Unsur Intrinsik Puisi
www.pixabay.com |
Puisi dibangun oleh unsur batin dan fisik (metode) sebagai berikut:
A. Unsur Batin/ Hakikat
1. Tema: tentang apa puisi itu berbicara, atau pokok pikiran yang dikemukakan.
2. Rasa (feeling): perasaan penyair apakah susah/ sedih, senang/ bahagia, rindu, ragu,haru, kagum, hormat, belas kasihan, setia kawan, iba, kecewa, bimbang, dan sebagainya.
3. Nada (tone): suasana (indah, sacral, mengharukan, bersemangat, mencekam, kacau, mejengkelakan, dan sebagainya) dan sikap penyair (sinis, kesal, menggurui, meremehkan, mengagungkan, dan sebagainya)
4. Pesan/ amanat: apa nasihat yang hendak disampaikan kepada pembaca, termasuk nilai-nilai apa yang hendak ditanamkan kepada pembaca. Pesan/ amanat puisi pada umumnya tersembunyi di balik tema atau susunan kata-kata yang diungkapkan. Namun demikian dengan memahami apa yang dikemukakan dan bagaimana rasa dan nadanya, pembaca akan dapat menangkap apa sesungguhnya maksud terselubung yang hendak disampaikan. Di samping amanat/ nasihat/ pesan sentral, tidak jarang sebuah karya bermuatan nilai- nilai yang layak dipetik /diteladani dari sudut pandang moral, kemanusiaan (humanism), budaya, ataupun secara religius/ agama.
B. Unsur Fisik/ Metode
1. Rima/ persajakan: persamaan- persamaan bunyi. Persamaan- persamaan bunyi vocal disebut asonansi, persamaan – persamaan bunyi konsonan disebut aliterasi. Persamaan bunyi bisa berada di akhir, tengah, atau di awal kata/ baris. Persamaan bunyi dengan suara- suara alam, misalnya: kokok, cicit, prit, pung, ketipang- ketipung, brak- bruk, sir, dagdigdug, hus,pus, pingpong, gemerutuk, gemerincing, berdebam, dan sebagainya disebut onomatope.
2. Ritma/ irama: alunan naik turun, panjang pendek, atau keras lemah bunyi yang berulang- ulang atau beraturan sehingga membentuk keindahan. Ritma tercipta oleh adanya perimbangan jumlah frasa, kata, atau suku kata antarkalimat.
Contoh:
Pagiku hilang/ sudah melayang
Hari mudaku/ sudah pergi
Kini petang/ datang membayang
Batang usiaku/ sudah tinggi
(Ali Hasymi)
3. Dengan jumlah kata yang sama dan pemfrasaan yang sama, puisi tersebut menjadi lebih berirama. Dalam puisi-puisi baru, irama tidak hanya diciptakan melalui pemotongan baris seperti di atas, tetapi juga dengan pengulangan kata/ kalimat tertentu untuk mengikat/ menyatukan beberapa baris di belakangnya.
Contoh:
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu …
Tuhanku
Akuhilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing …
(Chairil Anwar)
4. Metrum/ matra: pengulangan tekanan pada posisi- posisi tertentu yang bersifat tetap. Dalam lagu metrum ditandai dengan baris birama, dan tekanan keras pada umumnya jatuh pada awal setiap birama.
5. Diksi: pilihan kata dan pembentukan ungkapan- ungkapan atau penggunaan symbol- symbol secara cermat dari segi bunyi maupun makna sehingga menjadi wahana ekspresi yang maksimal dan bernilai estetis. Karena tiap kata memiliki nuansa makna yang berbeda, kata- kata yang sudah tepat dalam suatu puisi biasanya sangat sulit diganti dengan kata lain.
Diksi erat kaitannya dengan penggunaan kata konkret (concrete word) untuk melahirkan imajinasi (citraan visual, auditif, perabaan, pencecap) yang tajam sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, menyentuh, dan /atau merasa.
Contoh:
Bersandar pada tali warna pelangi
Kau depanku bertudung surya senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
(Chairil Anwar)
6. Gaya bahasa: ciri khas kebahasaan yang digunakan oleh penulis yang mencakup penggunaan struktur kebahasaan, pilihan kata, ungkapan, peribahasa/ bidal/ pepatah, pemakaian slank, dialek, kata arkaik, dan sebagainya. Pemilihan gaya erat kaitannya dengan kesan/ rasa yang akan dibangkitkan oleh penyair.
7. Majas: permainan bahasa untuk memperoleh efek estetis, untuk memaksimalkan ekspressi, serta untuk memperoleh kesan/ rasa tertentu.
Baca juga:
materi-menulis-puisi
materi-membaca-puisi-kelas-x
soal-pilihan-ganda-puisi-kelas-x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar