Kategori

Tampilkan postingan dengan label Teks Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teks Cerpen. Tampilkan semua postingan

2019/03/06

Soal Cerpen dan Novel PG

www.pixabay.com

1.      Bacalah kutipan cerpen berikut dengan saksama!
Seribu hari setelah kematian Jose, di tepi danau yang tenang, sambil memandang angsa berenang-renang, sementara angin melintas perlahan-lehan, Dewi masih terkenang pada wanita itu. Seandainya suatu ketika ia bersua dengan wanita itu, entah di jalanan, entah di pertokoan, entah di pesawat terbang, atau di sebuah pesta yang gemerlapan, pasti ia akan menyapanya. Ia akan mengucapkan terima kasih atas keturutdukacitaannya dulu, meski diam-diam sebetulnya Dewi ingin mengetahui siapa wanita itu sebenarnya.
Tema yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah ….
a.       Perselingkuhan                                                                       d. Kesetiaan
b.      Dendam                                                                                  e. Kemarahan
c.       Persahabatan

2.        Bacalah penggalan cerpen berikut!
Indra menjadi duda bukan karena kematian istrinya, melainkan karena perceraian yang didahului pertengkaran seru. Begitu serunya sehingga keluarga Indra dan Nur ikut menengahi pertengkaran itu. Hasilnya berakhir dengan perceraian. Hesty tahu benar perceraian itu Indra yang bersalah, karena mengkhianati perkawinannya.
Sifat Indra dalam penggalan cerpen di atas adalah ….
a.       Teguh pendirian
b.      Pemarah dan pembenci
c.       Pendiam, tapi pendendam
d.      Egois dan tak penyayang
e.       Tidak jujur dan tidak terus terang

3.        Bacalah penggalan cerpen berikut!
Bila seseorang bertanya pekerjaan apa yang saya lakukan, maka saya tak mampu menjawabnya. Wajah saya langsung menjadi merah padam dan tergagap-gagap. Saya cemburu terhadap orang yang bisa mengatakan “Saya tukang batu”.
Watak saya dalam penggalan cerita tersebut adalah ….
a.       Pemalu                                                                                                d. Pembohong
b.      Penakut                                                                                   e. Pemarah
c.       Pendiam

4.        Cermati kutipan cerpen berikut dengan saksama!
www.pixabay.com

 “Ah, merepotkan saja, kau. Bagiku sawah itu tidak memberi hasil pun tidak apa-apa. Hasil sawah yang lalu masih ada padaku. Memang sawahku yang terjual di kampung ini, tapi aku tak pernah ikut mengerjakannya, petanilah yang mengerjakannya” kata Pak Arman.

Amanat yang terdapat dalam kutipan cerpen di atas adalah ….

a.       Jangan memaksakan kehendak
b.      Jangan sombong terhadap apa yang dimiliki
c.       Memberi sedekah pada petani
d.      Bergotong royong demi kepentingan bersama
e.       Mendengarkan nasihat orang

5.        Cermati kutipan cerpen berikut dengan saksama!
“Kamu kenapa, Du?” tanya kakek sedih.
“Maafkan Badu, Kek, tadi Badu makan mangga yang masih kecil-kecil dan akhirnya Badu sakit perut,” kata Badu sambil terisak.
“Sudahlah, Du, lain kali tunggulah sampai mangga itu ranum, baru Badu boleh memetiknya.”

Amanat penggalan cerpen di atas adalah ….
a.       Jangan melawan kepada orang tua
b.      Kita harus menuruti nasihat orang tua
c.       Jangan mencuri
d.      Janganlah memetik mangga sembarangan
e.       Janganlah makan mangga yang masih kecil

6.        Bacalah penggalan cerpen berikut dengan saksama!
Gulungan ombak yang datang dari tengah lautan, setelah sampai di tepi pantai bergulung kembali ke tengah lautan. Takjubnya aku tidak dapat dielakkan karena permainan ombak itu merupakan suatu permainan masa. Bukankah begitu perjalanan zaman tersebut?
Pesan penggalan cerpen tersebut adalah ….
a.       Ombak laut akan kembali ke laut
b.      Gulungan ombak datang dari tengah lautan
c.       Kehidupan itu setiap saat harus berubah sesuai zamannya
d.      Ombak bergulung-gulung ke tengah lautan dielakkan
e.       Takjubnya aku tidak dapat dielakkan oleh ombak

7.        Bacalah penggalan cerita berikut dengan saksama!
  Mereka tak dapat berkata, sesuatu apa, hanya Pak Haji saja yang perlahan-lahan membacakan ayat-ayat Qur'an untuk menenangkan hati Pak Balam dan juga hati mereka semua. Kemudian Pak Balam tiba-tiba memutar kepalanya dan memandang pada Wak Katok, dan sinar matanya berubah jadi kencang, kuat, dan keras. Dia berkata dengan suara gurau:"Karena engkaulah Wak Katok, aku harus menebus dosaku dulu seperti ini..."
Harimau! Harimau!
Nilai agama yang tersirat dalam kutipan cerita tersebut adalah ....
a.       memberikan wasiat sebelum meninggal dunia
b.      membaca ayat suci untuk menenangkan hati
c.       tidak boleh berkata kenceng dan keras-keras
d.      melakukan ibadah ke tanah suci untuk mengakui dosa
e.       menebus dosa dengan cara yang tidak baik

Bacalah penggalan cerpen berikut untuk menjawab soal nomor 16 dan 17!
(1)Begitu tiba di kantor Sontholoyo Airlines di bandara, Pilot Bejo dengan mendadak diberitahu untuk terbang ke Makasar. (2) Sebagai seorang pilot yang bertanggung  jawab, dia bertanya data-data terakhir mengenai pesawat. (3) Dengan nada serampangan bos berkata: “Gitu saja kok ditanyakan, kan sudah ada yang ngurus. (4) Terbang, ya terbang! (5) Demikianlah, dengan nada gemetar dan doa-doa pendek, Pilot Bejo mulai menerbangkan pesawatnya. (6) Sebelum masuk pesawat. Dia sempat melihat sepintas. (7) Semua ban sudah gundul, cat di badan pesawat sudah banyak mengelupas, dan setelah penumpang masuk, dia sempat pula mendengar seorang penumpang yang memaki-maki karena setiap kali bersandar, kursinya selalu rebah.

8.        Pendeskripsian watak tokoh ‘Pilot Bejo’ digambarkan melalui…
a.         penjelasan pengarang dan bentuk fisik tokoh
b.         penjelasan pengarang dan tingkah laku tokoh
c.         pelukisan bentuk fisik tokoh dan tanggapan tokoh lain
d.        pikiran-pikiran tokoh dan tanggapan tokoh lain
e.         penggambaran lingkungan sekitar tokoh dan bentuk fisik tokoh

9.        Tokoh ‘Pilot Bejo’ yang merasa gelisah dan khawatir tergambar dalam kalimat nomor…
a.       (3)
b.      (4)
c.       (5)
d.      (6)
e.       (7)


2019/01/28

Cerpen Remaja

Kembali ke Basecamp.

www.pixabay.com

            “Basecampmu adalah rumahmu.” Sepenggal kata yang diucapkan belum lama ini kepadaku, mungkin sekitar seminggu yang lalu. Tapi aku yakin akan membekas di hatiku selamanya. Kata yang mengandung makna yang dalam, kata yang mengubah pandanganku mengenai rumah tempatku tinggal bersama keluargaku.Semua ini berawal dari ulahku, yang hanyut oleh emosi tanpa berpikir panjang.

            Aku memang sosok yang introvert, cuek, tidak ingin terikat peraturan, dan egois. Aku punya seorang adik, jujur saja Ia anak yang baik, menyenangkan, dan sering membantuku. Entah mengapa, aku membenci dia. Mungkin karena ayah dan ibu lebih memperhatikannya. Semenjak bapak sering dinas ke luar negeri dan ibu sibuk dengan para pasiennya, mereka seakan-akan menggantungkan nasib adikku ke aku. “Kak, adek dijaga ya, jangan dinakalin.” Kata-kata yang membuatku bosan, yang diulang-ulang tiap kali seperti kaset rusak. Awalnya tugasku ini terasa ringan, karena hanya sekali seminggu. Tapi, semenjak jam terbang ayah dan ibu naik, semua berubah. Aku seakan-akan jadi pelayan adikku sendiri di rumah. Belum lagi ditambah mengerjakan pekerjaan rumah yang menumpuk,  ditambah lagi mencuci mobil. Mungkin aku bukan pelayan lagi. Aku sudah jadi babu.
 
www.pixabay.com
            Keadaan di rumah yang membuatku lelah berpengaruh pada kepribadianku di sekolah.Aku menjadi anak yang emosional dan pemalas.Hampir setiap teman yang mengajakku bicara kusemprot dengan kata-kata pedas, seperti yang kulakukan ke adikku. Sejak aku emosional, makin banyak teman yang menjauhiku, nafsu belajarku pun menurun drastis bagaikan permainanflying-fox.Semakin banyak guru-guru yang membicarakanku karena prestasiku menurun.

Seiring berjalannya waktu, aku merasa hancur lebur. Aku merasa kesepian, tidak ada lagi yang bisa memahamiku dan aku merasa aku ingin membentuk kepribadianku yang baru. Perasaan inilah yang mendasari rencanaku kabur dari rumah. Keesokan harinya, tepat pukul lima, sebelum alarm handphone adikku berbunyi, aku bergegas meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan adikku. Untungnya, semua perlengkapanku sudah kusiapkan malam harinya. Jadi, aku bisa pergi lebih awal.

Pagi itu, aku berencana untuk tidak lagi kembali ke rumah, aku ingin merasakan hidup di jalanan. Tempat dimana aku bisa mencari pribadiku yang baru, teman-temanku yang baru. Matahari mulai menampakkan dirinya, aku pun bersemangat untuk memulai penjelajahanku hari itu. Sering kujumpai anak punk yang tidak karuan, dari yang seumuranku sampai yang lebih tua dariku. Mereka memang tidak sekolah, tapi aku heran mengapa mereka bisa sebahagia itu. Salah satu dari mereka bernama Ujang. Satu-satunya temanku di jalanan yang mau berteman denganku, karena yang lain menganggapku anak kecil. “Kalo gue bisa sekolah mah, gue mau. Sayang bapak gue gapunya duit, udah cerai pula. Habis itu, gue dibuang sama bapak gue. Makanya hidup gue berantakan. Tapi saya mah seneng-seneng aja, kadang dapet duit kadang minum-minumsama temen-temen. Elu yang masih untung, mending balik ke rumah dah, kaga ada guna di jalanan.” Itulah beberapa kata yang Ujang ucapkan kepadaku setelah aku menanyakan beberapa hal tentang dirinya. Sore harinya, aku pergi meninggalkan mereka, mencari tempat yang baru.
           
            Tak terasa hari sudah mulai gelap.Aku harus mencari tempat beristirahat. Setelah sekian jam, akhirnya aku melihat sebuah pos ronda yang sudah tidak dipakai lagi. Ketika aku masuk, aku terkejut melihat anak kecil yang meringkuk di pojok pos ronda sambil menangis. Namanya Supri. Sudah dua hari ini pengamen kecil ini tidak bisa berjalan.Tubuhnya menggigil karena demam. Kekagetanku bertambah setelah melihat lebam pipi sebelah kirinya. Ternyata, lebam itu akibat tonjokan “boss” nya yang tidak puas dengan perolehannya hari itu. Ia dianggap malas karena setorannya paling sedikit dibanding teman-temannya. Padahal, dengan kondisinya yang sakit, ia tidak bisa selincah teman-temannya menyelip di antara mobil-mobil yang berhenti saat lampu merah.

            Tiba-tiba aku teringat adikku. Aku bertanya-tanya dalam hati, bagaimana keadaannya. Apakah ia kesepian? Apakah ia sedih? Apakah ia merindukanku? Aku tersentak dari lamunanku ketika aku mendengar rintihan Supri. Aku segera beranjak menyusuri jalanan yang mulai lengang untuk membeli makanan dan obat untuk Supri. Dua hari sudah aku tinggal bersamanya. Merawatnya semampuku, sampai kondisinya membaik. Dan dia bisa mengamen kembali bersama teman-temannya.

            Penjelajahanku di jalanan masih berlanjut. Pada suatu malam, aku berhenti di sebuah rumah makan, duduk di terasnya bersama beberapa pengamen. Dari kejauhan,  nampak sebuah keluarga yang sedang menyantap makan malamnya. Pemandangan indah itu mengingatkanku akan keluargaku. Lamunanku kembali tersentak mendengar derap kaki orang berlari dan teriakan menuju ke arahku. Spontan, aku dan beberapa pengamen yang duduk bersamaku ikut berlari. Rupanya, malam itu sedang diadakan razia besar-besaran oleh Satpol PP. Kami berlari menyelamatkan diri. Salah satu dari mereka menarikku ke arah sebuah gerobak dagangan di jalan buntu yang ditinggalkan pemiliknya saat malam hari. Di tempat persembunyian itu, jantungku berdetak kencang seakan-akan aku bisa mendengar detakannya. Aku bahkan nyaris menahan nafasku ketika petugas Satpol PP mendekat. Aku tidak bisa membayangkan diriku bila jatuh ke tangan mereka. Aku tidak mau menderita di panti rehabilitasi bersama anak jalanan yang lain. Lama kelamaan, derap kaki para petugas sudah sayup terdengar, tanda bahwa mereka sudah menjauh dari tempat persembunyianku. Akhirnya aku bisa keluar dengan lega, aku berterima kasih kepada salah satu pengamen yang menyelamatkanku tadi. Aku bersyukur bisa selamat dari razia, namun entah mengapa tiba-tiba saja aku juga merasa sangat rapuh. Rapuh, kesepian, bimbang,  tanpa keberadaan orang-orang yang kukasihi.

Uang jajanku lama kelamaan habis. Aku kelaparan, tidak ada yang bisa kubeli. Tak terasa sudah satu minggu aku kabur dari rumah, aku sudah merasakan pahitnya hidup di jalanan. Aku ingin kembali ke rumah. Aku lalu bergegas menuju ke rumah. Di rumah aku disambut oleh kedua orangtuaku. Aku langsung dipeluk dan dicium. Mereka lega bisa melihatku masih dalam keadaan sehat dan utuh. Kemudian mereka bertanya mengapa aku kabur. Hampir satu jam lebih aku menjelaskan tentang alasanku dan apa sebenarnya yang ada di lubuk hatiku. Setelah mendengar penjelasanku, orangtuaku tidak memarahiku tetapi mereka justru memberi nasihat. Pada intinya aku perlu menjadi orang yang terbuka, peduli dengan orang lain seperti peduli pada adikku, peka terhadap keadaan sekitar seperti halnya aku harus mengerjakan pekerjaan rumah karena bapak atau ibu sibuk, dan sebagainya. Tapi ada satu nasihat yang tidak akan kulupakan, yaitu nasihat dari bapakku. “Jalanan itu bukan tempatmu membentuk kepribadian, apalagi mencari teman. Kamu anak yang dibesarkan dengan kasih sayang dan kecukupan. Kamu anak yang disekolahkan dengan baik, dan pastinya punya teman-teman yang peduli padamu. Dan ingat, tugas-tugasmu di rumah sengaja bapak dan ibu buat. Kami ingin mengubah kepribadianmu. Mungkin terlihat sepele semua pekerjaan rumahmu. Tapi ini adalah salah satu cara untuk menjadikanmu pribadi yang peduli dan bertanggungjawab. Basecampmu adalah rumahmu, tempat dimana kamu ditempa menjadi orang yang baik sebelum kamu terjun ke dunia nyata.” Mendengar nasihatnya, aku hanya bisa mengangguk-angguk dan merenung. Semoga aku bisa berproses dengan baik di basecampku ini.








2019/01/25

Soal Membandingan 2 Teks Sastra Novel, Cerpen

Kedua kutipan novel berikut untuk soal nomor 1 – 3 !

Kutipan Novel I

www.pixabay.com
Daripada lakunya meletakkan perkakas telepon itu kembali pada tempatnya dan sesudah itu daripada air mukanya dapat pula dikiraa-kirakan, bahwa jawab yang diterimanya sangat mengecewakan hatinya.
“Apa gerangan yang dirisaukan, Juragan Mantri?” Tanya Suminta di dalam hatinya, sambil mengangkat setumpuk surat di meja mantra kabupaten itu ke meja patih dan beberapa pucuk ke meja asisten wedana tebe, “sangat keruh air mukanya.”
Seperempat jam kemudian kerja di kantor itu pun berlaku seperti biasa pula.

Kutipan Novel II
Setiap malam Amirza duduk di kursi rotan di samping radio itu. Disampingkannya ujung pukat pada paku yang tertancap di dinding, dinyalakannya lampu minyak, dihidupkannya radio.
Setelah bercerita untuk mengantar tidur dua adik perempuannya, Amirta, usia lima tahun dan Amirna, usia tiga tahun, dari kamar sebelah, melalui celah dinding papan, Amirna sering mengintip ayahnya. Senang dia melihat ayahnya tersenyum mendengar lagu-lagu yang indah. Tak ada yang lebih diinginkan Amirna selain melihat ayahnya tersenyum.
1.              Perbedaan pemakaian bahasa dalam kedua kutipan novel tersebut adalah …
A.      Kutipan novel I menggunakan ungkapan; kutipan novel II menggunakan majas.
B.      Kutipan novel I menggunakan pepatah; kutipan novel II menggunakan ungkapan.
C.      Kutipan novel I menggunakan perumpamaan; kutipan novel II menggunakan kosakata lugas.
D.      Kutipan novel I menggunakan ragam bahasa informal; kutipan novel II menggunakan ragam bahasa formal.
E.       Kutipan novel I menggunakan kosakata bahasa daerah; kutipan novel II menggunakan kosakata bahasa Indonesia.

2.              Perbedaan pola penyajian kedua kutipan novel tersebut adalah …
Kutipan novel I diawali dengan koda; kutipan novel II diawali dengan revolusi.
Kutipan novel I diawali dengan orientasi; kutipan novel II diawali dengan abstraksi.
Kutipan novel I diawali dengan revolusi; kutipan novel II diawali dengan komplikasi.
Kutipan novel I diawali dengan abstraksi; kutipan novel II diawali dengan evaluasi.
Kutipan novel I diawali dengan komplikasi; kutipan novel II diawali dengan orientasi.

3.              Persamaan unsure intrinsic kedua kutipan novel tersebut adalah ….
Menggunakan latar tempat
Mempunyai tema keluarga
Menampilkan tokoh berwatak protagonist
Menggunakan sudut pandang orang ketiga
Menggunakan sudut pandang orang pertama

Kutipan cerpen berikut untuk soal nomor 4 dan 5.

www.pixabay.com
Setelah penguburan Rojik, kami duduk di teras pondok. Sore ini mulai gerimis. Budir tampak menyeruput kopinya. Ia tampak gelisah.
“Aku sudah tidak tahan lagi berada di tempat ini. Ayo, kita pergi dari sini!” katanya. Jemarinya yang memegang gelas gemetar.
“Bagaimana dengan kontrak kita yang tinggal setahun lagi? Kan tanggung ….”
“Masa bodoh dengan kontrak itu! Kalau kita tetap bertahan, kita akan mati konyol di sini. Kau tidak lihat Rojik? Setelah seharian meriang, besok paginya ia kejang-kejang. Dan sore ini kita sudah menguburkannya!” kata Budir.
“Besok pagi-pagi aku akan pulang. Terserah kau mau tetap tinggal atau pulang bersamaku. Kalau aku lebih memilih hidup daripada kontrak itu!” ujar Budir yang lalu berdiri dan masuk ke dalam pondok.
Paginya, benar saja. Saat bangun, aku tak mendapati Budir. Aku memanggil-manggil namanya. Tak ada jawaban. Kuperhatikan sekeliling, baju dan tas Budir juga tidak ada. Ternyata lelaki itu tak membuang waktu. Mungkin pagi-pagi sekali ia telah meninggalkan pondok. Sepeninggal Budir tak mungkin lagi aku tinggal sendiri di belantara ini! Tinggal aku satu-satunya manusia yang akan mati. Berarti aku tak punya pilihan selain meninggalkan pondok ini.

4.              Penyebab konflikdalam kutipan cerpen tersebut adalah …
A.      Tokoh Aku tidak betah tinggal di pondok.
B.      Tokoh aku tidak mau meninggalkan pondok.
C.      Tokoh Budir lebih memilih kontrak kerjanya.
D.      Tokoh Rojik meninggal mendadak di pondok.
E.       Tokoh Budir membawa tas dan baju tokoh Aku.

5.              Akibat konflik dalam kutipan cerpen tersebut adalah ….
A.      Tokoh Aku dan Budir di paksa bekerja di pondokan.
B.      Tokoh Budir bertengkar dengan tokoh Aku.
C.      Tokoh Aku dipaksa meninggalkan pondokan.
D.      Tokoh Budir mengambil baju dan tas tokoh Aku.

E.       Tokoh Budir meninggalkan tokoh Aku di pondok.

Soal Novel Pilihan Ganda

Perhatikan kutipan novel berikut untuk soal nomor 1 – 5!

www.pixabay.com
“Kang, kita harus benar-benar pergi dari sini?” Tanya Siti Halimah di sela tangisnya.
“Tentu saja. Seperkasa apa pun perlawanan kita, ternyata tetap kalah melawan yang berkuasa. Kita ini hanya wong cilik, orang iskin,” sahut Karjan sembari melihat rumah Lik Paijan yang siap diruntuhkan.
Teriakan Lik Paijan masuh terdengar menyayat hati. Lelaki tua itu merebut tali yang mengikat seekor sapi miliknya. Wajahnya memerah seperti nyaris terbakar, suaranya melengking-lengking menolak pengosongan rumahnya. Tetapi, pelawanan Lik Paijan pun percuma saja. Beberapa petugas berbadan tegap mengangkat tubuhnya. Melihat itu, tangis Siti Halimah semakin pecah. Dia mendekap Satriya Piningit lebih erat.
“Akhirnya kita harus pergi dari rumah kita sendiri, Kang. Pergi dari kampong yang membesarkan kita,” ucap Siti Halimah getir.
“Iya, mau tak mau kita harus mengalah. Gusti Allah tidak tidur, Bune. Di tempat lain, semoga kita mendapat ladang rezeki yang lebih baik lagi,” ujar Karjan.

1.              Tema yang terdapat dalam kutipan novel tersebut adalah ….
A.      Sosial
B.      Politik
C.      Agama
D.      Ekonomi
E.       Pendidikan

2.              Latar suasana yang tergambar dalam kutipan novel tersebut adalah ….
A.      Menakutkan
B.      Mengenaskan
C.      Mengharukan
D.      Menegangkan
E.       Membingungkan

3.              Sudut pandang dalam kutipan novel tersebut adalah ….
A.      Orang pertama tunggal
B.      Orang pertama jamak
C.      Orang ketiga tunggal
D.      Orang ketiga jamak
E.       Campuran

4.              Watak tokoh Karjan dalam kutipan novel tersebut adalah ….
A.      Mudah pasrah
B.      Mudah mengalah
C.      Mudah menangis
D.      Mudah putus asa
E.       Mudah menyerah

5.              Hubunan antarunsur intrinsic dalam kutipan novel tersebut adalah ….
A.      Latar tempat berkaitan dengan konflik
B.      Latar sosial berkaitan dengan konflik
C.      Tema berkaitan dengan watak tokoh
D.      Tema berkaitan dengan latar suasana
E.       Alur berkaitan dengan watak tokoh

6.              Perhatikan kutipan novel berikut!

www.pixabay.com
1) Kalau ada pertandingan dini hari, aku dan Ayah bahu-membahu untuk membangunkan. 2) Kami berdua beranak batanggang, atau tidak tidur sampai dini hari, duduk terpaku di depan TV Grundig 14 inci yang berkerai kayu tripleks, ditemani bergal-gelas kopi.
3) Di Stadion Ullevi Gothenburg, tim berambut pirang ini meledakkan gawang Belanda hanya dalam 5 menit pertama melalui tandukan Larsen: 1 – 0. 4) Aku mengepalkan tangan tinggi-tinggi di udara, “Yes!” teriakku. 5) Aku lirik Ayah, beliau menggeleng-geleng sambil mendeham.
Bukti latar tempat dalam kutipan novel tersebut ditunjukkan kalimat ….
A.      1)
B.      2)
C.      3)
D.      4)
E.       5)

7.              Perhatikan kutipan novel berikut!
Kali ini, untuk menggarap batik pesanan lelaki itu, ia memilih saat malam buta di sebuah kamar berhias sarang laba-laba. Kamar penyimpan langut dan kemelut. Sebelumnya, hampir lima tahun pintu kamar itu dibiarkan terkatup serupa kabisuan mulut disumpal ujung selimut.
Makna kata langut dan kemelut dalam kutipan novel tersebut menyimbolkan ….
A.      Kesedihan dan penyesalan
B.      Kehilangan dan kesedihan
C.      Kehampaan dan kesendirian
D.      Kesedihan dan penderitaan
E.       Kehampaan dan kesepian

8.              Perhatikan kutipan novel berikut!
Setiap sore menjelang, bapak selalu duduk di bangku tua kesayangannya. Bangku yang terbuat dari bamboo itu telah menemani bapak melewati senja yang begitu indah. Duduk dengan tenang sembari melempar pandang ke luar jendela untuk menyaksikan betapa indah panorama yang senja sajikan. [ … .] Rasa lelah setelah seharian memeras keringat tampak memudar ketika ia duduk di bangku tua kesayangannya itu.
Kalimat yang tepat untuk melengkapi kutipan teks novel tersebut adalah …
A.      Bapak memotret senja itu.
B.      Bapak tertidur Karen alelah.
C.      Bapak selalu menikmatinya.
D.      Bapak dan ibu duduk berdua.
                     E.     Bapak berharap kakak datang.

Soal Cerpen Pilihan Ganda

Perhatikan kutipan cerpen berikut untuk soal nomor 1 – 5!

www.pixabay.com
“Kang, kita harus benar-benar pergi dari sini?” Tanya Siti Halimah di sela tangisnya.
“Tentu saja. Seperkasa apa pun perlawanan kita, ternyata tetap kalah melawan yang berkuasa. Kita ini hanya wong cilik, orang iskin,” sahut Karjan sembari melihat rumah Lik Paijan yang siap diruntuhkan.
Teriakan Lik Paijan masuh terdengar menyayat hati. Lelaki tua itu merebut tali yang mengikat seekor sapi miliknya. Wajahnya memerah seperti nyaris terbakar, suaranya melengking-lengking menolak pengosongan rumahnya. Tetapi, pelawanan Lik Paijan pun percuma saja. Beberapa petugas berbadan tegap mengangkat tubuhnya. Melihat itu, tangis Siti Halimah semakin pecah. Dia mendekap Satriya Piningit lebih erat.
“Akhirnya kita harus pergi dari rumah kita sendiri, Kang. Pergi dari kampong yang membesarkan kita,” ucap Siti Halimah getir.
“Iya, mau tak mau kita harus mengalah. Gusti Allah tidak tidur, Bune. Di tempat lain, semoga kita mendapat ladang rezeki yang lebih baik lagi,” ujar Karjan.

1.              Tema yang terdapat dalam kutipan cerpen tersebut adalah ….
A.      Sosial
B.      Politik
C.      Agama
D.      Ekonomi
E.       Pendidikan

2.              Latar suasana yang tergambar dalam kutipan cerpen tersebut adalah ….
A.      Menakutkan
B.      Mengenaskan
C.      Mengharukan
D.      Menegangkan
E.       Membingungkan

3.              Sudut pandang dalam kutipan cerpen tersebut adalah ….
A.      Orang pertama tunggal
B.      Orang pertama jamak
C.      Orang ketiga tunggal
D.      Orang ketiga jamak
E.       Campuran

4.              Watak tokoh Karjan dalam kutipan cerpen tersebut adalah ….
A.      Mudah pasrah
B.      Mudah mengalah
C.      Mudah menangis
D.      Mudah putus asa
E.       Mudah menyerah

5.              Hubunan antarunsur intrinsic dalam kutipan cerpen tersebut adalah ….
A.      Latar tempat berkaitan dengan konflik
B.      Latar sosial berkaitan dengan konflik
C.      Tema berkaitan dengan watak tokoh
D.      Tema berkaitan dengan latar suasana
E.       Alur berkaitan dengan watak tokoh

6.              Perhatikan kutipan cerpen berikut!

www.pixabay.com
1) Kalau ada pertandingan dini hari, aku dan Ayah bahu-membahu untuk membangunkan. 2) Kami berdua beranak batanggang, atau tidak tidur sampai dini hari, duduk terpaku di depan TV Grundig 14 inci yang berkerai kayu tripleks, ditemani bergal-gelas kopi.
3) Di Stadion Ullevi Gothenburg, tim berambut pirang ini meledakkan gawang Belanda hanya dalam 5 menit pertama melalui tandukan Larsen: 1 – 0. 4) Aku mengepalkan tangan tinggi-tinggi di udara, “Yes!” teriakku. 5) Aku lirik Ayah, beliau menggeleng-geleng sambil mendeham.
Bukti latar tempat dalam kutipan novel tersebut ditunjukkan kalimat ….
A.      1)
B.      2)
C.      3)
D.      4)
E.       5)

7.              Perhatikan kutipan cerpen berikut!
Kali ini, untuk menggarap batik pesanan lelaki itu, ia memilih saat malam buta di sebuah kamar berhias sarang laba-laba. Kamar penyimpan langut dan kemelut. Sebelumnya, hampir lima tahun pintu kamar itu dibiarkan terkatup serupa kabisuan mulut disumpal ujung selimut.
Makna kata langut dan kemelut dalam kutipan cerpen tersebut menyimbolkan ….
A.      Kesedihan dan penyesalan
B.      Kehilangan dan kesedihan
C.      Kehampaan dan kesendirian
D.      Kesedihan dan penderitaan
E.       Kehampaan dan kesepian

8.              Perhatikan kutipan cerpen berikut!
Setiap sore menjelang, bapak selalu duduk di bangku tua kesayangannya. Bangku yang terbuat dari bamboo itu telah menemani bapak melewati senja yang begitu indah. Duduk dengan tenang sembari melempar pandang ke luar jendela untuk menyaksikan betapa indah panorama yang senja sajikan. [ … .] Rasa lelah setelah seharian memeras keringat tampak memudar ketika ia duduk di bangku tua kesayangannya itu.
Kalimat yang tepat untuk melengkapi kutipan teks novel tersebut adalah …
A.      Bapak memotret senja itu.
B.      Bapak tertidur Karen alelah.
C.      Bapak selalu menikmatinya.
D.      Bapak dan ibu duduk berdua.
                     E.     Bapak berharap kakak datang.