang di Indonesia menerima mereka dengan hangat. Lain dengan Kerajaan Graha yang menolak mentah – mentah orang asing tersebut. Orang awam mengatakan bahwa hanya orang gila yang mau menawarkan jasa kepada Kerajaan Graha karena kerajaan tersebut seakan memiliki segala apa yang mereka butuhkan seperti, tentara, makanan, minuman, dan semua yang dbutuhkan oleh orang – orang lain.
            Ketika penjajah mulai kelar dari topengnya dan menyusup dengan mudahnya ke dalam Indonesia, Graha merupakan Kerajaan yang tidak dapat mereka tandingi. Ketika para penjajah mendatangi Graha tiba – tiba saja pintu besar tersebut terbuka dan sekitar 80 tentara keluar menggunakan tameng dengan membentuk formasi persegi dengan berisi 40 orang tiap persegi.
            Kondisi sekitar Graha sangatlah tidak bagus berbeda dengan tembok – tembok penghalang Kerajaan Graha yang masih putih cermelang. Kondisi sekitar sudah penuh dengan orang – orang yang mengumpat, rumah – rumah yang sudah rubuh dan pohon – pohon yang sudah ditebang.
            Pria asing yang berasal dari negara lain itu maju. Dilihat dari gayanya berjalan dan gestur tubuhnya pria itu seakan mengatakan dalam diam bahwa dia adalah orang yang bertanggung jawab dari pada tentara bodoh lainnya yang sedang berdiri memegang senjata dan yang berada dalam tank besar.
            Whusp. Panah tertancap ditanah tepat didepan kaki pria asing tersebut.
            “JANGAN MENDEKAT!” kata salah satu pria diantara 80 tentara kerajaan Graha. “PERGILAH ATAU KALIAN AKAN MENYESAL” ingat pria tersebut.
            Kebodohan yang diambil oleh para tentara asing adalah mereka tertawa. Pria yang merupakan penanggung jawab tersebut tertawa paling pertama lalu dilanjuti oleh anak buahnya yang lain, sangat menunjukkan bahwa mereka takut kepada si penanggung jawab.
            “KALIAN KIRA KAMI TAKUT? MENYERAHLAH KALIAN! KAMI SUDAH MELULUHTATAHKAN NEGARA KALIAN” balas pria tersebut menggunakan logat asingnya yang sangat kental seakan seperti orang yang baru belajar bahasa Indonesia kemarin sore. Dengan satu kode dari si penanggung jawab, tentaranya maju dengan gerakan yang cepat.
            Kesalahan besar. Tentara – tentara orang asing tersebut tidak lebih dari 80 menyebabkan mereka kalah dengan mudah. Tentara Graha yang berada di atas pembatas tembok sudah menyiapkan panahnya dan bekerja 2 kali lipat cepat untuk menembaki musuh. 80 tentara yang berada di hadapan tentara asing membuka tamengnya dan ternyata tentara Graha menambah menjadi 2 kali lipat juga.
            Tidak memerlukan waktu yang lama tank hancur karena tombak besi yang tertancap di roda tank, para bawahan si penangung jawab sudah tergeletak di tanah dengan penuh darah. Si penanggung jawab melihat kejadian tersebut langsung takut dan berlari. Nasib si penanggung jawab tidak baik, mereka membawa orang asing tersebut kedalam Graha untuk ditanya dan dibunuh dengan pantas dan lama.
            Semua akan mengira bahwa Graha memiliki tentara terbaik dan sempurna, tetapi mereka telah membuat kekeliruan karena mereka tidak melihat ada sebuah anak lelaki masuk kedalam gerbang tersebut dan mencari keamanan untuk diirnya sendiri –“

            “Ibu! Ibu!” teriak seorang siswa
            “Ada apa Jose?” jawab orang yang dipanggil oleh siswa tersebut.
            “Saya kurang mengerti. Jadi sebenarnya Graha itu apa?” katanya dengan polos, Pertanyaan Jose membuat seluruh kelas mengeluarkan ejekan dan kemarahan.
            “WEI! Dengerin aja dulu ceritanya Ibu Cathie!” teriak salah satu siswa
            “Hadeh, gak usah dijelasin lah bu, lanjutin aja!” balas lagi salah satu siswi
            “Jadi, Graha itu merupakan salah satu kerajaan di Indonesia tetapi orang – orang yang tidak tahu akan fakta tersebut karena mereka tidak pernah melihat Graha kecuali gerbang depannya saja” Jelas salah stau siswa yaitu Leandro, sontak saja semua siswa dan siswi dikelas tertawa akan nada cara Leandro berbicara.
            “Sudah! Sudah! Biarkan ibu lanjutkan bercerita tentang Graha Raya” perintah Ibu Cathie. “Jadi,

            Lelaki yang merupakan penyusup itu cukup lihai dalam berlari. Dia merupakan lelaki yang telah diperbudak 1 tahun, makan dan minum yang lelaki tersebut dapat sangat tidak pantas disebut makanan dan minuman sehingga membuat tubuhnya kurus bukan main. Ketika lelaki tersebut melihat gerbang Graha terbuka lelaki itu beranggapan bahwa ini merupakan peluang emas, jika dia bisa masuk kedalam Graha mungkin hidupnya akan lebih baik tetapi jika dia tidak sengaja mati tertembak panah – itu tidak akan pernah terjadi karena pemanah tentara Graha sangat lihai – maka itu tidak menjadi masalah baginya karena menurutnya lebih baik dia mati dari pada diperbudak oleh sekumpulan orang asing tidak punya hati dan akal sehat yang benar.
            Ketika lelaki tersebut masuk kedalam gerbang, lelaki tersebut tidak langsung masuk kedalam Graha lebih jauh. Lelaki itu melihat pertempura sampai akhir, melihat darah dan pembunuhan sudah menjadi kesehariannya di tempat perbudakannya sehingga melihat pertempuran tersebut bukan lah sesuatu yang menjijikan baginya. Melihat pasukan Graha menang membuat lelaki tersebut senang bukan main. Lelaki melihat pria sombong yang selalu mencambuknya diseret kedalam Graha dengan kondisi yang sangat tidak baik. Si penanggung jawab tersebut mengalami memar parah dimuka dan kaki yang sengaja dipatahkan oleh salah satu tentara Graha.
            Para tentara masuk dengan saling melindungi satu sama lain, tameng yang dibuat 180 derajat dibuat untuk para prajurit tidak mengenai tembakan tiba – tiba dari tentara lain yang tidak diketahui. Ketika gerbang ditutup laki – laki itu menahan nafas karena para tentara berjalan ke arahnya. Kaki lelaki tersebut dengan gesitnya lari mencari persembunyian yang baik. Tentara tersebut berjalan kearah persembunyiannya dan lewat begitu saja didepan lelaki kecil tersebut yang sembunyi diantara semak – semak. Melihat para tentara tersebut menjauh, lelaki tersebut mengikuti dibelakang dengan hati – hati.
            Didalam perjalanannya di dalam Graha, dia melihat berbagai rumah – rumah kecil yang indah dan beberapa dari rumah tersebut keluarlah anak – anak yang lebih tua darinya bahkan ada ayng lebih muda darinya. Dia kaget melihat apa yang ada di dalam Graha. Kerajaan tersebut lebih tepat disebut sebuah desa yang indah, yang tidak ada pertengkaran seakan temat tinggal yang sama yang pernah ia tinggali sebelum para penjajah datang.
            Tidak lama, lelaki itu tiba di sebuah gerbang yanglebih megah dari gerbang yang biasanya ia liati. Gerbang tersebut terbuka dan sebaik mungkin lelaki itu masuk dengan sukses. Lelaki itu terus melanjuti perjalnaannya mengikuti para tentara sampai akhirnya tibalah dia disebuah lapangan besar yang beralas tanah bersih dan putih.
            Semua prajurit melihat kearah 3 bangku yang berjajar dengan rapi dan dipenuh dengan berbagai hiasan buaya emas dan biru yang sangat indah. Tidak berselang lama, keluarlah 2 pria dan satu perempuan. Pria yang terlihat tua duduk di tengah, pri ayang lebih muda duduk di sebelah kiri dan perempuan duduk dikanan.
            “RAJA GRAHA, KAMI PERSILAHKAN ANDA MENGHAKIMI ORANG ASING INI” teriak salah stau prajurit
            “Jelaskan semuanya tentang tentara kalian” perintah raja tersebut dengan tenang.
            Semua orang melihat ke arah si prajurit. Walaupun muka si prajurit asing tersebut sudah bengkak dan berdarah, semua orang bisa melihat muka kesalnya dengan jelas. Cuih. Prajurit asing tersebut meludah didepan sang Raja – tanda ketidak sopanan.
            “Hanya prajurit bodoh yang menghianati sekutunya” katanya dengan logat aneh.
            “Pemanah!” panggil Raja, 10 pemanah keluar dari tempatnya. “Bunuh dia” perintah Raja tersebut.
            Satu – satu panah tertancap di tubuhnya dengan cepat. Dalam panah ke 10 yang terkena tepat ke kepala membuat prajurit tersebut jatuh dan mati. 4 prajurit langsung bergegas membawa jasadnya ke tempat lain.
            Lelaki yang merupakan penyusup mau tidak mau terkesiap. Dia tidak tahu bahwa kerajaa Graha ada kerajaan yang sangat kejam.
            “KELUARLAH HAI KAU ORANG ASING” teriak seorang pria yang duduk disebelah kanan sang Raja.
            Lelaki tersebut kaget dengan perkataan lelaki tersebut. Dia tidak ingin mati tetapi dia tetap berjalan di kedepan, semua prajurit melihatnya dengan tatapan penuh dengan kebencian seakan dia adalah seorang mata – mata. Lelaki tersebut memberanikan hatinya untuk berjalan, dan membungkuk dihadapan 3 orang besar tersebut.
            “Siapa kamu?” tanya sang Raja
            “Sa.. saya adalah Teguh. Saya merupakan pemukim dari pembatas Graha ini tuan” katanya dengan terbata – bata.
            “Apa yang kau lakukan disini?”
            “Saya ingin bebas dari penjajah ini, saya tidak kuat menahan cambukan mereka” Teguh memperlihatkan bekas cambukan yang ada di kaki dan tangannya.
            “Penyusup pantas mati. Pemanah! Bunuh dia” perintah Raja
            “Tunggu! Ayahanda, tidak kah kita sebaiknya melindungi dia? Lihat betapa kurusnya dia, tidak mungkin lelaki ini merupakan mata 0 mat adari prajurit asing itu.” Protes pria yang duduk disebelah kanan Raja.
            “Apa maumu nak?” tanya Raja
            “Karena para prajurit tidak mengetahui bahwa lelaki ini menyusup bukankah berarti lelaki ini sangat lihai menggunakan kakinya, kita bisa memanfaatkannya sebagai penambahan tentara. Bagaimana?” tanya anaknya
            “Ah betul! Bukan kah membunuh satu orang sudah cukup untuk hari ini sayangku?” tanya perempuan yang selama in iterdiam melihat kejadian tadi, sekaan sudah sering melihatnya.
            Raja itu terdiam dan mengamati Teguh dengan cermat dan Raja mengangguk, melihat potensi apa yang dimiliki Teguh.
            “Bawa dia dan latih dia” perintah sang Raja dan pergilah Raja itu dari tempat duduknya disusul oleh Ratu dan anaknya.

            Teguh dilatih oleh pasukan khusus dari Graha. Teguh melihat apa yang sudah selaa satu tahun tidak dilihatnya yaitu keluarga. Teguh mempelajari tentang Graha yang ternyata merupakan kerajaan yang terbesar tetapi tertutup karena kerjaan ini sebenarnya adalah sebuah rumah seorang yang kaya raya, tetapi lama – lama menjadi sebuah kerajaan.
            Lambang buaya yang melambangkan bahwa Graha merupakan pemangsa yang tidak takut akan lawan yang harus dibuh, Warna emas yang melambangkan kekayaan dan Warna Biru yang melambangkan air yang mengalir – karena air sangat dibutuhkan dan dapat mematikan. Teguh belajar membunuh, menggunakan pedang, tameng dan masih banyak lagi.
            Perlu 5 tahun untuk Teguh menjadi hebat dan menjadi teman bagi Putra Raya yang merupakan nama anak sang Raja. Teguh menjadi teman curhat dari Sang Putra Mahkota, mereka selalu membicarakan tentang membuka gerbang Graha dan membiarkan semua tentara membasmi para penjajah dari Negara Indonesia.
            Selama Teguh berlatih, penjajah semakin semena – mena dalam memperlakukan orang awam Indonesia. Tidak ada hari tanpa minum bagi orang yang tidak bekerja lebih dari 54 jam. Teguh mengetahui semuanya karena dia mengirim mata – mata terbaik Graha untuk mengawasi para prajurit asing.
            Kian tahun semakin memburuk, Putra Mahkota yaitu raya pun memutuskan untuk turun tangan dan meminta ayahnya untuk membuka gerbang dan mengirim pasukan untuk membasmi para penjajah, sayang ide itu ditolak.
            Seorang Raja tahu seberapa kuat bala tentaranya melwaan pasukan dan menurut sang Raja, tentara Graha masih belum cukup kuat untuk membasmi para penjajah. 2. 3. 4. 5 tahun berlalu lagi dan Putra Raya sudah cukup besar untuk menjadi Raja tetapi dia tidak ingin mengambil mahkota tersebut dan menyuruh ayahnya untuk memberi mahkota tersebut kepada istri nya yang lain yang memiliki putra.
            Putra Raya yang sudah berlatih memegang pedang dari kecil sangat lah hebat. Dia dan Teguh selalu bersama dan menjadikan diri mereka tidak terkalahkan dalam sesi latihan. Tiap tahun, Indonesia semakin parah tetapi Graha tetap sama. Graha tetap berdiri kokoh, bersih dan tenang. Tidak tahan dengan membiarkan para penjajah membunuh 10 lebih orang dalam satu hari, hati nurani Putra Raya tergerak dengan ganas.
            Putra Raya dan Teguh mengumpulkan pasukan yang ingin membantu mereka dan ternyata hampir semua prajurit ikut kedalam gerang dan pergi untuk membunuh para penjajah. Putra Raya dan Teguh mendapat banyak caci maki pedas akan tindakan bodohnya saat berjalan ke gerbang perbatasan.
            “MEREKA PERLU BEBAS! AKU AKAN MEMBUKA GRAHA DAN MENJADIKANNYA TEMPAT PENAMUNGAN SEMENTARA SAMPAI INDONESIA MENJADI NEGARA YANG KEMBALI LAYAK DI TINGGALI!” teriak Putra Raya.

            Melewati gerbang dengan sulit karena beberapa prajurit menghalangi sehingga membuat Putra Raya dan Teguh harus bisa memukul mereka tanpa membunuh mereka. Awalnya semua berjalan dengan baik sampai saat mereka tiba di kerajaan prajurit asing yang sangat tidak bermodal tetapi memiliki kekuatan militer yang patut di ancungi 100 jempol.
            Putra Raya dan Teguh meninggal dalam pertempuran. Raja yang mengetahui langsung bersedih dan terus berlarut – larut sampai akhirnya jatuh sakit dan menghembuskan nafas akhirnya. Sebelum meninggal perintah raja terakhir adalah
            “Bukakan gerbang Graha dan masukkan sebanyak apapun yang bisa kalian selamatkan para prajurit berani. Buatlah perjuangan anakku dan teguh tidak sia – sia.”
           
            Sejak saat itu gerbang dibuka dan mereka menyelamatkan banyak jiwa tetapi sayang para prajurit bergegas datang ke Graha dan menembaki mereka smeua. Tidak ada yang selamat dari Graha, semuanya meninggal. Masa kejayaan Graha sudah tidak ada. Prajurit asing masuk kedalam Graha dan melihat banyaknya rumah seakan Graha merupakan desa tertutup. Prajurit menjelajahi Graha dengan secara perlahan karena Graha ternyata sangat luas dan memiliki banyak rahasia. Didalam Kerajaan, banyak sekali emas – emas dan barang berharga lainnya didalam satu ruangan penuh.
            Prajurit asing menamai tempat itu dengan sebutan Graha Raya, tanpa alasan jelas mengapa orang menyebutnya Graha Raya. Ad ayang mengatakan bahwa prajurit asing tahu akan Putra Mahkota Raya dan menghargainya. Begitulah cerita dari legenda Graha Raya”

            “Terus sekarang kenapa Graha Raya jadi perumahan bu?” tanya seorang siswi
            “Awalnya tempat tersebut di karantina oleh para penjajah, lalu ketika bapak presiden kita yang pertama yaitu Pak Seokarno, beliau memerintahkan bawahannya untuk memakai kerajaan Graha untuk memulai pembangunan. Masih ada banyak sisa – sisah harta disana dan mereka juga menggunakan Graha sebagai tempat sementara tinggal” jelas Ibu Cathie
            “Oh! Terus mereka semua akhirnya berpencar mencari tempat tinggal dan ada sebagian yang tetap tinggal di Graha dan membangun Graha seperti yang sekarang gitu bu?”
            “Iya, benar sekali”
            “Ibu! Ibu! Kok Ibu bisa tau cerita ini darimana?”
            “Karena ... cerita tersebut sudah diturunkan turun – menurun dikeluarga ibu” senyum Ibu Cathie
            Kkringg.. Kringg..
            “Ah! Bel sudah berbunyi” Ibu Cathie membereskan barang bawaannya dan bersiap ke kelas lain dengan berbagai pertanyaan di kepala para siswa dan siswi.
            Jadi apakah Ibu Cathie keturunan dari Putra Mahkota, teguh atau Bapak Soekarno sendiri? Dan kenapa tidak ada yang mengingat  Graha yang merupakan Kerajaan terbaik saat itu? Malu atau karena tidak ada yang benar – benar mengetahui tentang Graha?

sumber: pixabay.com


Legenda Kota Pandeglang

Legenda Kota Pandeglang

sumber: pixabay.com

            Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa yang damai ada sebuah tradisi yang harus dijalani setiap tahunnya. Tradisi itu mengharuskan setiap warga desa untuk menyisihkan seperempat dari hasil panen mereka untuk di persembahkan kepada dewa mereka yang dipercaya selalu melindungi dan memberkahi desa itu.
            Namun, seiring berjalannya tahun dan generasi, perlahan tradisi tersebut mulai dilupakan. Sampai akhirnya hanya ada sebuah keluarga yang masih menjalankan tradisi tersebut. Hari panen pun tiba, keluarga itu membawa seperempat bagian dari hasil panen mereka dan mempersembahkannya ke kuil dewa tersebut. Pada saat mereka memanjatkan doa, tiba-tiba langit berubah menjadi gelap dan terdengar suara gemuruh yang sangat nyaring.
            “Beginikah balas budi kalian atas apa yang telah kulakukan kepada kalian?!” Terdengar sebuah suara yang menggelegar dari langit, suara tersebut membuat keluarga yang sedang berdoa itu ketakutan. “M-maafkan kami, kami hanya mengikuti tradisi. Da-dan hanya inilah yang kami punya.Balas sang kepala dari keluarga tersebut dengan terbata, seketika itu angin yang kencang bertiup di sekeliling kuil tersebut.
            “Baiklah! Sesuai dengan perjanjian yang leluhur kalian telah buat, maka tidak akan ada lagi berkah di atas di desa ini! Tugasku sudah selesai, biarlah kalian semua menderita!” Lanjut suara misterius tersebut dengan murka. Seketika itu, keluarga tersebut panik dan memohon bahkan bersujud dengan harapan agar sang dewa mau memberi ampun, akan tetapi suara mereka tidak berarti di telinga sang dewa yang sudah tak terdengar lagi suaranya.
Cerita tentang murkanya sang dewa tersebar dengan sangat cepat di seluruh desa. Namun, mereka tidak peduli dengan kutukan tersebut, dan berpikir bahwa hal tersebut hanyalah sebuah ancaman belaka. Akan tetapi, bulan sudah berganti bulan bahkam tahun pun sudah merubah nilainya. Hujan tidak pernah turun, sungai di beberapa tempat pun mulai kering dan ladang pun seperti enggan untuk menumbuhkan tanaman. Mereka pun akhirnya sadar bahwa kutukan tersebut benar adanya, semua berkah atas desa tersebut lenyap bak ditelan bumi.
            Terlihat tiga orang remaja sedang berbincang-bincang di tengah ramainya pasar di pagi itu. Pandeitulah sebutan bagi mereka, tiga orang remaja yang terkenal pintar.
            “Apakah kalian tahu? Desa kita ini dikutuk selamanya.Ucap seorang gadis berkepang dua yang sedang membuat sebuah anyaman. “Tentu saja aku tahu....” Jawab seorang remaja pria yang duduk di sebelah kanannya. Hei! Kalian tahu tentang legenda gelang ajaib?” Ujar sesosok lelaki yang duduk di sebelah kiri gadis tersebut. Ucapannya tersebut membuat kedua temannya hanya saling berpandangan lalu menatapnya lagi.
Kau kenapa Nanggala? Mencoba mengingat masa kecil?Tanya remaja di sebelah kanan gadis tersebut. Tunggu dulu Kananga! Aku juga sebenarnya tidak tahu pasti, tapi aku berharap benda itu benar-benar ada.Balas Nanggala sambil tersenyum.
“Sebenarnya aku pernah mendengar tentang keberadaan gelang ajaib tersebut.” Gadis berkepang dua tersebut akhirnya bersuara, Kananga dan Nanggala menatap tak percaya. “Benarkah Saruni?!” Tanya Nanggala dengan semangat, Saruni mengangguk mengiyakan. Kananga yang heran bertanya mengapa Nanggala begitu bersemangat.
“Tidakkah itu jelas? Gelang tersebut bisa mengabulkan berbagai macam permohonan. Jika kita menemukannya, bukankah desa bisa kembali makmur?” Ujar Nanggala yang dibalas dengan ekspresi terkejut Saruni dan Kananga. Nanggala pun bertanya kepada Saruni di mana gelang tersebut berada.
“Tapi aku tidak tahu ini benar atau tidak, pernah beredar bahwa gelang tersebut berada di sebuah gua di gunung di dekat kuil-“
“Hei bukankah gunung itu sangat berbahaya?” Potong Nanggala. Saruni mengangguk dan melanjutkan. “Oleh karena itu, tidak ada yang berani mencarinya dan akhirnya banyak yang berkata kalau itu semua adalah kebohongan.” Tiba-tiba Nanggala berdiri dan menatap kedua sahabatnya itu.
“Ayo kita cari gelang itu!” Ujarnya lantang. “Kau sudah kehilangan akal sehatmu ya?! Kita bisa mati tahu!” Ujar Kananga dengan geram namun diacuhkan Nanggala. “Ayolah Kananga, ini untuk desa kita juga. Kau juga Saruni.” Bujuk Nanggala namun Kananga hanya menatap sinis. Saruni yang memang merupakan gadis pemberani pun setuju. Akhirnya setelah Nanggala dan Saruni mencoba meyakinkan Kananga, akhirnya ia pun setuju walau tidak tulus sepenuhnya.
            Siang harinya mereka pun merencanakan untuk pergi ke gua tersebut, sebelumnya mereka memberi tahu kepala desa perihal keinginan mereka tersebut. Walaupun sulit dipercaya, kepala desa mengijinkan mereka untuk pergi. Mengingat desa sungguh menderita dan mereka juga adalah anak-anak pintar yang pasti bisa menjaga diri.
            Siang terik itu mereka berjalan mendaki gunung tersebut dengan dipimpin Nanggala. Mereka berjalan berjam-jam lamanya hingga Saruni mulai merasa lelah dan duduk di sebuah batu besar. Kananga yang kasihan terhadap Saruni pun mengusulkan untuk beristirahat terlebih dahulu.
            “Puncaknya sudah sangat dekat kawan! Jangan buang-buang waktu! Ujar Nanggala. Saruni sedikit menggerutu karena ia tidak sekuat anak laki-laki. Akhirnya mereka terus berjalan sampai akhirnya menemukan sebuah pondok kecil yang masih terawat. Saruni pun mengusulkan untuk menumpang istirahat di pondok tersebut. Namun Nanggala dengan kukuh menolak.
Saruni tidak peduli mendekati pondok itu diikuti Kananga di belakangannya. Mereka mengetuk rumah itu beberapa kali, tetapi tetap tidak ada jawaban. Karena tidak mendapat jawaban dari rumah itu, mereka akhirnya melanjutkan perjalanan mereka. Tanpa mereka sadari seseorang tengah memerhatikan mereka dari kejauhan.
            Hari semakin larut, dan perjalanan menuju puncak gunung itu pun tidak ada tanda sudah mau dekat. Karena kelelahan, akhirnya mereka sepakat untuk beristirahat dan membuat perapian untuk menghangatkan tubuh mereka. Disaat teman-temannya sudah terlelap, Kananga berjalan ke arah sungai untuk mengambil air. Saat sedang mengambil air, tiba-tiba bahunya ditepuk oleh seseorang.
            “Apa mau mu?!” Serunya sambil berbalik dan menatap orang di belakangnya.“Hei kawan tenanglah! Ini aku.Ucap orang tersebut. Kananga pun menghela napas lega. “Nanggala! Kau membuatku terkejut.Ucapnya sambil berkacak pinggang. “Bukannya kau sudah tertidur?” Tanyanya.
            “Aku belum sepenuhnya tertidur. Lagi pula, apa yang kau lakukan?” Nanggala bertanya sambil memperhatikan Kananga dari atas sampai bawah. “Mengambil air untuk keperluan besok.Jawab Kananga sambil mengangkat botol yang ia pegang.
            “Oh, baiklah. Aku akan kembali ke perkemahan.” Nanggala berkata sambil membalikkan badannya, akan tetapi dengan cepat Kananga menahan bahunya.“Nanggala! Bagaimana-Kananga dengan tiba-tiba memotong kalimatnya, Nanggala menatap heran dan menyuruhnya segera berbicara.
            “Begini... Bagaimana kalau gelangnya nanti kita pakai saja untuk keperluan kita.Kata Kananga sambil menelan ludah, tanpa sadar ia mencengkram bahu Nanggala. Ka-Kau itu bodoh ya?! Kita mencari gelang itu untuk keperluan desa kita!Nanggala melepas cengkraman tangan Kananga.
            “Itu kesalahan mereka! Mereka bodoh te-Balas Kananga tidak mau kalah namun perkataannya dipotong oleh sebuah suara. “Hei! Aku mencari kalian tahu! Kenapa meninggalkan aku sedirian?” Seru Saruni sambil setengah berteriak. “Ayo kembali! Kita harus berjalan lagi besok. Nanggala berkata sambil berlalu tanpa memandang Kananga. Mereka pun kembali tertidur.
            Pagi pun tiba, mereka memulai pagi dengan penuh semangat tanpa terkecuali Saruni. Mereka terus berjalan sampai ke puncak gunung itu, tetapi mereka tidak menemukan apa pun disana. Mereka yang kelelahan akhirnya beristirahat di bawah sebuah pohon.“Sudah ku bilang, gelang itu hanya omong kosong saja!Gerutu Kananga sambil mengelap wajahnya yang penuh keringat dengan sebuah kain. Tapi kita belum sepenuhnya mencari.Balas Saruni.
            “Terserah kalian saja! Aku sudah lelah dengan semua omong kosong ini!Seru Kananga sambil beranjak dari tempat mereka duduk. “Kita sudah membuang waktu kita di gunung ini, dan lihat kita pulang dengan tangan kosong!” lanjutnya dengan suara yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Karena ucapan Kananga mereka pun dengan terpaksa memilih untuk meninggalkan tempat itu. Di tengah kegiatan mengemasi barang, terdengar geraman asing di belakang mereka. Geraman halus itu seketika hilang saat mereka menolehkan kepala. Mereka terus mencari asal suara itu, namun nihil. Sesaat mereka sempat berpikir, apakah suara itu berasal dari binatang buas atau hanya binatang kecil seperti kucing hutan. Di tengah kegiatan mereka, Saruni beristirahat sejenak lalu mengambil minum. Saat mengambil air Saruni dikagetkan dengan sosok besar berjubah hitam, bertubuh tegap, dan bertanduk.
            Dengan hati-hati ia mendekati sosok itu. “Siapa kau?” Tanyanya dengan suara pelan dan sangat hati-hati, tetapi mahluk itu hanya membalas dengan geraman. “Untuk apa kau kesini?” Tanya Saruni lagi, tapi tetap dibalas dengan geramannya.
“Saruni menjauhlah!” seru Nanggala dari arah yang berlawanan. Dengan tangkas Saruni langsung menjauhkan diri dari mahluk itu, dan setelah itu mahluk itu tertawa dengan sangat keras.
            “Apa yang kalian butuhkan?” Akhirnya mahluk itu bersuara.“Ka-Kami butuh gelang ajaib untuk desa kami,” jawab Nanggala dengan sedikit terbata-bata.“Wah... Kalian harus menggunakannya dengan bijak!” Ucapnya sambil bergerak mendekati mereka, yang membuat mereka langsung bergerak mundur. Ia tertawa lagi, dan langsung menunjuk sebuah batu besar di ujung tempat itu lalu menghilang tanpa bekas.
            “Apakah tempat itu tidak berbahaya?” ucap Nanggala sambil berjalan kearah batu itu. Saruni mengagguk dan menjawan bahwa tempat tersebut terlalu curam. “Tapi kita harus mendapatkannya!” Ujar Kananga dengan percaya diri dan berjalan mendahului Nanggala.
            Tanpa menahan diri, Kananga memasuki goa yang terlihat sangat lembab dan sempit itu. Nanggala dan Saruni mengikuti di belakang. Ia menemukan sebuah batu yang terlihat  mengkilat lalu tanpa pikir panjang mengambilnya.
            “Aku yakin di dalam ini terdapat gelang yang kita cari.” Ucap Kananga sambil memegang batu tersebut di tangannya. Kananga, letakkan batu itu karena gelang yang kita cari ada di ujung sana.Balas Saruni sambil menunjuk sebuah gelang yang bersinar. Kananga meletakkan batu tersebut dan langsung mengambil gelang yang ditunjuk Saruni. Ia pun langsung berjalan keluar goa, namun pergerakannya itu ditahan oleh Nanggala.
            “Jangan bilang kau akan meluncurkan aksi bodoh mu itu?Tanya Nanggala dengan raut wajah yang sulit untuk diartikan. Pertanyaannya tersebut dijawab oleh tawa renyah Kananga. Kita sudah mencarinya susah payah, jadi hasilnya harus jadi milik kita bukan mereka.Balas Kananga. Saruni berjalan mendekati Kananga lalu menatapnya dengan tatapan penuh arti. Kananga menghela nafas berat lalu menatap Nanggala.
            “Aku tidak akan semudah itu memberikan hasil jerih payah ku,” ucap Kananga sambil bergerak menjauhi mereka.“Kau tidak mencari itu sendirian Kananga! Kita perlu itu untuk desa kita!” seru Nanggala. Kananga tersentak, tapi ia hebat dalam memainkan mimik wajahnya. Ia hanya tersenyum dan mencoba lari namun Saruni menendang kakinya.
            “Arghh!” Erang Kananga. “Kalian jangan berlaku bodoh! Desa itu tidak berbuat banyak pada kita!” Serunya sambil berusaha berdiri. Tanpa basa-basi Nanggala langsung memegang gelang yang ada di tangan Kananga. Mereka bersungut-sungut untuk mendapatkan gelang itu. Saat hendak menarik gelang itu Kananga tergelincir dan jatuh ke tebing di dekat gua itu, beruntung ia berhasil berpegangan pada ujung tebing tersebut.
           Saruni panik melihat temannya berada di ujung kematian, berbeda dengan Nanggala yang masih dikuasai emosi. “Kemarikan tanganmu!” seru Saruni pada Kananga namun Kananga menolaknya mentah-mentah. Saruni tetap berusaha menolong temannya itu, namun Kananga terus menolaknya. Setelah sadar akan situasi, akhirnya Nanggala membantu Saruni untuk menolong Kananga tetapi saat hendak menggapai tangan Kananga, Kananga reflek menjauhkan tangannya dan mengakibatkan dirinya terjatuh dari tebing yang sangat tinggi.
Teriakan Saruni dan Nanggala memenuhi setiap inci udara, mereka melihat bagaimana Kananga hilang ditelan kegelapan tebing. Jeritan kesakitan Kananga pun perlahan menjadi sayup-sayup hingga akhirnya hilang. Dengan wajah penuh penyesalan dan duka, mereka berdua kembali ke desa. Sesampainya di desa mereka langsung menemui kepala desa dan menceritakan semua yang telah terjadi. Akhirnya desa mereka melakukan upacara untuk memohon pada gelang itu agar desa mereka bisa kembali seperti dahulu. Tidak lama dari itu turunlah hujan yang sangat lebat, sungai mulai terisi kembali dan ladang kembali dipenuhi sukacita. Warga desa sangat berterimakasih pada trio Pande. Untuk mengenang kepergian Kananga, mereka melakukan upacara pelepasan Kananga. Saruni dan Nanggala menatap langit dan melihat goresan pelangi di angkasa, mereka percaya bahwa lewat itu Kananga meminta maaf pada mereka dan berterima kasih. Saruni dan Nanggala tersenyum menatap pelangi tersebut seolah mengucapkan salam perpisahan kepada Kananga.
            Sejak saat itu desa mereka merubah nama menjadi Pandeglang, dimana ‘Pande’ dipilih untuk menghargai jasa trio Pande dan ‘gelang’ dipilih karena benda itulah yang membawa mereka ke kemakmuran.
sumber: pixabay.com

Tamat

  Baca juga:

 legenda-cisadane

cerita-rakyat-banten