A. Amanat Cerpen
Dalam cerpen, nilaiyang berharga sering berupa
amanat atau pesan-pesan. amant suatu cerita pendek atau cerpen selalu berkaitan
dengan temanya. cerpen yang bertema percintaan, amanatnya tidak akan jauh dari
pentingnya kita saling menyayangi dan mengasihi sesame ciptaan Tuhan. Cerpen
yang bertema ketuhanan, amanatnya berkisar tentang pentingnya bertakwa kepada
Tuhan. Dengan pesan-pesannya itu, cerpen sungguh bernilai. Kita memperoleh
hiburan sekaligus pesan-pesan berharga untuk bisa menjadi lebih baik dalam
kehidupan.
Perhatikan cuplikan berikut!
Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka
sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.
Tetapi Haji Saleh ingin juga kepastian, apakah yang dikerjakannya di
dunia ini salah atau benar. Tetapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan, ia
bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka itu.
“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?” Tanya
Haji Saleh.
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu
sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau
melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri,
hingga mereka itu kocar-kacir selamanya. Itulah kesalahanmu yang terbesar,
terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi
engkau tak memedulikan mereka sedikit pun.”
Dari dialog para tokohnya, dapat
diketahui bahwa cuplikan tersebut bertema tentang tata cara menyembah Tuhan
yang benar. Berkaitan dengan tema tersebut dapat diketahui bahwa amanat
cuplikan tersebut adalah “hendaknya menyembah Tuhan secara benar, yakni tidak
mementingkan keselamatan diri sendiri agar selamat dari neraka; harus pula ia
memedulikan sesame.”
B. Latihan menentukan amanat cerita.
Tentukan amanat dari
cuplikan-cuplikan cerpen berikut!
1. “Ya, mau bayar berapa saja, Mas,”
ucapnya di tikungan terakhir menuju kampungku. “Lebih enak jalan kaki,” jawabku
terengah-engah. Aku merasa menang.
Aneh, dia seperti tak hendak
menghentikan becaknya. Mungkin dia sedang menguji mentalku, atau malah
menyesali perbuatannya? Peduli amat, apakah dia terus membuntuti aku atau
tidak, sejauh dia masih mengayuh becak di jalan yang layak dilewatinya.
Begitu emmasuki gapura kampong,
tangan kiriku kutarik dari saku celana. Dua keping logam ratusan rupiah
terloncat dan menggelinding masuk
selokan. Ah, biarin.
Aku menoleh ke tukang becak yang
berhenti tepat di depan gapura kampong. Ia turun dan berdiri di sana sambil
tetap memegangi kemudi becak. Sambil berjalan aku menoleh kembali, dia tetap
diam bagaikan sebuah monumen. Sesampai di rumah aku ceritakan pengalamanku pada
ibu. Lama ibuku terdiam dan menatapku dan baru kemudian berkata, “Rasanya kamu
perlu mencoba jadi tukang becak.”
2. Kalau tidak, tentu telah berkurang
satu lowongan kerja untuk tukang kebun keliling seperti dia. Dua hari yang lalu
itu kukemas pakaian-pakaian bekas anak-anak yang sudah tidak muat lagi mereka
kenakan. Aku yang menyisihkan pakaian-pakaian tua milikku, begitu juga milik
istriku. Pakaian-pakaian bekas itu kebrikan kepadanya, di samping upah yang dia
terima. Kami sebenarnya bukanlah orang yang mampu. Tapi kebiasaan seperti itu
telah ditanamkan orang tuaku sejak aku kecil.
3. “Kalau hasil kita banyak terus, enak, ya?”
tegur Salim kepada Kardi.
“Ya, hidup kita bias sedikit senang. Tapi sekarang panen ikan baru
seminggu saja sudah habis, dan hasil kita tidak selalu banyak. Dulu, sebelum
ada pukat harimau panen ikan dapat kita nikmati sampai kira-kira tiga bulan. Waktu
itu hasil tangkapan kita dapat untuk membeli apa-apa, sedangkan sekarang dapat
kau lihat sendiri. Kita semakin melarat saja. Untuk membeli perlengkapan perahu
saja sangat sulit,” keluh Kardi.
“Kau sudah mendengar tentang perkelahian antara nelayan kecil melawan
nelayan pukat harimau di pantai Jepara yang berakhir dengan tragedy pembunuhan?”
“Itu persoalannya juga seperti yang kita alami. Siapa orang yang tidak
jengkel kalau sumber pangannya dirampok oleh orang lain? Kalau kita tidak
sabar-sabar mungkin sejak dulu-dulu kita sudah bentrok dengan para perampok
itu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar