A. Penokohan
Penokohan
adalah cara pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh-tokoh. Ada berbagai
cara untuk mengambarkan karakter tokoh. Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah
cuplikan berikut.
Deg! Jantung Leya bagai berhenti
berdetak beberapa saat dan berdebur keras, menyesakkan napasnya. Tubuhnya tegak
kaku di bangkunya. Cuma matanya berputar cepat, memandang katiga orang yang
duduk di sekitarnya dengan perasaan campur aduk: cemas, gelisah, juga
penasaran.
Sejenak muncul keraguan di hatinya,
tak percaya pada apa yang ditulis gadis itu. Tapi sikap gadis itu, ketakutan
yang terpancar jelas di wajah dan matanya, menghapus keraguan Leya. Ia yakin,
sangat yakin, gadis itu benar-benar dalam bahaya. Tapi bahaya apa? Dan, apa dia
mau menolong?
Leya menundukkan kepalanya,
berpura-pura membaca, lalu berusaha menenangkan perasaannya dengan menarik
napas dalam-dalam dan mencoba memikirkan bagaimana ia harus bersikap. Seluruh kegembiraannya
dalam perjalanan liburan ini, lenyap sudah. Ketenangannya betul-betul
terganggu.
Dalam cuplikan
cerita tersebut, pengarang begitu cermat menggambarkan watak tokoh Leya
sehingga pembaca mendapatkan gambaran yang sejelas-jelasnya tentang suasana
hati tkokoh tersebut memalui gerak-geriknya. Dari penggambaran itu, dapat
diketahui sikap tokoh yang cemas, gelisah, penasaran, dan ragu-ragu.
Cara
Penggambaran Tokoh
|
Contoh
|
Watak
|
1. Disebutkan
langsung oleh pengarang
|
Tono memang penyabar, walaupun dihina temannya hamper
setiap hari, ia tidak pernah sakit hati. Ia tetap bergaul, seolah-olah tanpa
ada masalah di antara mereka.
|
Tono: penyabar
|
2.
Tanggapan,
penceritaan oleh tokoh lain
|
Debby selalu memuji-muji adiknya, Lina, yang
menurutnya paling pintar sedunia. “Adikku, saying. Kamu memang pintar dan
rajin. Kakak salut, kakak bangga. Tentu mama pun yang ada di dunia sana
bahagia melihat prestasimu itu.”
|
Lina: pintar, rajin
|
3.
Dilukiskan
melalui perkataan, pikirannya
|
Aku ingin membeli pakaian yang seperti kamu beli
kemarin. Gak apa-apa walaupun harus pinjam sama kakakku. Yang penting pakaian
itu bias kumiliki.
|
Aku: berlebihan, boros, ambisius
|
4.
Dilukiskan
melalui perilakunya
|
Radi duduk dengan santai walaupun di hadapannya ada
mertua dan adik-adiknya. Kakinya diangkat sebelah ke tangan kursi di
sebelahnya.
|
Radi: tidak tahu etika, sombong
|
5.
Digambarkan melalui
keadaan lingkungannya
|
Sampah bungkus makanan dibiarkan berserakan di bawah
ranjangnya. Piring kotor berserakan di samping meja. Sepertinya bagi Dika
kondisi kamarnya yang seperti itu sudah biasa.
|
Dika: jorok, masa bodo
|
B. Latihan menentukan penokohan cerita.
Tentukan penokohan dari
cuplikan-cuplikan cerpen berikut!
1. “Ya, mau bayar berapa saja, Mas,”
ucapnya di tikungan terakhir menuju kampungku. “Lebih enak jalan kaki,” jawabku
terengah-engah. Aku merasa menang.
Aneh, dia seperti tak hendak
menghentikan becaknya. Mungkin dia sedang menguji mentalku, atau malah
menyesali perbuatannya? Peduli amat, apakah dia terus membuntuti aku atau
tidak, sejauh dia masih mengayuh becak di jalan yang layak dilewatinya.
Begitu emmasuki gapura kampong,
tangan kiriku kutarik dari saku celana. Dua keping logam ratusan rupiah
terloncat dan menggelinding masuk
selokan. Ah, biarin.
Aku menoleh ke tukang becak yang
berhenti tepat di depan gapura kampong. Ia turun dan berdiri di sana sambil
tetap memegangi kemudi becak. Sambil berjalan aku menoleh kembali, dia tetap
diam bagaikan sebuah monumen. Sesampai di rumah aku ceritakan pengalamanku pada
ibu. Lama ibuku terdiam dan menatapku dan baru kemudian berkata, “Rasanya kamu
perlu mencoba jadi tukang becak.”
2.
Udara
seperti membeku di Edelweiss Room, sebuah kamar rawat inap, di RS Fatmawati,
Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring beku
dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, makin mendekati ajalyang bakal menjemputnya.
Dokter telah memprediksi usianya tinggal sekitar sebulan
karena leukemia yang akut, dan satu-satunya yang ia tunggu dari kekasihnya
adalah sekuntum mawar biru. A, mawar biru. Bukan mawar merah atau putih. Dan,
hanya sekuntum, bukan seikat atau sekeranjang.
Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda,
sebenarnya tidak yakin. Yang pernah ia lihat adalah mawar merah, putih, atau
kuning. Ketiganya tumbuh dan berbunga lebat di halaman rumahnya. Tapi, mawar
biru? Ia tidak yakin. Bunga berwarna biru yang pernah ia lihat hanya anggrek
bulan dan anyelir. Itu pun bukan persis biru, tapi keunguan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar