Di
suatu kerajaan yang terletak di daerah Banten, tinggalah dua orang anak
bangsawan. Mereka bernama Saka dan Nela. Sejak kecil mereka selalu melakukan
banyak hal bersamaan seperti bermain, berbagi cerita, dan pengalaman. Hari demi
hari berlalu, dan tahun pun berganti. Persahabatan mereka tetaplah kuat hingga
mereka dewasa. Setelah mereka dewasa, mereka pun akhirnya menyadari bahwa
mereka saling jatuh cinta dan menyayangi. “Nela... Maukah kamu menjadi
kekasihku?”, tanya Saka. Mendengar hal itu, terkejutlah Nela dan ia hanya
terdiam. “Nela... mengapa kamu hanya diam? Apa kamu tidak mencintai aku juga?”
tanya Saka lagi. “Bukannya aku tidak mau menerima kamu, tapi aku hanya terkejut
akan pengakuanmu itu.”, jawab Nela. Saka pun kembali bertanya dan mendesak
Nela, “Mana jawabanmu, aku tidak bisa menunggu lagi”, desak Saka. “Maaf aku
tidak bisa menerima pernyataan cintamu, karena aku takut jika kamu mengetahui
rahasia aku, kamu akan berhenti mencintaiku seperti dulu.”, jawab Nela. Saka kembali
bertanya, “Rahasia apa yang kamu simpan sampai kamu berkata seperti itu?”
Mendengar
hal itu, Nela pun bingung harus berbuat apa. Ia akhirnya menjelaskan semuanya
ke Saka dan Saka pun mengerti bahkan mau menerima Nela apa adanya. Berkat
kebaikan dan ketulusan Saka, mereka menikah dan hidup bahagia dengan dikaruniai
seorang putri yang sangat cantik. Tapi apalah hidup jika tanpa cobaan. Suatu
hari Nela mengalami muntah-muntah yang berkelanjutan, hampir setiap hari ia
muntah-muntah dan berakhir tak sadarkan diri. Melihat hal itu, Saka memanggil
seorang tabib. “Sayang sekali , istri anda mengalami sakit yang sangat sulit
disembuhkan dan jika saya tidak salah, ini merupakan kutukan.” “Apa? Tapi apa
penyebabnya?” tanya Saka. Kemudian Tabib menjelaskan,” saya tidak tau pasti
dari mana asal kutukan itu namun yang jelas masih ada cara untuk menyembuhkan
istri anda tapi hanya ada 2 cara dan tuanku harus pilih salah satu cara saja.
Cara pertama adalah istri anda akan sembuh total namun usianya tidak lama dan
cara kedua adalah istri anda dapat sembuh total dan hidup selamanya namun istri
anda harus menjadi seekor ikan”.
Saka pun bimbang karena bingung
harus memilih cara yang mana tapi di dalam hatinya, ia hanya yakin 1 hal bahwa
ia ingin terus bersama Nela. Hal itulah yang membuat akhirnya Saka memutuskan
memilih jalan yang kedua. Hari demi hari dengan sabar Saka menemani Nela
menjalani pengobatannya. Melihat Nela yang kesakitan, Saka merasa tidak tega
melihat Nela yang kesakitan setiap kali menjalani pengobatan. Hari demi hari
Nela mengalami perubahan pada tubuhnya. Pertama- tama kulitnya mengalami gatal-
gatal dan terasa panas yang luar biasa kemudian kulitnya mulai berubah menjadi
kasar dan sedikit demi sedikit muncul sisik pada kulitnya, layaknya seperti ikan pada umumnya. “oh, Nela ku… sungguh kasihan sekali dirimu,” kata Saka
sambil menahan tangis dimatanya. Nela yang tidak bisa melihat suaminya itu
bersedih akhirnya berkata kepada Saka “jangan bersedih, suamiku… “
“Nela
ku, andai saja kutukan itu menimpaku, kau tidak akan merasakan sakit seperti
ini”
“shhhhhh…
jangan berbicara seperti itu, suamiku. Ini memang sudah menjadi takdirku.
Akulah yang seharusnya merasa bersalah padamu. Aku telah menjadi istri yang
tidak bisa berbuat apa-apa bagimu. Terlebih dengan rupaku yang sudah buruk
seperti ini.”
“tidak,
tidak. Aku sama sekali tidak pernah memusingkan rupamu. Aku mencintai kau bukan
dari rupamu tetapi dari hatimu. Aku akan menjaga dan merawatmu sampai sembuh.
Percayalah aku tidak akan pernah meninggalkanmu sedetik pun.” Sembari berkata
seperti itu, ia mencium kening istrinya dan memeluk istrinya dengan penuh kasih
sayang.
Pada suatu hari, Saka sedang berjalan menghantarkan
makanan untuk Nela yang sedang terbaring di tempat tidur. Dari kejauhan, ia
melihat ada sesuatu yang aneh. Tiba-tiba, Saka melihat Nela berubah
menjadi ikan sepenuhnya, baik dari fisik luar maupun dalam. Saka pun terkejut melihat istrinya menjadi ikan yang sedang melompat-lompat
mencari oksigen di atas kasurnya. Saka panik dan membawa istrinya ke dalam
sebuah kendi yang berisi air. Kemudian ia segera membawanya ke tabib dan
bertanya apa yang harus dilakukannya. “apa
yang harus kulakukan? Istri ku sudah berubah menjadi ikan sepenuhnya. Dan,
kalau ia terus berlama-lama di dalam kendi ini, ia akan mati…” tanya Saka
kepada Tabib dengan raut muka gelisah.
“Tenang.
Istri anda tidak akan mati kalau anda cepat-cepat melakukan hal yang akan saya
katakan ini.”
“apa
itu?”
“Jadi,
anda harus meletakkan istri anda kedalam genangan air yang ada dikawasan timur.
Tempat itu memang merupakan tempat yang angker. Tetapi, apabila anda meletakkan
istri anda pada genangan air disana, kelak istri anda akan membawa ketenangan
dan kedamaian ditengah-tengah daerah itu.”
Tanpa banyak berpikir dan berbicara,
Saka langsung pergi bergegas ke tempat yang ditujukan oleh tabib tersebut.
Sesampainya disana ia menemukan sebuah genangan air. Dengan hati-hati dan
berlahan-lahan ia meletakkan istrinya disana. “Nela ku… maafkan aku… karena
hanya ini yang bisa aku lakukan agar kau bisa tetap hidup…sungguh…maafkan aku”
kata Saka dengan air mata yang mengucur di pipinya.
“suamiku...
kau sudah berbuat banyak untukku… tidak ada lagi yang bisa kukatakan selain
terima kasih kepadamu. Kau telah menerimaku apa adanya. Baik disaat aku normal
ataupun sampai sekarang aku telah berubah menjadi ikan. Beribu terima kasih pun
tidak akan pernah bisa menutupi segala hal yang telah kau lakukan untukku.”
Sahut Nela. Mendengar hal itu, tangisan Saka semakin keras, dengan terisak-isak
ia berkata “Kau tidak perlu berterima kasih kepadaku. Semua kulakukan karena
cintaku kepadamu yang begitu dalam. Aku lakukan ini supaya aku tetap bisa
bersama denganmu. Hidup terus bersama mu… tidak lebih…”
“Kalau
begitu, sekarang relakanlah aku pergi dan tinggalkan aku disini. Aku tahu
dengan keberadaan diriku disini, aku bisa membawa damai bagi daerah ini.” Kata
Nela.
“ini
sulit bagiku... untuk meninggalkan kau disini sendirian…” isak Saka
“ini
takdirku. Aku bahagia bahwa ternyata setidaknya dengan perubahan ku ini, mampu
memberikan manfaat bagi orang lain. Oleh karena itu, untuk kebahagiaanku relakanlah
aku disini.”
“
tapi… satu hal yang harus kau ingat, Nela. Cintaku pada mu tidak akan pernah
berubah. Kau akan selalu tetap menjadi bunga hatiku. Dan, aku berjanji akan
selalu menemuimu disini. Aku sungguh mencintaimu, Nela.”
Sesaat setelah Saka berbicara
seperti itu kepada Nela, tiba-tiba muncul siluet sinar yang sangat terang dan
hal berikutnya yang terjadi adalah… tiba-tiba genangan air itu berubah menjadi
sebuah sungai yang sangat panjang. Melihat hal itu, Saka cepat-cepat mencari
Nela “Nela… Nela… dimana kau?” Kemudian muncul sebuah sinar yang begitu
menyilaukan mata dan kemudian diantara cahaya itu muncullah sosok Nela dengan
rupa normal. Ia layaknya seperti Nela yang dulu, Nela yang cantik jelita. “aku
sini, suamiku…” sahut Nela. “Nela… istriku… kau sudah kembali seperti dulu…”
“ya,
suamiku… cintamu lah yang membuatku berubah kembali menjadi seperti diriku yang
sebelumnya.” Kata Nela.
“Kalau
begitu, kau masih bisa bersamaku.”
“Betul,
suamiku. Tetapi, kau hanya bisa menemuiku disini. Aku tidak bisa bersamamu lagi
seperti dahulu kala. Kita hanya bisa bersama ketika disungai ini saja.
Sekarang, aku juga harus melindungi sungai ini agar bisa tentram dan damai.”
Setelah kejadian itu, Nela dan Saka
tetap menjalani hubungan mereka seperti dulu. Hampir setiap hari, Saka pergi ke
sungai itu untuk bertemu dengan Nela. Hal itu Saka terus lakukan sampai ia tua
bahkan sampai ia meninggal. Masyarakat yang ada disekitar sungai itu pun
terpukau dengan cinta Saka yang begitu besar terhadap Nela. Serta, masyarakat
juga sangat merasa bahagia sejak daerah itu dilindungi oleh Nela. Daerah itu
menjadi daerah yang tentram dan damai. Maka, untuk mengenang itu semua akhirnya
masyarakat memberikan nama sungai itu sebagai “CISADANE” yaitu Cinta Saka Pada
Nela.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar