Pasar Malamkah?
Judul :
Bukan Pasar Malam
Pengarang :
Pramoedya Ananta Toer
Penerbit :
Lentera Dipantara
ISBN :
979-97312-12-6
Jumlah halaman :
104
Novel yang berjudul Bukan Pasar Malam ini mengisahkan tentang
seorang pemuda yang memiliki ayah seorang pejuang nasionalis yang memiliki
penyakit TBC yang menginginkan anaknya yang di Jakarta untuk kembali ke Blora (
kediaman ayah dan keluarganya). Selama perjalanan ke Blora pemuda tersebut
didampingi oleh istrinya yang cantik serta cerewet yang merupakan keturunan
pasundan. Sesampainya di Blora sang pemuda pun bertemu dengan ayahnya yang
terbaring lemas di rumah sakit akibat TBC nya, saat bertemu tangis haru
menyelimuti mereka. Pemuda tersebut merasa sedih melihat ayahnya yang dulu
berdiri kokoh, pemimpin perang gerilya yang cerdik, guru yang hebat, politikus
kini menjadi makhluk yang tak berdaya. Sang pemuda ingin membawa ayahnya untuk
berobat namun dengan kondisi keuangan yang tidak memungkinkan sehingga dari saat
itulah sang pemuda mulai menjalin keakraban kembali dengan sang ayah serta adik-adiknya
setelah sekian lama berpisah. Suatu hari istri sang pemuda ingin kembali ke Jakarta
dengan alasan kondisi keuangan yang tidak memadai, sang pemuda mengiyakannya.
Sang pemuda mengutarakan keinginan istinya untuk kembali ke Jakarta kepada
ayahnya, namun sang ayah menolaknya dengan memohon kepada sang pemuda untuk
tinggal seminggu lagi. Tak terasa waktu seminggu telah berakhir, namun sang
pemuda tidak ingin meninggalkan sang ayah karena sang pemuda merasa memiliki
kewajiban yang penuh terhadap sang ayah, kejadian yang tak diinginkan pun terjadi
juga sang ayah meninggal dunia setelah dibawa pulang kerumah oleh anak-
anaknya. Tangis kesedihan pun membanjiri rumah yang tua itu. Setelah ditinggal
pergi sang pemuda mendapat banyak pembelajaran bahwa kehidupan didunia ini
bukan seperti pasar malam yang berduyun- duyun datang dan berduyun- duyun
kembali, melainkan menanti kepergian dengan segala yang mereka lakukan
Kelebihan pada novel bukan pasar malam karya Pramoedya Ananta
Toer ini adalah penulis mampu membuat
rentetan cerita yang mengharukan,mengesankan dan penuh dengan renungan sehingga
membawa pembaca terhanyut di dalamnya, penulis juga menunjukkan bagaimana
kehidupan seorang ayah yang yang rela berkorban demi mempertahankan hak guru
serta republik setelah masa kemerdekaan,
dan bagaiman politikus- politikus memperebutkan kekuasaannya dengan melakukan
berbagai cara. Penulis juga memaparkan amanat yang bisa dipetik pembaca antara
lain bahwa kehidupan itu bukan seperti pasar malam yang ramai dikerumuni orang
melainkan ketika hidup dan mati kita selalu sendiri, datang sendiri, pergi
sendiri dan yang belum pergi dengan cemas menunggu saat waktunya tiba.
Kekurangan novel Pramoedya Ananta Toer ini telihat dari segi
bahasa yang digunakan terlalu berbelit- belit dalam memaparkan isi cerita
sehingga membuat pembaca merasa sedikit aneh. bagi pembaca yang awam mungkin
akan kurang mengerti dengan bahasa yang digunakan pengarang karena pengarang
pada zaman dahulu memiliki penghayatan dalam berbeda- beda dalam menuliskan
cerita.
*** Selamat Membaca ***
Baca juga: